Mohon tunggu...
daniel lopulalan
daniel lopulalan Mohon Tunggu... Penulis - Student of life

Belajar berbagi. Belajar untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspada Banjir: Jangan Lupa Gembira!

25 September 2020   21:13 Diperbarui: 25 September 2020   21:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram @justine.balloteli/Tribunstyle.com 

Pengalaman banjir tentu banyak ceritanya. Tidak semuanya negatif, marah atau kesal. Banyak juga yang unik, menyenangkan bahkan membuat gembira. 

Kami memulai petualangan banjir saat pindah ke sebuah perumahan di daerah Pondok Ungu, Bekasi Utara. Kami pindah tahun 1999 dan tinggal sampai tahun 2002. Tiga tahun tinggal disana, dua kali kena banjir. 

Uniknya, banjir pertama datang saat kami merenovasi rumah. Barang barang kami pindahkan ke rumah depan yang lebih rendah dari rumah kami. Saat banjir datang semua barang kami terendam, sehingga kami harus memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi. 

Dimana itu ? Ya ke rumah kami sendiri ! Sungguh pengalaman yang menggelikan. Sejujurnya, saat itu kami memang sedikit jengkel. Baru saja barang dipindahkan, sekarang mesti pindah lagi. Tapi dipikir pikir, memang itu pengalaman yang lucu.

Anak kami juga termasuk suka kalau banjir. Sepertinya hanya anak anak yang menikmati banjir. Bermain berhadapan dengan kuda kuda bak pendekar kungfu.

Ciaaaat...tenaga dalam dikeluarkan....dan terdoronglah air dari telapak tangan yang terbuka ke depan....... pyaaarrrrr.... basahlah muka dan badan musuh di depannya.... hahahaha... mereka tertawa terpingkal pingkal.....

Berenang, bersepeda dan kejar kejaran saat banjir adalah hal lain yang disukai anak kami. Rasanya melihat anak-anak itu bergembira sedikit melonggarkan urat syaraf tegang kami melihat air yang tidak kunjung surut. 

Pengalaman kebanjiran mendapatkan jedanya saat kami mesti pindah ke Surabaya selama 3 tahun karena tugas kantor. Setelahnya kami balik ke Jakarta dan memutuskan pindah ke daerah Bintara Bekasi Barat.

Tentu bekal kebanjiran di tempat pertama membuat kami selektif mencari perumahan yang lebih tinggi. Melihat aliran air dan posisi perumahan di sekitar perumahan yang diincar. Setelah menimbang dst, melihat dst, kami memutuskan membeli rumah di daerah tersebut.

Pasti tidak banjir. Begitu pikir kami. 

Setahun kemudian hujan lebat datang. Itu tahun 2007. Jakarta terendam hampir seminggu. Hujan terus menerus turun tanpa henti. Akhirnya di minggu kedua, perumahan kami pun kebagian gilirannya. Tiga hari rumah kami kebanjiran. Itu lumayan horor juga. 

Kalau lampu mati keadaan gelap gulita tapi merasa aman karena colokan listrik yang terendam air tidak berbahaya buat kami. tapi kami kesulitan air bersih karena pompa air tidak menyala.

Kalau listrik hidup, kami senang karena lampu menyala dan pompa air hidup, namun ketar ketir karena colokan listrik bisa mengalirkan listrik melalui air yang tergenang. Akhirnya kami memutuskan untuk mematikan saja saluran listriknya. Biar aman.

Kami kebanjiran dua  kali dalam tiga tahun. sampai banjir kanal timur dibangun dan setelah itu keadaan menjadi lebih terkendali. 

Kami juga memilih tidak membeli sofa, piano dan rak buku cantik berbahan serbuk kayu karena tidak tahan dengan resikonya kalau banjir.

Waspada banjir sepertinya lebih mendominasi mental kami di rumah kedua ini daripada kondisi gembira. Walaupun kami tidak lupa juga untuk menjadikan kondisi itu sebagai saat untuk bermain. 

Bermain dalam rumah seperti membuat kapal kertas dan menaruhnya diatas air yang masuk ke dalam rumah. Ataupun  ketika air surut dan kami sibuk mendorong air keluar, anak kami malah sibuk bermain ski es di lantai rumah yang licin. 

Tentu saja dia terpeleset berkali kali, namun kami tertawa tawa bersama, rasanya menyenangkan sekali bisa bermain sebentar dalam kondisi seperti itu.

Tahun 2010 kami memutuskan pindah ke Serpong. Banyak alasan diluar faktor banjir, namun tentu itu salah satunya. Di sini kami bisa lebih tenang kalau sedang hujan lebat. Walaupun karena kami sering kebanjiran dulu, perasaan empati masih sangat mendominasi melihat banyak tempat tergenang di Jabodetabek. 

Waspada banjir memang harus kita perhatikan karena banyak hal kurang baik terjadi. Namanya juga bencana banjir.

Namun dari pengalaman kami, banyak hal kecil kecil bisa membuat kita tertawa bersama keluarga. Anak-anak minimal bisa mengusir rasa bosan mereka sambil menunggu air surut.

Tetap waspada. Tetap bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun