Mohon tunggu...
Dandy Dhytia
Dandy Dhytia Mohon Tunggu... Administrasi - Sarjana Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Learner

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ekspektasi Terhadap Kewajiban Pelaporan LHKPN yang Bertolak Belakang dengan Realita

22 Maret 2023   14:34 Diperbarui: 22 Maret 2023   15:25 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau singkatnya LHKPN merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk melakukan pemantauan terhadap penyelenggara negara yang memegang jabatan strategis, serta berfungsi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dilingkungan pemerintahan.

Sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyampaian LHKAN, yang mewajibkan bagi setiap Aparatur Negara untuk menyampaikan laporan harta kekayaan mereka. Aparatur Negara yang dimaksud, berupa Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"LHKAN ini merupakan kewajiban yang harus disampaikan bagi setiap aparatur negara, baik berupa LHKPN maupun SPT Tahunan," tertulis dalam Surat Edaran yang ditandatangani Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas pada 31 Januari 2023, dilansir dari laman resmi Kementerian PAN-RB.

Namun dalam kenyataannya, pemantauan terhadap harta kekayaan penyelenggara negara di LHKPN dinilai belum mencapai hasil yang maksimal dikarenakan masih terdapat beberapa penyelenggara negara yang melakukan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di lingkungan pemerintahan. Hal ini membuktikan bahwa masih adanya pejabat negara yang nakal melakukan perbuatan tercela tersebut.

Fenomena tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dilingkungan pemerintahan kini sudah menjadi hal yang lumrah dijumpai, sebab hal ini didasari dengan adanya hak istimewa yang dimiliki para pejabat negara yang mana menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pribadi, dalam hal ini ialah memperkaya diri sendiri. Penyalahgunaan kekuasaan tersebutlah yang menjadikan faktor utama banyaknya kekayaan tak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth) yang dimiliki para pejabat negara.

Seperti pada akhir - akhir ini, dimana telah terjadi kasus yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang bernama Rafael Alun  Trisambodo yang dilaporkan KPK telah mempunyai harta kekayaan senilai 56,1 Miliar Rupiah. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap harta kekayaan milik Rafael yang dianggap tidak wajar, sebab adanya ketidaksesuaian antara profil gaji Rafael selaku pejabat Eselon III dengan Laporan Harta Kekayaan miliknya.

Berdasarkan laporan KPK, bahwa terdapat beberapa harta kekayaan milik Rafael yang tidak terdaftar di LHKPN. Salah satu yang menjadi sorotan saat ini ialah mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson yang seringkali dipamerkan oleh keluarganya melalui akun media sosial mereka.

Perbuatan ini tentu saja bertentangan dengan peraturan perundang - undangan sebagaimana yang  telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang - Undang Nomor 28 Tahun Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Didalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa setiap  penyelenggara negara wajib melaporkan secara lengkap harta kekayaan yang dimilikinya, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat keluarga, pada saat pertama kali menjadi penyelenggara negara dan seterusnya selama masih menjabat.

Imbas dari adanya kasus tersebut, membuat kepercayaan publik menurun dan secara otomatis juga berdampak pada runtuhnya prinsip akuntabilitas dan transparansi atas segala aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara. Tidak hanya itu,hal tersebut juga menyebabkan masyarakat jadi mempertanyakan terkait integritas seluruh pegawai di jajaran Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Pajak dalam mengelola keuangan negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun