Banjir di Jakarta pada Senin (11/12), sontak menjadi obrolan warga kota. Tidak hanya bagi mereka yang terkena dampak secara langsung dari banjir, tapi juga diperbincangkan hangat oleh para warganet.
Akibat hujan hampir seharian, beberapa wilayah dikabarkan terendam air. Menurut beberapa sumber, banjir menggenangi jalan raya depan Kuburan Karet, Jalan Rasuna Said, Terowongan Dukuh Atas, Jalan Adityawarman dan jalan Pattimura.
Banjir juga terjadi di depan Kuningan City arah Tanah Abang. Selain itu, air juga menggenangi jalan Gatot Subroto. Dengan kondisi tersebut praktis hampir separuh Jakarta kemarin sempat lumpuh.
Melihat kondisi seperti di atas, ternyata tak selamanya para pemimpin wilayah itu segera mengambil tanggung jawab dan mengatasi problem dengan cepat dan tepat. Justru sebaliknya, banjir bagi seorang politisi bisa dimanfaatkan sebagai celah untuk menghantam lawan politiknya.Padahal, seorang pemimpin dinilai bukan karena jago 'ngeles'-nya, melainkan oleh kemampuan menyelesaikan masalah di sekitarnya.
Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta contohnya. Di tengah terjadinya banjir di Jakarta, Ia justru sibuk mencari berbagai alasan untuk menutupi kesalahannya.
Pada saat terjadi banjir kemarin ia menyatakan bahwa banjir tersebut karena terdapat 4 pompa yang rusak. Ia pun berjanji akan memperbaikinya.
Padahal rusaknya pompa itu sudah dilaporkan sejak 22 Oktober 2017 oleh petugas lapangan. Namun kenyataannya tidak ditindaklanjuti hingga terjadi banjir kemarin.Kemalasan menanggapi laporan itu, tentu akan membuat semangat pekerja di bawahnya akan mengikutinya. Karena pemimpin adalah cerminan dan teladan anak buah.
Selain itu, 'ketegasan' menyalahkan pihak lain juga menjadi ciri Gubernur DKI zaman now. Ia mengatakan, selain pompa yang tidak berfungsi, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta kemarin, juga disebabkan oleh tali air yang terhambat karena proyek pembangunan LRT dan MRT.
Apalagi setelah pergantian dari Gubernur 'galak' ke Gubernur 'santun' di Jakarta. Banyak perubahan ke arah negatif justru diperagakan, seperti preman kembali dibiarkan menarik parkir, Pasar Tanah Abang kembali semrawut, video rapat di Balaikota tak boleh disebarkan, dan banjir yang parah terjadi lagi.
Di panggung sebelah, politisi lain menggunakan 'bencana' banjir ini untuk menyerang lawan politiknya. Adalah Hidayat Nur Wahid, seorang mantan Presiden PKS dan mantan Cagub Gubernur beberapa tahun lalu. Ia berusaha mencuri panggung politik di saat banjir melanda Ibukota.
Ia menganggap banjir di Jakarta kemarin adalah salah Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia dengan gaya nyinyir menuduh Presiden Jokowi tak berbuat apa-apa untuk mengatasi banjir di Jakarta, sekaligus menagih janji untuk itu.Padahal, kalau kita fair justru di zaman Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, baru ketahuan bahwa gorong-gorong di Jakarta sejak tahun 1970-an itu tak pernah diganti. Ia pun langsung memerintahkan untuk diperbaiki.