Sangat ironis, DPR yang merupakan lembaga negara yang paling tidak dipercaya rakyat, mengancam KPK, yang merupakan lembaga negara yang paling dipercaya dan diandalkan rakyat, dengan ancaman KPK tidak akan diberi anggaran, padahal anggaran itu berasal dari rakyat dan digunakan KPK untuk menjalankan tugasnya demi kepentingan rakyat.
Momentum Melakukan Pembersihan Besar-Besaran di DPR
Dengan memahami uraian tersebut di atas, dan bahwa KPK telah menilai Pansus Hak Angket itu tidak sah, dan bahwa menurut pendapat KPK, upaya untuk menghadirkan tersangka Miryam S Haryani, yang sedang menjadi tahanan KPK, dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan yang mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyidikan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau obstruction justice,yang bisa dipidana menurut Pasal 21 Undang-Undang KPK, maka sesungguhnya KPK sudah dapat menindak pimpinan dan anggota Pansus Hak Angket tersebut.
Tentu akan menimbulkan kegaduhan hukum dan politik besar jika sampai KPK melakukan tindakan hukum sedemikian terhadap 23 pimpinan dan anggota Pansus Hak Angket tersebut. Mereka pasti tidak akan tinggal diam, perlawanan pasti mereka lakukan dengan segenap kekuatannya, tetapi perlawanan mereka itu tidak akan berarti, jika partai politiknya sendiri tidak memberi dukungan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk bertindak sesuai dengan kewenangannya itu.
Pertanyaannya, apakah partai-partai politik itu akan bersikap demikian? Ataukah semua yang dilakukan oleh kader mereka di DPR itu memang justru merupakan pelaksanaan tugas dari parpol-nya masing-masing dengan misi yang memang untuk menggagalkan KPK mengusut tuntas kasus mega korupsi KTP-el itu, sekaligus untuk melemahkan, lebih baik lagi jika bisa membubarkan KPK.
Namun, untuk sekarang, sebaiknya, KPK perlu menahan diri dulu, tidak perlu bertindak sekarang, tunggu saja, apabila sejumlah anggota DPR dengan Pansus Hak Angket “ilegal” itu sudah semakin jauh melewati batas, sehingga sudah sedemikian mengganggu jalannya penanganan kasus mega korupsi KTP-el itu, sampai KPK tak bisa bekerja lagi (secara maksimal) mengusut kasus itu, maka tidak ada pilihan lain, selain KPK melakukan satu tindakan maha berani untuk menghadapi tindakan sejumlah anggota DPR yang sudah maha keterlaluan itu, dengan menetapkan mereka semua sebagai tersangka obstruction of justice, bilamana perlu dilakukan penahanan sekaligus secara besar-besaran.
Momen ini akan menjadi momen terbaik, bagi KPK untuk melakukan pembersihan di DPR secara besar-besaran dari gerombolan koruptor yang sudah lama menjadikan DPR sebagai sarang mereka.
Apalagi dukungan masyarakat kepada KPK pun semakin lama semakin menguat, di antaranya dengan pernyataan dukungan terhadap KPK, dan menolak Hak Angket terhadap KPK itu yang ditandatangani oleh 357 guru besar dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia (lihat lampiran di bawah).
Dalam menghadapi perseteruan hebat antara DPR vs KPK, yang semakin mengganggu kinerja dan mengancam keberadaan KPK itu, bahkan berpotensi membuat praktik bernegara menjadi kacau-balau, Presiden Jokowi tidak bisa lagi bersikap netral, seperti yang selama ini ia kemukakan.
Presiden harus segera bertindak menyelamatkan KPK, dengan menggunakan pengaruhnya di antara parpol-parpol pendukungnya, untuk membubarkan Pansus dan membatalkan pelaksanaan hak angket tersebut, karena sesungguhnya yang terjadi di dalam perseteruan itu adalah adanya segerombolan anggota DPR yang diduga terlibat dalam mega korupsi yang sedang diusut oleh KPK, yang justru memperalat dan memanfaatkan DPR sebagai tameng untuk melindungi mereka dari incaran KPK, sekaligus DPR juga dipakai sebagai alat mereka menyerang balik KPK agar menjadi lemah dan menghentikan pengusutan kasus tersebut. *****
Artikel terkait: