Mohon tunggu...
daniel susilo
daniel susilo Mohon Tunggu... Lektor Kepala (Associate Professor) Communication and Digital Media Studies

Just my Personal Opinion

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Getir, Kerugian Capai Rp 2 Triliun: Namun Ada Harapan Besar untuk Film Indonesia

14 Juli 2025   19:30 Diperbarui: 14 Juli 2025   19:30 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi selama FGD (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Oleh: Daniel Susilo
(Peneliti dan Dosen, Ketua Tim Riset Terapan BIMA Dikti tentang Pembajakan Film)

Beberapa hari lalu, 8 Juli 2025 di Novotel Gajah Mada Jakarta, saya duduk di sebuah ruangan yang penuh dengan para raksasa industri perfilman Indonesia. Ada produser, sutradara, pemilik bioskop, perwakilan asosiasi, hingga pemerintah. Suasananya serius, penuh konsentrasi. Sebagai seorang akademisi, momen seperti ini; di mana riset bertemu dengan para praktisi; selalu membuat saya bersemangat sekaligus gugup.
Namun, di tengah semua diskusi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang kami selenggarakan di Jakarta itu, ada satu angka yang terus terngiang di kepala saya: Rp 2 triliun.
Ya, dua triliun rupiah. Itulah estimasi potensi kerugian ekonomi yang menguap dari industri film kita setiap tahunnya akibat pembajakan. Angka ini bukan sekadar statistik bagi saya. Ini adalah representasi dari keringat kru film yang tidak terbayar, ide kreatif yang dicuri, dan potensi pertumbuhan ekonomi kreatif bangsa yang terhambat. Hati saya, jujur, terasa getir.
Angka tersebut adalah puncak dari riset panjang yang saya pimpin bersama tim hebat dari BIMA Dikti. Saya, bersama kolega saya Dr. Endik Hidayat dari BRIN, serta Dr. Hilarius B.W. dan Marchelina Febe S., M.Si. yang memperkuat dari sisi psikometri, merasa memiliki sebuah "kegelisahan" akademis. Kami melihat pembajakan merajalela, tapi kami ingin memotretnya secara utuh, tidak hanya dari sisi "salah dan benar".
Selama tahun 2023 dan 2024, kami menyurvei 1.200 orang di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bali. Kami tidak hanya bertanya "apakah Anda membajak?", tapi kami menggali lebih dalam: "mengapa?".

Potret Suram, Namun Ada Cahaya di Ujung Lorong
Temuan kami melukiskan gambaran yang kompleks. Bayangkan, hampir 1 dari 3 responden (31,9%) mengaku mengakses film lewat jalur ilegal. Saat kami tanya alasannya, mayoritas (56,5%) menunjuk pada faktor ekonomi. Ini bisa kita pahami. Namun, yang menarik, alasan kedua terbesar adalah karena pilihan jenis film (39,1%).
Faktor pendorong utamanya? Kepraktisan dan kemudahan akses (65%). Ternyata, banyak orang membajak bukan karena niat jahat, tapi karena situs ilegal itu begitu mudah ditemukan dan diakses dari rumah (78,3% responden mengakses dari rumah). Ini diperparah oleh rendahnya literasi hak cipta dan minimnya kesadaran akan dampak buruk pembajakan.
Di tengah potret suram ini, kami menemukan secercah harapan yang luar biasa terang. Ternyata, penonton kita sangat mencintai film Indonesia!
Sebanyak 91,6% responden menyatakan suka dengan film buatan sineas lokal, dan 84,7% merasa kualitas film kita sudah setara dengan film asing. Ini adalah modal sosial yang sangat besar! Artinya, masalahnya bukan pada produknya, tapi pada ekosistem di sekitarnya. Penonton kita punya apresiasi, tapi belum diimbangi dengan literasi dan akses legal yang mudah dan terjangkau.

Menawarkan Solusi, Bukan Sekadar Mengeluh
Sebagai peneliti, tugas kami tidak berhenti pada penyajian data. Kami harus menawarkan solusi. Dari kegelisahan dan temuan inilah lahir sebuah model yang kami sebut Model LAP: Literasi-Apresiasi-Preventif.
Seperti yang saya sampaikan dalam forum kemarin, "Pembajakan adalah musuh bersama. Kerugian lebih dari Rp 2 triliun ini bukan angka main-main." Model LAP yang kami kembangkan adalah sebuah upaya holistik:
 * Literasi: Kita harus membuat masyarakat "melek" hak cipta. Bukan dengan bahasa hukum yang rumit, tapi dengan narasi yang menyentuh. Menjelaskan bahwa di balik satu film, ada ratusan perut yang harus dinafkahi.
 * Apresiasi: Kita perlu terus membangun rasa bangga dan cinta terhadap film Indonesia. Data menunjukkan rasa cinta itu sudah ada, tinggal kita pupuk bersama agar terwujud dalam tindakan nyata (menonton secara legal).
 * Preventif: Ini adalah langkah konkret. Kita perlu mendorong kebijakan dan teknologi yang mempersulit akses ke situs ilegal, sambil di saat yang sama mempermudah akses ke platform legal yang terjangkau.
Kami tidak ingin model ini hanya berhenti di atas kertas. Kami menargetkan peningkatan pemahaman hak cipta sebesar 25% dan penurunan potensi akses ilegal sebesar 15% melalui model ini.

Langkah selanjutnya? Kami akan berlari lebih kencang. Bekerja sama dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI), kami akan menguji coba model ini di lima kota besar: Jakarta, Medan, Makassar, Bandung, dan Surabaya, mulai Juli hingga September 2025.
Perjalanan ini masih panjang. Tapi melihat antusiasme para pemangku kepentingan kemarin, dan melihat data betapa besarnya cinta penonton pada film kita, rasa getir di hati saya perlahan berubah menjadi optimisme. Melawan pembajakan bukan sekadar perang terhadap situs ilegal, tapi ini adalah upaya membangun rumah yang lebih sehat dan berkelanjutan untuk sinema Indonesia.
Dan untuk itu, kami tidak bisa sendiri. Kami butuh dukungan semua pihak, terutama Anda, para penikmat film Indonesia.

Peserta FGD Mengabadikan Momen Kebersamaan usai acara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Peserta FGD Mengabadikan Momen Kebersamaan usai acara (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun