Mohon tunggu...
Nia singarimbun
Nia singarimbun Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa ilmu komunikasi di universitas sumatera utara.Tertarik pada dunia media,budaya,dan tulisan opini.Menulis untuk berbagi perspektif dan belajar dari sesama

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Maragading Harahap: Ketulusan yang Mengubah Desa dan Membangun Madrasah"

15 Juli 2025   21:33 Diperbarui: 15 Juli 2025   21:33 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi pribadi)

 "Di Balik Erupsi, Ada Suara dan Misi  yang Tak Pernah padam

di Bawah Kaki Gunung Sinabung."

 Gunung Sinabung masih menyisakan cerita panjang hingga saat ini. Asap kadang masih mengepul, tetap menjadi ancaman bagi masyarakat di Kabupaten Karo. Suara gemuruh dari perut bumi dan turunnya abu vulkanik menyebabkan banyak petani gagal panen. Erupsi, aliran lahar dingin, dan bencana lainnya bukanlah hal baru, tetapi luka yang terus terbuka bagi masyarakat yang tinggal berdekatan dengan gunung ini. Hari demi hari, selalu ada cerita baru yang terucap dari bibir warga sekitar yang melihat dan merasakan langsung dampaknya.

Mereka yang telah lama tinggal di sekitar Sinabung tak pernah berhenti berharap agar bencana ini segera berakhir, dan kehidupan mereka kembali normal. Mereka rindu akan kebersamaan dahulu, ketika masyarakat hidup damai berdampingan dengan Gunung Sinabung selama berpuluhpuluh tahun. Harapan itu terus tergambar di wajah-wajah warga Kabupaten Karo.

Di tengah situasi penuh ketidakpastian itu, seorang warga bernama Maragading Harahap menyalakan cahaya kecil. Ia bukan pejabat, bukan pula tokoh besar. Tinggal di Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, ia sangat peduli terhadap ibadah umat Muslim. Ia berpikir bahwa musibah yang sedang menimpa mereka adalah ujian dari Yang Maha Kuasa, agar penduduk lebih dekat kepada-Nya. Ia yakin musibah ini adalah teguran, agar mereka lebih tabah dalam menghadapinya.

Karena itu, ia membentuk sebuah perkumpulan dakwah Muslim di Desa Tanah Karo. Padahal ia tahu, hal ini bukan tanpa tantangan, bahkan bisa menimbulkan konflik di masyarakat karena mayoritas penduduk di desa tersebut adalah non-Muslim dan adat istiadat masih dijunjung tinggi. Ia menghadapi berbagai cobaan, meski ia bukanlah seorang ahli agama. Ia adalah sarjana pariwisata lulusan Universitas Sumatera Utara dan pernah bekerja di Hotel 8 Padang Bulan Pelangi Internasional.

Kisah ini bermula saat ia memutuskan merantau ke kampung halaman istrinya dan tinggal di rumah mertuanya. Di sana, ia menyewa ladang dan menjadi petani tembakau. Istrinya pun ikut menjadi buruh tani. Bersama, mereka berjuang menyekolahkan tiga anak laki-laki. Di balik kerja kerasnya, tumbuh niat dalam hatinya untuk berdakwah, meski belum tahu caranya.

Tahun 2010 menjadi titik balik. Erupsi Gunung Sinabung memaksa warga Desa Temberun mengungsi ke Desa Tiganderket. Di tengah kekacauan, Maragading melihat umat Muslim dan nonMuslim tinggal bercampur. Ia mengusulkan kepada BKM Masjid Nurul Islam agar umat Muslim ditampung di masjid. Bukan untuk memisahkan, tapi demi menjaga kekhusyukan ibadah. Awalnya, BKM ragu karena khawatir bantuan tidak mencukupi. Namun Maragading meyakinkan, "Jika niat kita demi kebaikan dan agama, Allah pasti bantu." Benar saja, bantuan mengalir dan tak satu pun pengungsi kelaparan.

Namun perjuangannya tidak selalu disambut baik. Ia dituduh memecah belah umat, bahkan diteror. Suatu hari saat duduk di warung kopi, ia mendengar seseorang berkata, "Itu pemisah umat. Bacok saja!" Tapi ia tetap fokus pada niat baiknya.

Tahun 2013, letusan kembali terjadi, lebih dahsyat dari sebelumnya. Warga panik dan berlarian tanpa arah. Bahkan ada yang membonceng istri orang karena dikira istrinya sendiri. Di tengah kekacauan, seorang warga meninggal dunia. Hanya tiga orang, termasuk Maragading, yang berani mengantarnya ke pemakaman. Meski warga lain menyarankan untuk menyelamatkan diri,salah satu barga berkata 'sudah selamatkan diri masing-masing saja gimana pun juga itu sudah meninggal". ia menolak, "Ini kewajiban kita sebagai Muslim." Setelah usai memakamkan jenajah iapun langsung ikut rombongan pengungsian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun