Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sumpah Pemuda dan Pendidikan Indonesia

24 Oktober 2017   20:46 Diperbarui: 24 Oktober 2017   20:58 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama ini yang sering kita kupas terkait dengan kongres Pemuda ke dua adalah apa yang kita kenal dengan sumpah pemuda. Namun pada kenyataannya pada rangkaian konggres pemuda ke dua itu ada beberapa hal yang dibicarakan. Kongres  sendiri dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.

Pada hari pertama, rapat diadakan di Gedung KJB Lapangan Banteng (Jakpus)  Dalam sambutannya, ketua PPPI Soegondo Djojopoespito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian pemuda Muhammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Selanjutnya pada hari ke dua, kongres membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomo Woelan dan Samidi Mangoen Sarkoro berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula mendapat keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Sedangkan rapat penutupan  dilangsungkan di Jalan Kramat Raya 106, pada kesempatan itu Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi.  Selain gerakan kepanduan . Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri: hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Dari agenda-agenda yang didiskusika selama konggres pemuda ke dua itu nampak bahwa para pemuda juga sangat sadar pentingnya pendidikan. Pendidikan dapat menjadi lahan untuk menyemai kebangsaan atau nasionalisme seperti yang disampaikan oleh Poernomowoelan (Purnomo Wulan) dan Samidi Mangun Sarkoro , juga dengan pendidikan bisa memperkuat persatuan bangsa sebagaimana diuraikan oleh Muhammad Jamin.

Melalui tulisan yang berjudul "Pendidikan yang Menyadarkan' (Kompas, 12 Mei 2016) penulis menungkapkan "Pendidikan Indonesia harus dapat menyadarkan peserta didik untuk menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya, manusia yang sadar sebagaia Individu cendikia dan hamba tuhan yan Maha Esa, yang harus mematuhi segala nilai-nilai yang diajarkanna (sesuai keyakinannya), manusia yang sadar sebagai pribadi dan warga negara dengan segala konsekuensi ,  tanggung jawab dan tuntutan ketaatan akan segala bentuk peraturan dan perundang-undangannya.

Proses penyadaran itu harus terus dilakukan melalui semua aktivitas pendidikan, baik formal, informal maupun non formal. Dalam pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi), proses penyadara harus terus diintegrasikan dalam proses pembelajaran/perkuliahan. Orang tua harus satu kata dengan sekolah dan guru dalam "mengindonesiakan anaknya" dengan bahu membahu sehingga diperoleh penyadaran kolektif seluruh komponen bangsa. Barang kali itulah yang disebut oleh Poernomo Woelan dan samidi Mangun Sarkoro pada hari Minggu, 28 Oktober 1928 dalam rangkaian Kongres Pemuda ke Dua. 

Dalam pandangan penulis, kondisi pendidikan Indonesia yang saat ini berorientasi untuk bisa "dijual" di pasar tenaga kerja dunia tidak akan mampu membangkitkan kesadaran kebangsaan /nasionalisme. Paradigma pendidikkan seperti itu jelas, akan teraplikasikan dalam kurikulum dan penerapannya dalam pembelajaran, semua berorientasi bagaimana agar out put kita bisa layak "jual" di pasar tenaga kerja. paradigma pendidfikan yang telah mengarah menjadi "baud dan mur" dari komponen-komponen mesin Industrialisasi harus dirubah menjadi mendidikan yang mengarah pada keutuhan hakekat manusia sebaga Abdullah dan halifatullah. Disinilah tugas berat kta sebagai suatu bangsa. Namun penulis yakin dengan karakteristik bangsa yang penuh gotong royong, bebal berat bangsa akan dapat dipikul bersama-sama.

Menjadi Indonesia melalui pendidikan bukan berarti disediakan materi husus Menjadi Indonesia dalam kurikulum pendidikan formal kita, seperti materi Wawasan Nusantara dulu, atau muatan moralnya melalui PMP (pendidikan Moral Panca Sila), namun ; lebih diintegrasikan dalam proses pembelajaran sebagai upaya pembudayaan langsung pembentukan karakter bangsa yang toleran. bijak dan santun dan gotong royong

Penekanan pada karakter Nusantara yang demikian dilandasi oleh kenyataan munculnya berbagai tragedy bangsa yang diakhibatkan oleh tidak diterapkannya karakter unggul bangsa Indonesia akhibat pendidikan cenderung menyeret pada euphoria kebebasan berpendapat dan bersikap yang tidak sepenuhnya sejalan dengan pesan-pesan luhur para pendiri bangsa bahkan dari fenomena yang Nampak pada outcome pendidikan kita yang justru lebih "liberal" dari mereka yang hidup di Negara liberal.

Untuk pembentukan karakter bangsa dengan pembudayaan melalui interaksi pembelajaran antara murid-dengan murid, murid dengan guru, bahkan antara guru dengan guru melalui tulisan ini kami paparkan konsep Pembelajaran Berkarakter Nusantara, dengan tujuh pilarnya yakni ; Proaktif, Antuasias, Saintifik, Toleran, Inspiratif, Bijak dan Santun yang diakronimkan menjadi Pembelajaran PASTI BISA. (Kompasiana, 7 April 2015).

Bagi penulis, apa yang terjadi pada kongres Pemuda ke dua sebagai "Melukis Masa Depan Indonesia" , dimana hal itu disadarai oleh para pemuda dapat dilakukan melalui pendidikan` Namun demikian, perlu disadari juga bahawa Penjajahan paling halus dan paling dahsyat daya destruktifnya adalah Imperialisme Pendidikan. Imperialisme Ghaswul fikri ini dapat memusnahkan Suatu bangsa Melalui pencerabutan jati diri, gaya hidup dan way of lifenya (seluruh Milah nya) dan mengikuti Jati diri, gaya hidup dan jalan hidup sesuai Milah penjajahnya (Imperalis).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun