Mohon tunggu...
Ulinai
Ulinai Mohon Tunggu... Lainnya - Untuk menulis.

Mahasiswi Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sudut Pandang Masyarakat Indonesia terhadap Kaum LGBT

19 Januari 2021   22:48 Diperbarui: 19 Januari 2021   22:53 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat lebih dari 270 juta penduduk (data 2019) dengan banyak suku, budaya, dan agama, maka dari itu, banyak juga ragam manusia dan pribadinya. Ada yang heteroseksual, ada pula yang homoseksual. Ada yang memiliki identitas yang sama saat seperti pertama kali ia terlahir, ada pula yang lebih senang mengekspresikan dirinya dengan identitas yang berbeda. Sebagai negara yang memegang teguh nilai ketuhanan, seperti yang tertulis pada Pancasila sila satu, banyak warga Indonesia yang menggunakan alasan ini sebagai tameng untuk menolak mereka yang berbeda dari ajaran agamanya. Namun, Indonesia juga lah negara yang menjunjung nilai HAM, hal ini tentu dijadikan bahan pendukung bagi orang yang tak masalah dengan keberadaan kaum LGBT. 

Sejarah kaum LGBT di Indonesia dapat dikatakan bermula dari awal yang bagus, mereka bisa hidup seperti biasa, bahkan tenaganya diberdayakan untuk menjadi pekerja, namun karena ulah oknum yang tidak menyukai, maka dimulailah runtuhnya komunitas LGBT. Indonesia tidak memiliki hukum yang secara gamblang melarang atau mendukung keberadaan kaum LGBT, maka dari itu banyak masyarakat yang memiliki banyak persepsi yang berbeda-beda dan tidak dapat ditemukan titik tengahnya. 

Kekosongan hukum ini lah yang membuat masyarakat semena-mena terhadap kaum LGBT, ada yang menindas bahkan sampai tega mengusir dari rumahnya sendiri sekalipun mereka memiliki ikatan darah. Menjadi kaum LGBT tidak bisa dianggap benar, namun kita juga tidak bisa menganggapnya salah. Tidak semua orang setuju dengan keberadaan kaum LGBT, bahkan kaum itu sendiri. Banyak orang yang menolak mereka, namun ada juga yang menunjukkan dukungannya karena merasa mereka masih sesama manusia dan harus saling mengasihi. Berdasarkan pendahuluan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya melakukan penelitian dikarenakan opini masyarakat yang sudah tidak dapat dibendung dan kaum LGBT semakin terdesak keadaannya, banyak dari mereka terancam ditarik haknya hanya karena orientasi seksual. Namun, dikarenakan kaum LGBT yang semakin banyak, norma agama dan sosial pun akan terancam bergeser dan pemikiran masyarakat menjadi liberal.

METODE

Metode analisis yang dipergunakan dalam artikel ini adalah metode deduktif di mana contoh atau fakta yang tertulis merupakan uraian dari kesimpulan yang dikumpulkan. Dimulai dari mendeskripsikan isi materi dan kebenaran data yang diperoleh dari hasil studi pustaka tentang sejarah bagaimana munculnya kaum LGBT di Indonesia, hak dan kewajiban kaum LGBT dari perspektif HAM serta masyarakat Indonesia, juga bagaimana pemerintah baik hukum Indonesia berperilaku terhadap kaum LGBT. Teori yang disampaikan akan berlandaskan teori dan asas yang ada sehingga akan memperoleh kesimpulan yang objektif atas permasalahan yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isu LGBT sebenarnya sudah sering menjadi topik di Indonesia dan selalu mendapat sorotan, entah itu pro maupun kontra. Kemunculan LGBT sendiri masih merupakan misteri. Namun, dengan adanya keberadaan organisasi LGBT di Indonesia, tentu saja ada beberapa yang bisa terungkap. Sejak zaman Hindia Belanda, sudah ada komunitas LGBT. Pergerakan LGBT di Indonesia dimulai dengan adanya organisasi transgender pertama yang bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) yang difasilitasi oleh Gubernur Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin. Dulu, waria mendapat julukan wadam yang merupakan kepanjangan dari wanita dan Adam. Istilah wadam ini diperkenalkan sebagai pengganti banci atau bencong yang dipergunakan untuk menghina atau yang bersifat menghina.

Namun, kemudian Menteri Agama, Alamsyah, menciptakan istilah "waria" yaitu wanita pria karena Majelis Ulama Indonesia menilai bahwa menggunakan nama nabi Adam pantang digunakan untuk mengekspresikan pria yang berbeda dari apa yang sudah ada sejak lahir. Organisasi tempat berlindung para waria dulu mendapat dukungan dari pemda setempat yang umumnya diberikan melalui Dinas Sosial. 

Berdasarkan pemahaman yang menganggap bahwa  kaum waria adalah mereka yang cacat psikologis dan golongan yang kurang mampu, maka dari itu organisasi-organisasi mendukung kaum waria dan membantu mereka untuk menunjukkan bahwa mereka juga adalah bagian dari masyarakat yang berguna serta memperlakukan mereka seperti umumnya, yaitu dengan manusiawi.

Pada tahun 1986, kaum lesbian di Jakarta mendirikan Persatuan Lesbian Indonesia (Perlesin) karena merasa terdorong oleh pernikahan dua wanita pada tahun 1981 yang diliputi oleh banyak media massa. Organisasi ini tidak terlalu terkenal dan hanya bertahan kurang dari satu tahun. Selanjutnya pada 1985 didirikan organisasi gay pertama di Asia yang diberi nama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY). Namun, setelah tiga tahun berdiri, PGY mengalami kaderisasi sebagai konsekuensi dari organisasi yang berbasis identitas sosial dan massa mahasiswa. Kemudian, PGY mengubah namanya menjadi Indonesian Gay Society pada 1988.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun