Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sistem Pendidikan di Indonesia, Desentralisasi Rasa Sentralisasi?

13 September 2022   19:06 Diperbarui: 18 September 2022   07:15 3075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa sedang belajara di kelas (Sumber: Kompas.com)

Pergeseran pendekatan sistem pemerintahan kita yang selama ini sentralistik menjadi desentralistik sejak diberlakukannya UU RI N0. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. 

Sistem pemerintahan tersebut telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk di antaranya adalah bidang pendidikan. UU RI No. 22, pasal 11 ayat 2, menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu urusan bidang pemerintahan yang pengelolaannya didesentralisasikan.  

Implikasi dari desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten atau kota untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah masing-masing.

Tujuan dari desentralisasi antara lain adalah peningkatan pembangunan ekonomi melalui modernisasi kelembagaan, peningkatan efisiensi manajemen, redistribusi tanggung jawab keuangan; demokratisasi; netralisasi pusat-pusat kekuasaan yang bersaing, dan peningkatan kualitas pendidikan (Weiler, 1993).

Imbas dari adanya desentralisasi pendidikan adalah lahirnya apa yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). 

Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (2000) MBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah (Bafadal, 2003). Dengan kemandiriannya, diharapkan:

  • Sekolah sebagai satuan pendidikan yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolah.
  • Sekolah dapat mengembangkan program-program sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
  • Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
  • Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan

Pertanyaannya, apakah sentralisasi pendidikan selama ini tidak efektif sehingga perlu ada desentralisasi? 

Winkler dan Weiler (1993) dalam penelitian mereka menunjukkan beberapa hal tentang efektifitas sentralisasi, yakni:

  • Keuangan: Alokasi dana dapat disesuaikan dan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi daerah
  • Keseragaman kebijakan dan program, untuk membangun konsistensi dalam kualitas, program dan kegiatan (misalnya, kurikulum, perekrutan, ujian, penyampaian layanan administrasi)
  • Penempatan tenaga-tenaga dapat disesuaikan dengan kemampuan SDM dan institusi mana yang membutuhkannya
  • Penyebaran inovasi, untuk menyebarkan perubahan lebih cepat ke seluruh sistem; dan
  • Pembelajaran yang lebih baik, kurikulum yang dikontrol dengan ketat dapat menjadi salah satu respon kebijakan untuk masalah guru yang berkualitas buruk.  

Lalu, mengapa perlu ada desetralisasi pendidikan? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita terlebih dahulu melihat beberapa konsep dasar tentang desentralisasi. Desentralisasi didefinisikan sebagai pengalihan kewenangan pengambilan keputusan, tanggung jawab, dan tugas dari organisasi yang lebih tinggi ke yang lebih rendah di semua tingkat atau antar organisasi. Ada tiga bentuk utama desentralisasi.

  • Dekonsentrasi biasanya melibatkan pengalihan tugas dan pekerjaan, tetapi bukan wewenang ke unit lain dalam organisasi.
  • Delegasi melibatkan pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari unit hierarki yang lebih tinggi ke unit hierarki yang lebih rendah, tetapi otoritas tersebut dapat ditarik atas kebijaksanaan unit pendelegasi.
  • Devolusi mengacu pada pengalihan kewenangan kepada unit otonom yang dapat bertindak secara independen, atau unit yang dapat bertindak tanpa terlebih dahulu meminta izin.

Belajar dari Negara Lain

Perlu dipahami bahwa tidak ada yang namanya sistem pendidikan yang benar-benar terdesentralisasi. Dalam pedoman kebijakan nasional, pelaksanaan keputusan yang terdesentralisasi akan dilakukan secara regional. 

Agar berhasil, pengaturan pembagian kekuasaan pusat-pinggiran harus menghindari masalah klasik yang sering dihadapi di Amerika Latin di mana tanggung jawab didesentralisasi tetapi tanpa otoritas, pelatihan, atau pembiayaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.  

Ada potensi bahaya sebagai akibat dari desentralisasi sistem pendidikan nasional dimana sistem regional atau kota mungkin berjalan dengan cara mereka sendiri. 

Untuk menghindari perpecahan, kita mengambil contoh Spanyol (1978), menerapkan konsep sistem pendidikan "satu bangsa" yang terdiri dari 17 bagian. Hal lain untuk memastikan bahwa sistem pendidikan di Spanyol tidak terpecah adalah:

  • Hanya pemerintah pusat yang dapat memberikan ijazah kelulusan (mengancam akan menolak akreditasi sekolah yang tidak mematuhi pedoman)  
  • Pelatihan dan penempatan guru dikelola secara terpusat; dan
  • Kementerian pusat mengontrol kalender akademik.

Berbagai macam model digunakan untuk mendesentralisasikan tanggung jawab keuangan. Di Argentina pada tahun 1978, pemerintah militer hanya menyerahkan tanggung jawab keuangan untuk 6.700 sekolah dasar nasional ke provinsi. 

Pada awal 1990-an, tanggung jawab keuangan untuk 3.578 sekolah menengah nasional (termasuk sekolah swasta teknis dan bersubsidi) yang kemudian di bawah kendali langsung Departemen Pendidikan, dialihkan ke provinsi (Consejo Federal de Inversiones, 1992). 

Formula pembiayaan pendamping diterapkan, di mana pemerintah pusat akan mentransfer dana ke pemerintah daerah untuk pembayaran gaji guru-guru yang akan dialihkan ke daerah.

Proposisi Desentralisasi Pendidikan

Desentralisasi jelas tidak datang dengan disahkannya undang-undang atau penandatanganan keputusan. Seperti kebanyakan jenis reformasi, reformasi itu dibangun daripada dibuat. 

Itu terjadi perlahan karena budaya organisasi harus diubah, peran baru yang dipelajari gaya kepemimpinan diubah (misalnya, bergeser dari pengendalian ke tindakan pendukung), pola komunikasi di balik, prosedur perencanaan direvisi (misalnya, bottom up dan top down), dan mengembangkan kebijakan dan program regional dikembangkan (Hanson, 1996b).

Berikut ini adalah beberapa proposisi desentralisasi pendidikan sebagai catatan penutup dari ulasan ini:

  • Ketika inisiatif desentralisasi mati, biasanya karena alasan politis dan bukan administratif / teknis.
  • Semakin kuat infrastruktur pengelolaan di tingkat daerah, peluang keberhasilannya semakin besar.
  • Lebih baik jika mentransfer otoritas ke daerah masing-masing hanya jika mereka memenuhi tes kesiapan tertentu, daripada ke semua daerah sekaligus terlepas dari kesiapan.
  • Desentralisasi secara bertahap memiliki peluang lebih besar untuk sukses daripada pendekatan "keluar-dengan-yang-lama dan-dengan-yang-baru".
  • Orang-orang yang telah menjadi bagian dari budaya organisasi yang telah mengelola sistem terpusat tidak terlalu efektif dalam mengelola sistem yang terdesentralisasi (kebiasaan lama dan selera kekuasaan sulit untuk dihilangkan)
  • Organisasi yang terdesentralisasi harus berfungsi sebagai pengumpulan bersama daripada hanya sebagai bagian yang independen.
  • Setelah desentralisasi berlangsung, kementerian pusat masih harus memiliki instrumen untuk menjaga agar daerah mengikuti kebijakan pendidikan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun