Mohon tunggu...
Danang Agus W.
Danang Agus W. Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menjadi Peramal, Bolehkah?

3 Januari 2014   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu."

Pribahasa tersebut kiranya cukup untuk mewakili kondisi sebagian orang pada saat ini. Kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengerti tentang apa yang sedang kita pikirkan. Begitu pula sebaliknya, kita juga tidak bisa menyimpulkan pemikiran orang lain hanya menurut persepsi kita semata yang pada kenyataannya kita memang tidak tahu apa yang mereka pikirkan. Hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita sehari – hari. Mulai dari hubungan percintaan, keluarga, berorganisasi, dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, dalam membina sebuah hubungan percintaan, baik pihak wanita atau pria cenderung menerka-nerka apa yang sedang dipikirkan oleh pasangannya daripada bertanya terlebih dahulu akar pokok permasalahan. Itu boleh saja selagi dalam batasan yang wajar. Tapi perlu di garis bawahi bahwa kita bukan peramal yang bisa seratus persen menebak pikiran dan membaca apa yang sedang orang lain pikirkan.

Kegiatan menjadi peramal semacam itu akan menghasilkan dugaan-dugaan serta kecurigaan yang hanya akan menimbulkan kepercayaan terhadap orang lain menjadi berkurang. Salah satu cara agar kita tidak menjadi peramal yang hanya menyimpulkan kebenaran menurut sudut pandang kita sendiri adalah dengan bertanya langsung.

Bertanya langsung kepada pasangan bagi sebagian wanita merupakan sebuah gengsi. Itu sering sekali terjadi ketika sedang membina hubungan percintaan. Karakter ke-gengsi-an sudah dibentuk dari lingkungan untuk tidak memulai terlebih dahulu daripada seorang pria. Hal tersebut yang membuat wanita tiba - tiba berubah menjadi seorang peramal. Untuk hal semacam ini wanita selalu menggunakan sinyal berupa kode. Mereka berharap si pria dapat menangkap sinyal tersebut kemudian menerjemahkan kode tersebut yang kemudian dapat memahami kode tersebut. Sayangnya kenyataan tidak selalu berbanding lurus dengan harapan. Yang terjadi adalah si pria tidak mengetahui apa yang diingikan oleh wanita. Mereka cenderung salah dalam mengartikan kode yang dikirimkan.

Para pria sering sekali terjebak dalam kumparan kode-kode membingungkan seperti itu. Yang ada bukan penyelesaian masalah yang kita dapatkan, tapi malah menimbulkan permasalahan baru. Perlu dipahami oleh seorang wanita, kalau memang rasa gengsi itu terlalu besar bolehlah menggunakan kode – kode semacam itu asalkan masih bersifat wajar. Wanita juga harus sadar terhadap resiko ketika menggunakan bahasa kode – kodean, jangan terlalu berharap pria bisa mengartikan kode yang dikirimkan secara akurat. Akan lebih baik jika bertanya langsung tentang kebenaran sebuah permasalahan. Momen yang tepat dan cara penyampaian yang benar adalah kunci dari terjalinya sebuah komunikasi yang efektif. Sehingga akar permasalahan yang ingin diketahui bisa semakin jelas kebenarannya.

Menjadi peramal pikiran orang lain merupakan ciri bahwa kurangnya kepercayaan terhadap orang lain. Khawatir dengan sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi. Mulai hargai diri kita sendiri. Kalau memang kita memiliki prasangka buruk terhadap orang lain, lebih baik kita cek terlebih dahulu tentang kebenaran prasangka tersebut. Boleh jadi apa yang sedang kita pikirkan hanyalah sebuah pembenaran-pembenaran yang hanya menuruti ego diri sendiri. Yang kita cari adalah kebenaran bukan pembenaran-pembenaran untuk meyakinkan diri dengan apa yang ada dalam pikiran. Bekali seseorang dengan kepercayaan, dan biarkan kejujuran menuntunya untuk kembali.

Menjadi peramal pikiran orang lain bukan merupakan perkara boleh atau tidak boleh. Itu sebuah pilihan. Dan semoga kita bisa lebih bijak dan dewasa dalam setiap melakukan mengambil keputusan terlebih untuk diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun