Mohon tunggu...
Danang DwiSasongko
Danang DwiSasongko Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Suka mengikuti perkembangan ekonomi, sosial dan politik dalam negeri sebagai bentuk peduli terhadap bangsa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangun Ekonomi Desa Lewat Makan Bergizi Gratis

20 Oktober 2025   21:48 Diperbarui: 20 Oktober 2025   21:48 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu PKK menyiapkan makan bergizi di dapur sekolah desa percontohan, 2025. 

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah punya potensi besar: bukan hanya menekan angka stunting, tapi juga menggerakkan ekonomi rakyat di desa-desa. Namun, agar benar-benar berdampak, program ini harus berbasis pemberdayaan lokal, bukan sekadar bantuan makan harian.

MBG Bukan Hanya Soal Gizi, Tapi Juga Ekonomi

Tujuan utama MBG memang menekan stunting. Tapi masalah gizi tidak selesai hanya dengan memberi makan sekali sehari. Stunting berakar dari gizi ibu hamil dan 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Justru kekuatan MBG ada di dampak ekonominya. Bayangkan jika setiap hari jutaan porsi makanan disiapkan di dapur-dapur lokal. Berapa banyak uang akan berputar di tangan petani, peternak, dan pedagang pasar tradisional?

Sayangnya, potensi ini belum terasa maksimal. Banyak bahan baku masih disuplai oleh perusahaan besar, bukan dari pasar lokal. Akibatnya, ekonomi desa tetap lemah meski program berjalan.

Dapur Sekolah dan Pasar Tradisional Sebagai Solusi

Agar manfaat MBG optimal, pendekatannya harus berbasis komunitas. Setiap sekolah bisa memiliki dapur sendiri, dengan bahan baku yang dibeli dari pasar tradisional terdekat.

Pendekatan ini membawa beberapa keuntungan penting:

  • Menggerakkan ekonomi lokal. Uang berputar di desa, petani dan pedagang kecil ikut tumbuh. Data BPS (2023) menyebut lebih dari 60% pedagang kecil masih bergantung pada pasar tradisional.

  • Makanan lebih sehat dan aman. Produksi dalam skala kecil (100--200 porsi per sekolah) lebih mudah diawasi kebersihannya. Penelitian Kemenkes (2022) membuktikan, keracunan makanan sering terjadi akibat distribusi massal yang tidak higienis.

  • Pemberdayaan masyarakat. Dapur sekolah bisa dikelola oleh ibu-ibu PKK atau kelompok warga, menciptakan lapangan kerja baru dan rasa memiliki terhadap program.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun