Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Petisi untuk Tuan Anies

13 Juli 2018   09:25 Diperbarui: 16 Juli 2018   09:39 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sempat berharap ada perubahan mendasar saat Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Ahok. Salah satu perubahan mendasar yang saya harapkan adalah perubahan paradigma dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di Ibukota.

Persoalan kemacetan lalu lintas di Ibukota telah menimbulkan banyak dampak buruk. Dari hilangnya waktu produktif warga hingga polusi udara. Semakin macet jalan raya di Jakarta, semakin lama waktu yang kita habiskan di jalanan. Waktu yang terbuang percuma. Bukan hanya itu, yang paling bahaya lagi adalah terkait polusi udara. Semakin macet jalan raya di Ibukota, semakin beracun pula udara yang kita hirup sehari-hari.

Sebesar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap kendaraan bermotor. Bagaimana sih kondisi polusi udara di Jakarta? Data Greenpeace Indonesia menyebutkan, pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara Jakarta sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO) dan tiga kali lebih besar dari standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia. Parah ya kan? Kita bisa memilih makanan yang sehat, tapi kita tidak bisa memilih apakah udara yang kita hirup sehat atau tidak.

Paradigma baru dalam pengelolaan transportasi di Ibukota harusnya berpijak pada 'memindahkan orang, bukan mobil'. Dengan pijakan itu maka yang dibangun adalah infrastruktur transportasi massal, bukan membangun jalan raya baru untuk memfasilitasi pergerakan mobil. Membangun jalan raya baru untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta adalah sebuah paradigma usang.

Pada saat kampanye pilgub DKI, baik Jokowi, Ahok dan Anies berjanji akan menggunakan pardigma baru membuat kebijakan transportasi di Jakarta. Indikasinya, mereka semua saat kampanye menolak rencana pembangunan 6 tol dalam kota yang digagas Gubernur DKI sebelumnya. Namun, setelah menjabat mereka semua, baik Ahok hingga Anies, akhirnya kembali menggunakan paradigma usang kebijakan transportasi, yaitu menyetujui pembangunan 6 tol dalam kota. 

"Mempercepat pembangunan tol lingkar luar dan tidak membangun 6 ruas tol dalam kota yg akan menambah macet di Jakarta," cuit Anies lewat akun Twitter-nya sebelum ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, setelah menjabat, justru Wagub DKI Jakarta Sandiaga Uno mengungkapkan bahwa proyek 6 tol dalam kota tersebut akan ditargetkan selesai pada 2023. Tidak mungkin kan Sandiaga Uno mengungkapkan pernyataan tanpa sepengetahuan Anies. Artinya, janji mereka untuk tidak membangun 6 tol diingkari. Gubernur Anies tetap melanjutkan paradigma usang transportasi kota.

Untuk itulah saya mengajak kawan-kawan yang tidak ingin Jakarta tambah kusam dan udaranya beracun, untuk menandatangani petisi untuk Gubernur DKI Jakarta agar menepati janjinya. Petisi itu dapat dilihat di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun