Kenapa generasi milineal atau Gen Z cenderung menyukai aliran pemikiran sosialis revolusioner?
Pertanyaan itu semakin relevan diajukan ditengah peristiwa ditemukan beberapa buku beraliran sosialis dari kalangan muda yang diduga turut melakukan demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu. Temuan itu bagaikan indikasi kalangan intelektual muda tengah gandrung melahap teori-teori aliran pemikiran kiri yang telah lama dijadikan musuh bersama yang menakutkan.
Apakah itu pertanda bahwa pemikiran sosialis revolusior yang kerap dikaitkan dengan komunisme tengah melanda kaum muda kekinian, dan apakah ini indikator aliran pemikiran itu bangkit kembali dari kondisi mati suri ?.
Runtuhnya tembok Berlin (1989), dan lahirnya kebijakan Glasnost dan Perestroika ala Mikhael Gorbachev yang kemudian menyebabkan Uni Soviet runtuh tahun 1991, ditanggapi oleh Samuel P Hutington sebagai pertanda berakhirnya perang dingin antara dua kutub Kapitalisme versus Komunisme. Sehingga pertentangan dimasa depan bukan lagi perang antar negara, melainkan sumber konflik selanjutnya adalah benturan peradaban (Clash of Civilizations), bukan benturan idiologi atau kepentingan ekonomi.Â
Sejak itu, dipermukaan nampak secara kasat mata muncul asumsi bahwa komunisme tidak relevan lagi, alias telah terkubur mati. Kapitalisme kemudian jadi aliran pemikiran atau idiologi alternatif pilihan sesuai panggilan zaman.Â
Lalu kenapa sekarang justru muncul trend meningkatnya minat kalangan anak muda menjadikan buku-buku sosialis revolusioner sebagai bahan referensi ? Â
Buku yang sedang banyak diburu diantaranya Das Kapital-nya Karl Marx,  The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism karya Max Weber, dan Madilog serta Aksi Massa tulisan Tan Malaka, maupun buku berjudul  Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme Karya Romo Franz Magnis Suseno.
Jika memang kapitalisme sebagai aliran pemikiran yang tengah jadi penguasa dunia saat ini, semestinya kalangan Gen Z justru menggandrungi The Wealth of Nations-nya Adam Smith, atau bukunya David Ricardo maupun John Maynard Keynes.
Tapi itulah ciri khas kalangan Gen Z, mereka sebenarnya tidak kemana-mana tetapi ada diantara semua itu. Bukan memilih satu diantara berbagai aliran pemikiran itu, tetapi melahap semuanya bagaikan sebuah proses penziarahan pengetahuan untuk mencari kebenaran dan jalan terbaik.
Gen Z sesungguhnya tengah menjelajahi dunia yang kini bagaikan berada di tengah "turbelensi" aliran pemikiran dunia atau ideologi yang bergerak tidak sempurna, penuh guncangan dan pusaran yang bisa saja menimbulkan gejolak maupun kekacauan.
Tetapi karena Gen Z identik dengan inklusif, mereka memiliki kemampuan mandiri, memahami isu global dan keberagaman secara kritis, realistis dan digital native, yaitu mahir dengan teknologi dan internet sehingga mudah memperoleh informasi atau pengetahuan tanpa batas, maka mereka mampu memahami trend dunia, persoalan ekonomi kekinian dan geopolitik.Â
Dunia mereka yang tanpa batas berkat kemajuan teknologi informasi, menjadikan mereka lebih berempati, toleran terhadap keberagaman, dan peduli terhadap isu-isu global, lingkungan, sosial dan keberlanjutan, yaitu berupa prinsif dasar pembangunan dunia yang berupaya memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi akan datang.
Idiologi Gen Z adalah keberlanjutan environmental, social, dan economic untuk merespon terjadinya krisis global berbentuk perubahan iklim, kelangkaan sumber daya alam dan kesenjangan sosial dengan visi mendorong pemikiran dan tindakan memastikan kelangsungan hidup jangka panjang umat manusia, mengupayakan pembangunan ekonomi tidak merusak kualitas hidup dan lingkungan.
Berkat pengetahuan Gen Z yang inklusif, menjadikan mereka ingin mendorong terciftanya dunia yang lebih baik dibandingkan yang sedang terjadi akibat ulah generasi sebelumnya.  Sehingga Gen Z nampak kritis dan  "progresif revolusioner".
Istilah  progresif revolusioner identik dengan sikap ingin mereformasi diri demi masa depan lebih baik lewat cara perubahan radikal terhadap tatanan lama secara revolusioner, atau perubahan cepat terhadap status quo untuk merealisasikan kondisi lebih baik kedepan (progresif).
Sikap dan aliran pemikiran progresif revolusioner seperti ini memang dengan mudah ditemukan pada buku-buku beraliran sosialis revolusioner yang saat ini banyak diburu kalangan Gen Z. Padahal aliran pemikiran tersebut sudah sempat sayup-sayup terdengar, bahkan banyak yang telah melupakannya.
Keinginan untuk menggali aliran pemikiran lama itu merupakan sebuah pertanda Gen Z memiliki keinginan untuk memahami sejarah pemikiran umat manusia seturut zaman sebagai landasan untuk mengeloborasinya jadi ide atau gagasan menghasilkan konsep ideal untuk kepentingan masa depan, terutama memecahkan masalah kekinian.
Gen Z pada realitanya sedang hidup di tengah kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja, perekonomian dunia saat ini menyisakan persoalan kesenjangan sosial maupun kemiskinan, demokratisasi menimbulkan konflik, terjadinya perubahan iklim atau pemanasan global.
Secara ideologi, kapitalisme ternyata tidak menjanjikan kehidupan lebih baik. Klaim benturan ideologi dan ekonomi yang akan digantikan oleh benturan peradaban ternyata justru melahirkan persoalan lebih runyam, yaitu munculnya gerakan fundamentalisme atas nama agama yang lebih "fragile"Â menimbulkan benturan keras antar sesama umat manusia.
Gen Z beranggapan pertentangan atas nama agama tidak sesuai dengan prinsif yang mereka anut, karena mereka menilai agama adalah urusan pribadi atau privilege seseorang. Gen Z berkat berinteraksi secara global  lewat internet semakin memahami dan menerima dengan baik arti penting pluralisme, berempati terhadap keunikan masing-masing sehingga bersikap toleran atau menghargai perbedaan, serta harus hidup berdampingan secara harmonis di tengah dunia yang plural atau multyculturalism.
Untuk mewujudkan visi kehidupan dunia yang lebih baik, Gen Z memang sedang berselancar mencari-cari akar masalah problem kehidupan masa kini lewat melahap banyak sumber literatur. Dengan memahami semua referensi itu bukan berarti mereka akan memihak atau memilih salah satu diantara aliran pemikiran yang pernah ada.
Gen Z justru tengah mencari alternatif aliran pemikiran berupa antithesis kapitalisme, sosialisme maupun komunisme yang dianggap relevan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan yang pernah dilakukan generasi pendahulu mereka. Karena mereka sadar bahwa apa yang pernah dilakukan generasi sebelumnya belum sempurna melahirkan atmosfir kehidupan yang terbaik.
Biarkan Gen Z mengarungi dunianya lewat melahap berbagai macam referensi, baik buku maupun internet, tanpa membabi buta memvonis mereka salah kaprah. Karena mereka sendiri kini hidup tak ubahnya bagaikan sedang berziarah bathin mencari format kehidupan yang lebih baik.
Mereka mengembara membaca buku aliran sosialis revolusioner sebagai upaya membandingkannya dengan literatur ilmu ekonomi modern (kapitalisme)Â sebagai salah satu langkah membangun konsep yang ideal seturut panggilan zaman mereka.
Kapitalisme dan Komunisme sendiri memiliki kekurangan dan kelebihan yang telah lama dipertontonkan sepanjang sejarah, sehingga jika memungkinkan maka Gen Z beruapaya meramu konsep yang lebih baik dari semua itu demi keinginan mereka menciftakan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Karena tidak adanya aliran pemikiran atau ideologi yang sepenuhnya dianggap sempurna, maka tidak ada salahnya jika Gen Z disebut bagikan tengah hidup di tengah kerasnya turbelensi ideologi dunia, dan mereka mencoba bertahan atau berupaya keluar dari kondisi itu menuju visi mereka menciftakan atmosfir kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan.
Untuk merealisasika visi-nya maka Gen Z berupaya belajar banyak dari pengalaman masa lalu sebagai sumber daya yang akan dipergunakan mereformasi diri maupun menata konsep yang lebih aktual serta relevan. Semua aliran pemikiran yang ada akan mereka gali dan simpulkan jadi mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga mereka tidak akan memilih salah satu diantaranya tetapi berada diantara semua yang ada demi dunia yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI