Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Childfree dalam Perspektif Magisterium Gereja

17 Februari 2023   19:08 Diperbarui: 18 Februari 2023   09:30 3360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: parist.id

Dari sisi religiusitas,  ajaran gereja atau magisterium jelas memandang perkawinan sebagai wujud sakramentalis, dalam perkawinan "Cinta kasih suami istri bercirikan menyatukan jiwa badan, bersifat tak terceraikan, dan kesetiaan dalam penyerahan diri timbal balik yang defenitif, dan terbuka pada keturunan" (Familians Consortio).

Kehadiran anak dalam perkawinan dipandang sebagai mahkota perkawinan dan cinta kasih suami istri.

Keputusan tidak memiliki anak dalam perkawinan (Childfree) bertentangan dengan ajaran moral gereja karena merupakan tindakan  dianggap "On the regulation on birth" atau pengaturan kelahiran. 

Paus Paulus VI, dalam Ensiklik "Humanae Vitae" (1968) melarang pengaturan kelahiran, termasuk larangan mempergunakan kontrasepsi. 

Karena pada essensinya perkawinan itu dipandang memiliki tujuan-tujuan primer (Fines Primarii) selain menghindari terjadinya percabulan, memiliki tujuan persatuan jiwa dan memperoleh keturunan. 

Paus Yohannes Paulus II dalam seruan apostoliknya "Familiarus Consortio", (22 November 1981) menyampaikan tujuan perkawinan adalah untuk kesejahteraan suami istri, dan kelahiran, serta pendidikan anak, dan hal itu merupakan "Consensus Consensualis", bukan "Consensus Realis".

Pengaturan kelahiran anak dalam perspektif gereja jelas dipandang bertentangan dengan prinsif ajaran moral gereja, dan dipandang tidak sesuai dengan kodrat manusia, khususnya perempuan.

Gereja Katolik sudah sejak lama membicarakan arti dan makna sesungguhnya perkawinan, hal ini dapat terlihat lewat Konsili Verona (1184).

 Lewat Konsili Verona gereja katolik pertama sekali menyebut perkawinan katolik berbentuk sakramen.

Konsili Terente (1545-1547) kemudian mempertegas kembali bahwa perkawinan orang katolik benar-benar merupakan sakramen. 

Kemudian Paus Benedictus XV, 27 Mei 2017, mengesahkan Kitab Hukum Gereja, yang isinya mengatur dan memandang perkawinan sebagai kesatuan tetap seorang pria dan seorang wanita dalam perkawinan, diteguhkan atas kesepakatan dan persetujuan kedua belah pihak berdasarkan sakramen Yesus Kristus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun