Mohon tunggu...
Danu Supriyati
Danu Supriyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis pernah menempuh pendidikan jurusan Fisika. Dia menerbitkan buku solo Pesona Fisika, Gus Ghufron, Dongeng Semua Tentang Didu, Pantun Slenco, dan antologi baik puisi maupun cerpen. Semoga tulisannya dapat bermanfaat bagi pembaca. Jejak tulisannya dapat dibaca di https://linktr.ee/danusupriyati07

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menyiasati Budget Minim untuk Pengadaan Baju Adat

27 Oktober 2022   15:17 Diperbarui: 27 Oktober 2022   15:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menyiasati Budget Minim Untuk Pengadaan Baju Adat


Keputusan dari menteri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Mendikbud Ristek) tentang aturan pemakaian baju adat untuk seragam sekolah menuai pro dan kontra dari masyarakat.


Untuk masyarakat dengan ekonomi mapan tentu tidak masalah menyediakan budget untuk seragam baju adat. Untuk masyarakat golongan ekonomi lemah tentu banyak keluh kesah. Ibarat kata, seragam wajib saja kembang kempis dalam pelunasan masih harus terbebani baju adat. Keluarga dengan anak satu atau dua mungkin masih bisa terkondisikan. Lain halnya dengan keluarga yang anaknya banyak dan masuk jenjang sekolah semua tentu seragam baju adat menjadi beban berkali lipat.


"Makanya nabung biar tidak kalang kabut."


"Sudah tahu hidup susah, tidak mau KB."


Selentingan seperti di atas sudah jadi konsumsi publik. Saling menyudutkan dan menyalahkan sesama rival bukan hal aneh. Tidak memberi solusi justru menambah sakit hati.


Daripada memikirkan hal-hal sepele maka lebih baik mencari cara agar kebutuhan seragam baju adat anak-anak terpenuhi. Bagi masyarakat menengah ke bawah tidak penting memilih kostum dengan branded level tinggi.


Bagaimana cara menyiasati budget minim untuk pengadaan baju adat agar anak-anak dapat mengenakan sebagai seragam sekolah?


Pertama yaitu mencari baju adat yang sesuai dengan kondisi keuangan. Sekarang memang sudah jamak online shop yang menyediakan berbagai model baju adat dengan harga ramah di kantong. Namun jika belanja dengan sistem online sebaiknya mempertimbangkan resiko cacat produk. Karena belanja online hanya mengandalkan perkiraan diskripsi. Belanja online bisa dikatakan bermain spekulasi. Jika ada waktu luang bisa dipilih belanja secara langsung di pasar grosir. Selain harga murah, pembelian baju secara langsung dihadapkan dengan pilihan baju dengan model dan bahan variatif. Konsumen akan lebih puas karena dapat mengetahui secara nyata tekstur bahan dari baju adat tersebut. Bahkan meski harga jauh lebih murah dari toko, di lapak pasar grosir masih dapat bermain nego lagi sehingga dengan kecerdikan kita sebagai konsumen akan dapat untung ganda. Baju adat sesuai keinginan, bahan kualitas bagus dan harga yang jatuhnya lebih murah.


Kedua yaitu mengasah kreativitas padu padan (mix) baju dengan kain jarik, tenun ataupun sarung. Untuk baju anak lelaki bisa dikatakan lebih simple. Misalnya atasan kemeja, bawahan celana panjang terus dililit kain, sudah jadi baju adat sederhana gaya melayu. Dipadankan dengan ikat kepala selaras dengan kain lilit. Sedangkan untuk anak perempuan bisa menggunakan kebaya warisan orang tua karena kebaya ini tidak ada mati gayanya. Model jadul kembali hits di masa sekarang ini sedangkan bawahannya bisa menggunakan kain lilit. Untuk kepalanya tergantung pilihan  si anak. Bisa menggunakan hijab bagi yang muslim, bisa dengan gaya sanggul simple bagi yang non muslim. Di sini selain mengasah kreativitas orang tua juga menanamkan rasa percaya diri pada anak bahwa yang sederhana pun tetap menawan.


Ketiga yaitu membuat baju adat sendiri. Bagi orang tua yang memiliki keterampilan menjahit tentu bisa memakai jurus ini. Membeli bahan yang murah lalu dibuat pola sesuai keinginan. Di sini orang tua selain menghemat biaya bisa sekaligus mendapat penghasilan tambahan. Bisa promosi tipis-tipis pada orang tua yang lain mungkin berminat untuk ikut membuat baju adat dengan harga persahabatan.


Keempat yaitu membeli baju adat secara kolektif. Membeli baju adat partai besar akan menekan biaya pengeluaran. Hanya saja kekurangan berbelanja kolektif ini adalah model yang tidak bisa variatif. Jadi satu partai akan mendapat satu model yang sama.

Kelima yaitu bagi pemilik BSM dapat memanfaatkan bantuan guna pengadaan baju adat. Dana yang biasanya dicadangkan untuk kebutuhan sekolah bisa dialokasikan untuk keperluan ini.


Sekali lagi harapan masyarakat kepada Mendikbud Ristek semoga kebijakan tersebut benar-benar berdampak baik untuk bangsa ini. Memupuk rasa nasionalisme generasi penerus bangsa. Bukan sekadar untuk kepentingan politik semata.


Ajining raga saka busana sebuah pepatah Jawa yang berarti orang akan dihargai dari pakaiannya. Pakaian yang beradab menggambarkan kemuliaan akhlaknya. 

Mari kita menjadi warga yang senantiasa menjaga harkat dan martabat bangsa dari busana adat. Bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa tentu menyumbangkan berbagai busana adat yang variatif. Hal itu adalah kekayaan negara yang patut dilestarikan. Terima kasih


Kebumen, 27 Oktober 2022
Penulis : Danu Supriyati, S.Si

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun