Mohon tunggu...
Thording Sitohang
Thording Sitohang Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Kriminologi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dua Sifat Kebijakan Ekonomi "Logistik Vs Kapital-Sosial

20 Desember 2018   20:07 Diperbarui: 20 Desember 2018   20:36 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap pemimpin negara memiliki latar belakang yang mempengaruhi kinerja pribadi. Latar belakang ini akan muncul dalam kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk memberi panduan dalam memenuhi tanggungjawab. Dua aspek kebijakan dan kepemimpinan yang akan  dirasakan langsung oleh masyarakat adalah ekonomi serta, interaksi anggota pemerintahan dan masyarakat. Kebijakan ekonomi memiliki dampak terbesar pada masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari kegiatan pasar. Kebijakan ekonmi sangat menentukan kemudahan atau kesulitan masyarakat umum dalam mengakses kebutuhan sandang dan pangan.

Kebijakan ekonomi harus ditelaah secara mendalam. Dua efek yang harus diperhatikan dari kebijakan ekonomi adalah short-term dan long-term. Kedua efek berlaga seakan timbangan. Jika salah satu efek terlalu dominan maka, kesejahteraan masyarakat dirugikan. Kebijakan ekonomi yang lebih menekankan kesejahteraan short-term atau jangka pendek akan terlihat bagus di mata masyarakat. Namun, secara perlahan akan merugikan negara dan akhirnya dampaknya sampai ke masyarakat. Kebijakan ekonomi yang lebih menitik beratkan pada kesejahetraan long-term sangat bergantung pada eksekusi karena sangat besar kemungkinan pemenuhan kesejahteraan ekonomi masyarakat tidak terpenuhi saat telah habis masa tenggangnya.

Kebijakan ekonomi ini terbagi menjadi dua tipe yaitu, "Kebijakan Ekonomi Logistik" dan "Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial". Dua bentuk ekonomi ini sangat bergantung pada ideologi dan pemahaman pemimpin negara dan perangkat yang mendukungnya (i.e. Dewan Perwakilan Rakyat). Umumnya "Kebijakan Ekonomi Logistik" cenderung muncul dalam negara-negara yang bersifat diktatorial, militeristik, komunis maupun, fasis. "Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial" muncul dalam negara-negara yang cenderung bersifat liberal, beberapa negara sosialis juga memiliki kebijakan yang sama. Bentuk negara tidak begitu mempengaruhi baik republik maupun monarki, semua bergantung pada ideologi dan pribadi kepemimpinan. Kedua konsep kebijakan ini akan lebih jelas dalam pembedahaannya.

"Kebijakan Ekonomi Logistik" merupakan sistem ekonomi yang bergantung pada jumlah biaya yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Konsep ini sering muncul dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Kita ambil contoh di kampus, panitia meminta dana sesuai dengan rancangan kegiatan dari Badan Eksekutif. Dana tersebut dihabiskan sesuai rancangan agar kegiatan dapat dijalankan. Pola ini sangat umum dalam kegiatan besar yang berlangsung sekali per periode (Kartinian dan sejenisnya). Contoh terdekat lainnya adalah uang bulanan. Mahasiswa/i atau siswa/i diberikan dana dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhannya dalam bulan tersebut. Dana tersebut dihabiskan sesuai kebutuhan dan tidak dikembalikan lagi pada orang tua karena pada dasarnya mahasiswa/i ataupun siswa/i adalah tanggungan orang tua (kecuali mereka memiliki kerja sampingan). Namun, dalam keberlangsungan negara hasil penerapan ini berbeda. Manifestasi ekonomi ini dalam negara adalah dengan subsidi. Bentuk subsidi beragam, baik itu dalam suntikan dana untuk menurunkan biaya kebutuhan masyarakat atau dengan memberikan langsung uang negara kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun, konsep kebijakan ini tetap sama yaitu, biaya disiapkan negara untuk menambal pengeluaran masyarakat negara. Penerapannya tergantung pada negara. Negara diktatorial-militeristik, fasis, maupun komunis cenderung memberikan "dukungan" tersebut kepada seluruh masyarakat tanpa memperhatikan kelas. Beberapa negara memfokuskan pada masyarakat yang berada di kelas bawah.

Kebijakan tersebut bagus dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan kebijakan ditujukan agar masyarakat dapat membeli kebutuhan pribadinya tanpa ada hambatan. Pangan menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebutuhan listrik, air dan kebutuhan vital lainnya dapat dipenuhi oleh masyarakat. Karena topangan langsung oleh negara maka, masyarakat juga tidak terhambat dalam memenuhi tanggung jawab sebagai warga negara. Tanggung jawab seperti membayar pajak dan retribusi. Namun, dalam jangka panjang, "Kebijakan Ekonomi Logistik" memiliki dampak negatif yang besar. Kejatuhan Venezuela, pembubaran USSR, dan beberapa negara di Timur Tengah -- walau terdapat faktor lain seperti intervensi militer Amerika namun, itu bukan perhatian utama. Indonesia pernah mengalami dampak ini di tahun 1998. Penumpukan subsidi semenjak kekuasaan Soeharto berdampak ke daya beli penduduk sehingga, pangan sulit.

"Kebijakan Ekonomi Logistik" menitik-beratkan pada bantuan negara pada masyarakat bukan interaksi ekonomi konstan antara masyarakat dan negara. Bantuan negara ini nyatanya merupakan kompilasi investasi dan mayoritas investasi mati. Bantuan negara tidak mungkin dikembalikan lagi oleh masyarakat karena umumnya ditujukan untuk kebutuhan sehari-hari. Pangan tidak mungkin dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi layaknya emas atau tanah. Bensin yang dibeli akan dibakar dan menjadi gas. Gas tersebut tidak mungkin dijual kembali. Negara bergantung pada transaksi untuk bisa melanjutkan bantuan kepada masyarakat lokal. Jika, kegiatan ekonomi masyarakat rendah hingga non-eksisten negara tidak mampu mengisi kembali dana subsidi yang diberikan ke masyarakat. Alternatif lain adalah untuk meminjam ke negara lain atau badan yang telah disediakan perserikatan bangsa-bangsa (i.e. IMF). Peminjaman jangka panjang sangat buruk bagi negara. Dampak ke masyarakat saat utang negara telah jatuh tempo sangat besar. Analogi terdekat adalah layaknya balon berisikan air. Hutang negara dalam bentuk subsidi -- untuk dukungan kesejahteraan masyarakat -- adalah air dan balon tersebut adalah negara. Ketika, balon tersebut telah melebihi kapasitas maka, semua airnya akan tumpah.

            Sisi administratif "Kebijakan Ekonomi Logistik" seperti yang dibilang sebelumnya muncul dalam negara-negara yang diktatorial-militeristik, fasis, dan komunis. Alasan utamanya adalah karena kegiatan masyarakat benar-benar terpusat pada pemerintah. Hak asasi bersifat semu, tidak ada otonomi masyarakat. Kedua, umumnya sistem ekonomi ini diterapkan agar tidak banyak masyarakat yang melontarkan kritik pada pemerintahan. Pemenuhan kesejahteraan ini cenderung semu karena bermacam alasan. Di sisi lain, sistem ekonomi ini mudah sekali dikorupsi. Terbatasnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekonomi meminimalisir pengawasan kebijakan ekonomi. Minimalnya pengawasan, baik langsung maupun tidak langsung memberikan peluang besar bagi anggota pemerintahan dalam memanipulasi keuangan.

"Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial" nyatanya merupakan kebijakan ekonomi kapitalis. Namun, perbedaannya terdapat peran negara dalam pengaturan kinerja. Negara kapitalis murni bergantung pada persaingan sehingga, mereka yang lebih kompeten -- baik kompetensi benar (pintar, komunikatif, dan karismatik) maupun, kompetensi salah (licik, manipulatif, dan memiliki kapasitas karisma yang sama) -- akan lebih dominan, contoh: Amerika Serikat. Negara-negara yang menerapkan ekonomi kapital-sosial adalah negara-negara layaknya Skandinavia (Norwegia, Denmark, Swedia, Finlandia, dan Islandia). Kebijakan tersebut efektif dalam negara-negara tersebut karena jumlah jiwanya cukup sedikit (secara rasio demografi jiwa-luas tanah). Anggota parlemen dan masyarakat dapat saling berinteraksi dengan efektif. Interaksi tersebut baik hanya bersosialisasi maupun secara ekonomi. Untuk Indonesia, label yang digunakan adalah "Ekonomi Masyarakat" yang bergantung pada kreativitas masyarakat.

"Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial" menerapkan interaksi ekonomi secara konstan antara negara dan masyarakat pasar. Satu sama lain saling merawat keadaan ekonomi. Masyarakat menyediakan sirkulasi dana -- bukan hanya dana saja -- yang diperlukan negara agar ekonomi negara berkembang. Negara menyediakan biaya da kebijakan yang diperlukan agar masyarakat yang kurang mampu untuk berkontribusi dalam pasar bisa memulai bisnis. Kebijakan ini memiliki kecenderungan untuk menutup monopoli, menekankan ekonomi masyarakat langsung (i.e. industri rumah tangga). Siklus saling menopang ini membuat keadaan negara lebih stabil. Dalam jangka pendek, stabilitas kesejahteraan ini tidak terlihat (stabilitas semu) namun, jangka panjangnya sangat terlihat. Margin harga dapat berubah dalam hitungan hari maupun jam. Sebagai contoh fiktif: harga ayam panggang yang awalnya 20.000 di jam 12 siang, turun menjadi 18.000 di jam 10 malam. Perubahan bolak-balik (alternating) yang konstan ini salah satu kelemahannya. Hasil jangka panjangnya, masyarakat memiliki rentang pengeluaran yang jelas. Perubahan harga tidak akan drastis. Satu-satunya pengaruh terbesar dalam konsep ekonomi ini adalah ekonomi dunia. Karena, "Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial" yang nyatanya ekonomi kapitalis sangat bergantung pada persaingan. Krisis ekonomi dunia memiliki dampak yang besar. Namun, keadaan akan langsung menjadi normal ketika krisis telah dilalui.

"Kebijakan Ekonomi Kapital-Sosial" sangat menuntut pengawasan dan perawatan secara konstan oleh komponennya. Pengawasan tersebut ditujukan agar harga kebutuhan sandang, pangan, dan papan berada di dalam "rentang harga" yang konstan -- bukan dalam "harga" konstan. Tuntutan pertanggung-jawaban ini membangun masyarakat dan staf administrasi negara secara perlahan. Masyarakat harus bisa mendisiplinkan diri agar mampu memenuhi kebutuhan keseharian. Pendisiplinan pribadi ini seringkali dipandang negatif -- karena umumnya jarang ada orang yang mau dipaksa untuk disiplin secara pribadi, termasuk saya -- yang sebenarnya baik untuk masyarakat itu sendiri. Kesejahteraan yang diacu adalah kesejahteraan dalam kegiatan bukan, kesejahteraan yang disuntikan oleh negara yang justru membuat masyarakat cenderung malas. Juga, kebijakan ini menyulitkan bagi aparat yang ingin melaksanakan korupsi. Pengawasan konstan membuat kesalahan sedikit dalam komponen ekonomi terpampang secara jelas. Perubahan dalam pola pengawasan dan perawatan akan mengacu langsung pada pelaku -- sayangnya hanya efektif pada pelaku individual daripada pelaku organisasi.      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun