Mohon tunggu...
Benyamin ZidanMuhtadi
Benyamin ZidanMuhtadi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hi, Aku Mahasiswa FIKK UNY Prodi Ilmu Keolahragaan angkatan 2025

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Pancasila dan Kesenjangan Cabang Olahraga: Saat Sepakbola Mendominasi, yang Lain Terabaikan

13 Oktober 2025   21:29 Diperbarui: 13 Oktober 2025   21:29 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pancasila sebagai dasar negara menegaskan cita-cita luhur bangsa, salah satunya melalui sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip ini seharusnya berlaku di berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia olahraga. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan mencolok antar cabang olahraga di Indonesia. Sepak bola, sebagai olahraga paling popular, sering kali mendapat sorotan media, dukungan sponsor, hingga alokasi anggara yang jauh lebih besar. Sementara itu, cabang-cabang lain yang kerap menyumbangkan prestasi internasional seperti angkat besi, panahan, atau panjat tebing sering kali luput dari perhatian public maupun penghargaan negara. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah kita sudah benar-benar menerapkan Pancasila dalam Pembangunan olahraga nasional, atau justru membiarkan popularitas mendominasi keadilan?

Dominasi Sepak Bola

Tidak bisa dipungkiri, sepak bola menempati posisi Istimewa dalam ekosistem olahraga di Indonesia. Hampir setiap pertandingan tim nasional disambut dengan antusias, liputan media besar-besaran, dan dukungan finansial dari berbagai sponsor. Pemerintah pun cenderung memberi perhatian lebih pada cabang olahraga ini, mulai dari pembanguan infrastruktur stadion hingga alokasi anggaran pembinaan. Popularitas sepak bola juga membuatnya menjadi komoditas politik: kemenangan timnas sering kali dipakai sebagai symbol keberhasilan nasional, sementasa kegagalan menuai kritik yang luas.

Namun, dominasi ini menghadirkan konsekuensi yang cukup serius. Fokus yang berlebihan pada sepak bola membuat banyak cabang olahraga lain terpinggirkan. Padahal, dari segi prestasi internasional, tidak sedikit cabang non-sepak bola yang justru lebih konsisten membawa pulang medali bagi Indonesia. Ironisnya, kerja keras atlet-atlet tersebut sering tidak mendapat penghargaan yang setara dengan pamor sepak bola. Di sinilah letak ketidakadilan yang perlu ditinjau kembali dalam kerangka Pancasila.

Ketidakadilan bagi Cabang Non-Populer

Jika sepak bola selalu menjadi pusat perhatian, maka cabang olahraga lain sering kali berjalan di pinggiran. Atlet angkat besi, panahan, atau panjat tebing, misalnya, kerap berjasa besar dalam mengharumkan nama bangsa di pentas internasional, bahkan hingga Olimpiade. Namun, penghargaan yang mereka terima, baik dalam bentuk materi, liputan media, maupun dukungan public jauh lebih kecil dibandingkan para pemain sepak bola. Banyak mantan atlet dari cabang non-populer yang berakhir dalam kondisi hidup sederhana, bahkan kesulitan ekonomi, merki mereka pernah mempersembahkan medali emas untuk Indonesia.

Kesenjangan ini jelas mencerminkan ketidakadilan dalam sistem pembinaan olahraga nasional. Jika dilihat dari kacamata sila kelima Pancasila, kondisi tersebut bertolak belakang dengan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Olahraga seharusnya menjadi ruang yang merata dalam hal akses, kesempatan, dan penghargaan, bukan hanya bagi mereka yang berada di cabang popular. Dengan kata lain, ketidakadilan ini bukan sekadar soal olahraga, tetapi juga soal bagaimana nilai dasar bangs akita dijalankan dalam kehidupannya.

 

Perspektif Pancasila sebagai Solusi

Dalam kerangka Pancasila, olahraga seharusnya tidak semata-mata dipandang sebagai hiburan massal atau komoditas pasar, tetapi juga sebagai sarana membangun rakyat Indonesia yang berkeadilan, Bersatu, dan bermartabat. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menuntut agar olahraga dijadikan alat pemersatu yang merangkul semua cabang, bukan hanya yang popular. Demikian pula sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengingatkan bahwa setiap atlet apa pun cabang olahraganya, berhak memperoleh kesempatan, dukungan, dan penghargaan yang setara.

Jika nilai-nilai ini benar benar dijalankan, maka perhatian negara dan masyarakat tidak boleh hanya menumpuk pada sepak bola. Harus ada distribusi dukungan yang lebih adil bagi cabang-cabang olahraga lain yang berpotensi mengharumkan nama bangsa di panggung dunia. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya berhenti sebagai semboyan, melainkan benar-benar hadir sebagai pedoman etis dalam Pembangunan olahraga nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun