Mohon tunggu...
Dani Zahid
Dani Zahid Mohon Tunggu... MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UIN SUNAN KALIJAGA KELAS D NIM 24107030140

24107030140

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

HP di Sekolah: Dulu Dilarang, Kini Lumrah?

13 Juni 2025   02:04 Diperbarui: 12 Juni 2025   23:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi seorang siswa mengerjakan soal di kelas di bantu oleh smartphone (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 Masih ingatkah Anda bagaimana dulu ponsel adalah musuh utama di sekolah? Belum genap dua dekade lalu, pemandangan seorang siswa membawa handphone ke kelas adalah tindakan terlarang yang bisa berujung penyitaan atau bahkan hukuman. Ring tone yang berbunyi di tengah pelajaran bisa membuat suasana kelas hening mencekam. Namun, kini, coba lihat sekeliling. Ponsel bukan lagi barang haram, justru tak jarang menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas belajar mengajar. Dari alat komunikasi darurat hingga sumber informasi instan, handphone telah bertransformasi dari barang terlarang menjadi perangkat yang lumrah dan bahkan sering dianjurkan di lingkungan sekolah. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana sebuah kebijakan yang begitu ketat bisa berubah drastis? Artikel ini akan menyelami pergeseran paradigma ini, mengurai alasan di balik larangan keras di masa lalu dan mengapa kini handphone justru bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan. 

Mari kita kembali ke masa ketika handphone masih menjadi barang mewah dan simbol status. Di awal kemunculannya, keberadaan ponsel di sekolah bagaikan api dalam sekam---potensi masalahnya terasa lebih besar daripada manfaatnya. Para guru dan kepala sekolah punya alasan kuat mengapa perangkat mungil ini harus dilarang keras.

Alasan pertama dan yang paling utama adalah gangguan konsentrasi. Bayangkan, di tengah penjelasan guru yang serius, tiba-tiba terdengar ring tone polifonik khas Nokia 3310 atau getaran yang mengganggu. Seketika, fokus kelas buyar. Ponsel saat itu lebih sering digunakan untuk telepon, SMS iseng, atau bermain game sederhana macam Snake yang addicting. Ini semua dianggap pengalih perhatian utama yang merusak suasana belajar dan menurunkan efektivitas pengajaran.

Selain itu, ada ketakutan besar akan potensi kecurangan. Dengan mudahnya bertukar SMS, siswa bisa berkomunikasi saat ujian untuk saling memberi jawaban. Era itu belum mengenal pengawasan digital canggih, jadi ponsel adalah ancaman serius bagi integritas akademik.

Tak ketinggalan, isu kesenjangan sosial juga menjadi perhatian. Tidak semua siswa mampu memiliki handphone. Keberadaan ponsel di sekolah dikhawatirkan akan menciptakan jurang pemisah antara siswa yang punya dan yang tidak, memicu perasaan iri, atau bahkan perundungan (bullying). Sekolah ingin menciptakan lingkungan yang setara, dan ponsel dianggap mengancurkannya.

Terakhir, ada kekhawatiran soal keamanan dan kepemilikan. Ponsel adalah barang berharga yang rentan hilang atau dicuri, dan sekolah tidak ingin dibebani tanggung jawab atas insiden tersebut. Singkatnya, di mata institusi pendidikan kala itu, handphone adalah biang kerok yang lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat, sebuah barang yang harus dijauhkan demi menjaga ketertiban dan fokus belajar.

Waktu terus berjalan, dan handphone berevolusi jauh melampaui fungsi dasarnya. Ponsel pintar atau smartphone lahir, dan tiba-tiba, perangkat mungil ini bukan lagi sekadar alat telepon atau SMS. Ia bertransformasi menjadi gerbang menuju dunia informasi yang tak terbatas, sebuah perpustakaan mini di genggaman, dan alat serbaguna yang mampu melakukan banyak hal.

Pergeseran pertama dan paling fundamental adalah fungsi komunikasi yang esensial. Di era sekarang, smartphone adalah alat penghubung vital antara siswa, orang tua, dan sekolah. Dalam situasi darurat atau jika ada perubahan jadwal mendadak, komunikasi via grup pesan atau panggilan menjadi sangat cepat dan efisien. Orang tua merasa lebih tenang karena bisa menghubungi anak mereka kapan saja, dan sekolah bisa menyampaikan informasi penting dengan instan.

Lebih dari itu, smartphone kini diakui sebagai sumber belajar dan informasi yang luar biasa. Guru-guru mulai menyadari bahwa ponsel bukan lagi gangguan, melainkan perangkat edukasi yang kuat. Siswa bisa langsung mencari definisi kata yang tidak dimengerti, melakukan riset singkat untuk tugas kelompok, mengakses artikel ilmiah, atau bahkan melihat simulasi visual dari konsep pelajaran yang rumit. Aplikasi edukasi, kamus digital, dan platform belajar online semuanya bisa diakses melalui perangkat ini, mengubah smartphone menjadi alat bantu ajar yang interaktif.

Tak hanya sebagai sumber informasi, smartphone juga membuka jalan bagi inovasi pembelajaran. Proyek-proyek sekolah kini bisa memanfaatkan kamera ponsel untuk membuat video presentasi, merekam wawancara, atau mendokumentasikan eksperimen. Fitur-fitur seperti kalkulator ilmiah, timer, hingga aplikasi untuk membuat grafis sederhana juga sangat membantu dalam proses belajar. Ini mendorong kreativitas dan keterampilan digital siswa, mempersiapkan mereka menghadapi dunia yang semakin terkoneksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun