Buku BM Diah terbit, beliau memanggil saya ke ruangannya dan mengatakan, apakah Bung Dasman ingin berjalan-jalan ke Amerika Serikat? Saya menjawabnya, jika bisa perjalanan saya tidak sekedar berjalan-jalan, tetapi dikaitkan dengan tugas jurnalistik. Tetapi tidak ke Amerika Serikat, namun ke Irak melalui Uni Soviet. Beliau setuju.
Kenapa saya berpikiran harus ke Uni Soviet? (nama waktu itu. sekarang, Rusia). Bagaimanapun BM Diah pernah menganggap wawancara khususnya dengan Mikhail Gorbachev, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet di Kremlin pada 21 Juli 1987 sebagai mahkotanya sebagai wartawan, karena diliput dan dikomentari oleh berbagai pers dan disambut baik oleh tokoh dunia. Misalnya, Rajiv Gandhi, Perdana Menteri India waktu itu.
Selanjutnya surat agar diundang ke Irak, saya tulis. Tetapi setelah dibaca BM Diah, isinya kurang berkenan di hatinya. Ia pun menulis surat untuk saya. Setelah itu baru diberikan kepada sekretarisnya Eveline untuk dikomputerisasi.
Bagaimana pun BM Diah lebih suka menulis di mesin ketik, bukan di komputer. Hal ini juga dilakukan oleh Rosihan Anwar, wartawan Harian Pedoman. Sebelumnya Rosihan Anwar pernah bergabung di Harian Merdeka.
Orang-orang seperti BM Diah atau Rosihan Anwar tidak mau idenya langsung hilang jika sedang menulis, seperti listrik mati, sehingga ide awal hilang sama sekali. Itu sering terjadi jika menulis di komputer.
Setelah BM Diah menulis surat kepada Duta Besar Irak di Jakarta, Yang Mulia Zaki al-Habba, agar mengundang sekaligus memperkenalkan saya, barulah saya bersiap-siap menuju Irak, melalui Uni Soviet, nama waktu itu.
Tanggal 10 Desember 1992, saya meninggalkan Bandar Udara Soekarno-Hatta menuju Moskow, ibu kota Uni Soviet (sekarang Rusia). Setelah menempuh perjalanan dengan pesawat Aeroflot selama 13 jam dari Jakarta, saya tiba di Moskow. Di bandara, saya dijemput oleh koresponden Harian Merdeka di Uni Soviet, Svet Zakharov. Ia lalu membawa saya ke kediamannya dan memang selama tiga malam saya pergunakan waktu untuk beristirahat dan berkenalan dengan keluarga Svet Zakharov.
Saya berasumsi, nanti setelah saya dari Irak, barulah saya berkeliling di kota Moskow. Bagaimana pun, memang rute perjalanan saya yang sudah diatur, adalah dari Jakarta, Uni Soviet, Jordania, Irak dan kembalinya dari Irak, kembali ke Jordania, Moskow, Jakarta.
Tentang pesawat Aeroflot ini, perwakilannya kemudian ditutup di Jakarta, karena Bakin yang dipimpin oleh Jenderal LB Moerdani menyatakan bahwa manajer perwakilan Perusahaan Penerbangan Aeroflot yang beroperasi di Indonesia, Alexander Paylovich Finenko (36 tahun) terlibat sebagai mata-mata.
Itulah pengalaman saya bersama BM Diah, tokoh pers dan sekaligus tokoh pemuda yang menggerakan pemuda dalam "Angkatan Baru '45." Kepeduliannya kepada Dunia Ketiga, pada waktu itu, Irak menyemangati dirinya untuk meminta saya langsung berangkat ke Irak. Ia akan mendengar langsung situasi di Irak sesungguhnya dari saya. Kenapa demikian?
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa informasi selalu didominir oleh negara-negara Barat.