Beberapa faktor penyebab adalah higienitas dapur, banyak dapur satuan pelaksana pengelola gizi belum memenuhi standard operasional, lemahnya pengawasan, tata kelola vendor yang buruk, sehingga penyebab terjadinya kasus keracunan pelajar karena konsumsi MBG ini dapat dikategorikan terjadi karena "Kegagalan Keamanan Pangan".
Kegagalan tersebut berarti melibatkan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang merupakan unit operasional MBG, yang berfungsi sebagai "Dapur Umum", memasak, mengemas dan mendistribusikan makanan ke sekolah-sekolah. Sehingga kasus keracunan terjadi dianggap sebagai kelalaian operasional SPPG.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai pelaksana dilapangan tidak dapat dipungkiri merupakan entitas bisnis atau unit usaha yang berorientasi mencari profit. Jika tidak diawasi dengan ketat akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas makanan, pelanggaran standard.
Sebagai entitas bisnis mereka bisa saja mengabaikan kualitas bahan baku, mengutamakan pembelian bahan baku termurah untuk memaksimalkan keuntungan, mengabaikan protokol kebersihan demi hemat biaya, dan selalu berusaha mencari celah untuk memperoleh keuntungan lebih dari alokasi anggaran per-porsi yang sebenarnya sangat minim.
Evaluasi, pengawasan, maupun penindakan akan sulit dilakukan karena telah terjadi konflik kepentingan yang terjalin dengan jaringan kekuasaan politik. Banyak vendor-vendor yang terlibat merupakan bagian dari jaringan lingkaran penguasa politik dan ekonomi, adanya orang dalam pemerintahan yang melindungi vendor.
Adanya dugaan afiliasi politik para vendor menjadi hambatan psikologis atau politik dalam evaluasi maupun penindakan kelalaian yang menyebabkan keracunan makanan dalam program MBG ini. Dengan demikian, publik dan legislatif harus tegas mendorong dilakukan evaluasi dan penindakan kearah lebih transparan sehingga tidak ada impunitas dalam kasus ini.
PERBAIKAN KELALAIAN OPERASIONAL
Kekuatiran publik adanya intervensi politik dalam operasional MBG ini harus dijawab secara transparan oleh pemerintah maupun penegak hukum demi meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan program pemerintah ini, bahkan harus berani memberikan sanksi tegas baik secara hukum maupun pencabutan izin atau penutupan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dengan demikian diharapkan akan terjadi proses perbaikan terhadap kelalaian teknis, peningkatan pengawasan, dan perbaikan proses penyiapan  bahan makanan, penyimpanan bahan baku, perbaikan proses memasak, dan terutama terpenuhinya standard kebersihan demi menghindari terulangnya keracunan makanan.
Melalui proses ketegasan evaluasi dan perbaikan ini diharapkan program peningkatan gizi ini jadi tepat sasaran, dan program pemerintah akan terealisasi mewujudkan generasi terpenuhi gizi menuju sumber daya manusia berkualitas dan unggul.
Semua itu hanya dapat terwujud jika dilaksanakan secara tulus, transparan dan bukan dijadikan hanya sebagai komoditi politik.