Mohon tunggu...
Dashton Tjahjaputra
Dashton Tjahjaputra Mohon Tunggu... Siswa

Selamat pagi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pawaka yang Tak Padam

26 Agustus 2025   13:12 Diperbarui: 26 Agustus 2025   13:10 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pawaka bisa menghancurkan, tapi pawaka juga bisa menghidupkan. Sang api kehidupan menampakkan dua wajahnya: sisinya yang destruktif dan menakutkan, dan sisi hangat yang memeluk harapan.

Pawaka, atau api, merupakan simbol yang memiliki makna ganda yang kontras. Di satu sisi, kata ini dapat menggambarkan kerusakan seperti kebakaran yang melalap segalanya. Dalam wujud ini, pawaka dihubungkan dengan kekuatan destruktif yang sangat menakutkan dan tidak terkendali. Hal ini dapat dilihat dari kebakaran Peshtigo yang terjadi pada malam tanggal 8 Oktober 1871 di Wisconsin, Amerika Serikat. Bencana kebakaran ini menjadi salah satu kejadian yang paling mematikan, namun sering terlupakan oleh sejarah. 

Api yang melahap Peshtigo bukan seperti biasa. Ia tiba seperti badai neraka dan membakar hutan, ribuan rumah, serta menghancurkan segala disekitarnya. Angin kencang pada saat itu pun mempercepat penyebarannya, menciptakan pusat bara yang liar di udara. Saksi mata yang hadir pada saat itu menggambarkan situasi pada saat itu seperti ratusan hingga ribuan bola api yang jatuh dari langit.

Kebakaran dahsyat ini terjadi karena kombinasi cuaca musin panas yang ekstrem dan aktivitas manusia. Musim panas yang panjang dan kering membuat wilayah hutan di sekitar kota Peshtigo mudah terbakar. Pada masa itu, para pekerja dan pemukim masih terbiasa untuk menggunakan api untuk membuka lahan. Namun, pada malam tersebut, angin kencang menyulut api-api kecil yang terbentuk menjadi sebuah badai besar yang tak terkendali. Sebab bencana ini, kota Peshtigo pun rusak dalam hitungan jam. Lebih dari 1.200 jiwa tewas, menjadikannya bencana pawaka paling mematikan dalam seluruh sejarah Amerika Serikat

Namun, di sisi lain, api juga sering menjadi lambang semangat, khususnya sebagai suatu dorongan yang terus memotivasi seseorang untuk terus maju dan bertahan. Ternyata, api yang dapat membakar, juga bisa menghangatkan. Ia dapat berupa cahaya di tengah kegelapan dan nyala dalam diri seseorang yang tolak padam.

Dari Luka, Tumbuh Cahaya

Di tengah kehancuran harapan dan segala kegagalan, masih ada sebuah pawaka kecil yang menyala dalam dadanya, sebuah api yang tolak padam, menunggu waktunya untuk membakar terang lagi.

Di balik mata yang lelah dan napas beratnya sebab gagal terus-menerus, masih ada sebuah pawaka kecil yang menyala dalam dadanya, semangat yang menolak padam meski terus ditiup. Pawaka tersebut bukanlah api yang menyala di tengah keberhasilan, melainkan kobaran yang terus bertahan di tengah kehancuran segala harapan. Ia telah jatuh berkali-kali, segala impian yang dimilikinya pun hancur sebelum diberikan kesempatan untuk berbuah. Perlahan-lahan, semua pintu mulai tertutup dan tersisa sebuah lorong gelap. Meski demikian, ia tak pernah sepenuhnya hancur. Setiap penolakan yang dialaminya dan air mata yang mengalir justru menjadi bahan bakar sang bara kecil. Pawaka tersebut berperan untuk menghangatkan jiwa sudah membeku sejak lama.

Dalam keheningan, ia terus bertahan dan melangkah meski tersandung. Pada suatu malam yang sunyi dan dingin, muncul sebuah pertanyaan "Apakah semua ini sia-sia?" Dari sinilah, muncul jawaban bahwa kegagalan akan terus muncul dalam kehidupannya, tapi dia juga sadar bahwa keinginan untuk tidak pernah mundur dari tantangan tersebut selalu berarti bahwa masih ada harapan untuk maju dalam perjalanan hidupnya. Kemudian, harapan-harapan tersebut pun membuat pawaka kembali menyala, menari dan memberikan semangat di tengah segala rasa nyeri, dan menerangi langkah-langkah berikutnya.

Kini, ia bukan lagi manusia yang takut gagal, tapi bahwa orang yang menyadari bahwa terjatuh merupakan bagian dari perkembangan diri. Pawaka jiwanya tidak hanya menyala, tetapi sebagai arah panduannya. Ia menyadari bahwa orang luar biasa bukanlah dipandang dari berapa kali telah mengalami kemenangan, tapi berapa kali pawaka dalam diri mereka dapat menyala kembali. Baginya, meski pawaka tersebut tidak terlihat bagi orang lain, pawaka tersebut akan terus menari dan membimbingnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun