Mohon tunggu...
Damar Juniarto
Damar Juniarto Mohon Tunggu... Penulis - Changemakers Rest of the World 100 Global Tech 2022 • Anugerah Dewan Pers 2021 • Trust Conference Changemakers 2021 • IVLP 2018 Cyber Policy and Free Expression Online • YNW Netizen Marketeers Award 2018

Damar Juniarto adalah aktivis hak asasi manusia yang dikenal dengan karyanya tentang hak digital dan kebebasan berekspresi online di Asia Tenggara. Sejak 2013, ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif SAFEnet. Dia juga menjabat sebagai Penasihat di DigitalReach, sebuah organisasi regional yang menyelidiki dampak teknologi terhadap hak asasi manusia di Asia Tenggara. Damar telah menerima penghargaan atas karyanya, termasuk pengakuan sebagai salah satu Changemakers Rest of The World pada tahun 2022 dan Anugerah Dewan Pers di 2021 karena mempromosikan kebebasan pers di Indonesia. linktr.ee/damarjuniarto

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Punya Mimpi, Tapi Gak Punya Duit? Tenang! Ada Angin Segar dari Crowdfunding

23 Mei 2012   11:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:55 2794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu mentok mencari biaya untuk proyek-proyek idealis, memulai bisnis awal dari impian, atau menginisiasi gagasan kemanusiaan? Kini ada yang baru di ranah media sosial kita! Dengan memanfaatkan internet, ada new media yang dikhususkan untuk menjaring dana masyarakat yang nantinya dipergunakan untuk membiayai impian ini. Kalau buntu cari dana, tak ada salahnya untuk mencoba jalur ini.

[caption id="attachment_183176" align="aligncenter" width="500" caption="Crowdfunding alias dana keroyokan (dok. pribadi)"][/caption] BETAPA banyak ide segar dan inisiatif mulia harus pupus gara-gara tidak ada pendanaan. Kita sering saksikan itu, barangkali malah kita pernah jadi bagian dari upaya itu. Tapi ada kabar gembira bagi semua kita. Cobalah buka beberapa situs ini: Wujudkan (http://www.wujudkan.com), GAGAS! (http://gagas.web.id), dan Patungan (http://www.patungan.net), maka Anda akan merasakan ada 'angin segar'. Ketiga situs itu adalah beberapa contoh situs "crowdfunding" di Indonesia. Merujuk pada definisinya, situs "crowdfunding" ini diperuntukkan bagi menggalang dana keroyokan dari masyarakat untuk mendukung usaha inisiatif seseorang atau organisasi, dengan tujuan untuk galang dana bencana, jurnalisme warga, atau seniman yang butuh dukungan penggemar, kampanye politik, pembiayaan bisnis awal, proyek film, atau pembiayaan software gratis. Meskipun mengunakan cara yang kurang lebih sama, yakni "Web-based fundraising" yang kemudian dialihnamakan menjadi "crowdfunding", ketiga situs ini memiliki alasan pendirian yang berbeda-beda. [caption id="attachment_183181" align="alignright" width="300" caption="Screenshot Wujudkan.com (http:/www.wujudkan.com)"]

1337772136993322142
1337772136993322142
[/caption] Misalnya, Wujudkan yang dikelola oleh Founder Institute yang didirikan oleh Mandy Marahimin, Dondi Hananto, Wicak Soegijoko, Zaki Jaihutan. Situs ini didirikan untuk artis, seniman dan kreator Indonesia agar mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk mewujudkan karya kreatif mereka. Dengan ajakan besar yang diletakkan di halaman pertama situsnya, "Ayo bersama dukung karya anak bangsa dengan bergabung menjadi kreator, donatur, atau suporter di wujudkan.com. Partisipasi kalian adalah masa depan bangsa Indonesia!" tampak jelas bahwa situs ini berupaya melibatkan pengunjung untuk jadi bagian penentu masa depan bangsa. Beberapa proyek yang menonjol di Wujudkan adalah Papan untuk Semua: Atap untuk Rumah Uay oleh Yu Sing. Yu Sing adalah seorang arsitek yang ingin membangun atap bagi Uay, seorang tukang ojek. Dana yang dibutuhkan Rp 3 juta dan segera terkumpul dalam hitungan hari. Apakah selalu proyek yang sederhana? Ternyata tidak. Bahkan sutradara dan produser sekelas Mira Lesmana dan Riri Riza menggunakan Wujudkan untuk membantu proyek film Atambua 39° Celsius. Batas waktu pengumpulan dana sebesar Rp 300 juta sampai akhir Mei 2012 ini dan hari ini paling tidak sudah 84% total dana sudah terkumpul. [caption id="attachment_183182" align="alignright" width="300" caption="Screenshot Gagas! (http://gagas.web.id)"]
13377722621445715508
13377722621445715508
[/caption] Lain dengan GAGAS! yang lahir dari obrolan kecil pegiat Politikana.com. Intinya lewat GAGAS! hendak diupayakan adanya langkah gotong royong untuk mendanai setiap ide atau gagasan warga negara Indonesia. Berbeda dengan Wujudkan, GAGAS! berkonsentrasi dalam tiga sektor, yaitu Sosial, Politik, dan Kewirausahaan (Ekonomi). Sekarang ini baru satu proyek meminta uluran dana dari publik, yakni A 24 Hour Illustration Competition. [caption id="attachment_183183" align="alignright" width="300" caption="Screenshot Patungan.net (http://www.patungan.net)"]
1337772298437055806
1337772298437055806
[/caption] Bagaimana dengan Patungan? Patungan didorong oleh kelompok Aikon, yang sejak 1994 berupaya mendorong keterbukaan berpikir di masyarakat Nusantara, dan sejak 2011 berada di bawah Yayasan Pikir Buat Nusantara. Patungan yang ditujukan untuk membiayai kegiatan kewirausahaan semata menggandeng sejumlah pihak seperti: Grafisosial, Hivos, Institut Sejarah Sosial Indonesia, Rujak, dan Yayasan Ruang Rupa. Craft for Change adalah proyek yang sukses didanai lewat Patungan. Craft for Change merupakan upaya sekelompok perempuan dalam Circa workshop untuk mendayagunakan anggotanya melalui kegiatan membuat boneka dan sashiko yang dalam penjelasan proyek meminta bantuan dana sebesar Rp 50 juta untuk mendirikan pondok bagi kelompok ini. Gejala Mendunia Sejarah mencatat "crowdfunding" bukan hanya terjadi di Indonesia belakangan ini, tetapi memiliki riwayat sejak tahun 1997. Boleh percaya atau tidak, inovasi pendanaan lewat situs ini justru dimulai oleh sebuah band rock Inggris bernama Marillion. Steve Hogart, pentolan band Marillion ini menulis email pendek: 'how would you guys feel about buying a record we haven't made yet - because if you did we'd be really grateful'. Dalam tempo singkat, emailnya itu dapat respon. Para penggemar band itu diikutsertakan dalam penggalangan dana kolektif dan berhasil mengumpulkan sebanyak 60 ribu dolar Amerika untuk membuat album baru. Sejak sukses Marillion itu, metode yang sama digunakan dalam rilis album Anoraknophobia, Marbles, dan Happiness Is the Road. Dari Inggris, giliran Amerika memulai. ArtistShare muncul sebagai situs "crowdfunding" musik pertama di tahun 2000, kemudian disusul oleh Sellaband (2006), IndieGoGo (2008), Pledge Music (2009), Kickstarter (2009), RocketHub (2009), Rock The Post (2011) dan PleaseFund.Us (2011). Tak cukup di musik, "crowdfunding" dipakai juga di film. Franny Armstrong adalah perintis "crowdfunding" untuk film berjudul "The Age of Stupid". Dana yang terkumpul £450,000 dari 223 individu dan kelompok yang menyumbang antara £500 hingga £35,000. [caption id="attachment_183191" align="aligncenter" width="500" caption="Screenshot Kickstarter.com (dari Plantostart.com)"]
1337775132991340681
1337775132991340681
[/caption] Dan kini dunia maya sudah menawarkan begitu banyak situs "crowdfunding" dengan berbagai kekhasan. Yang paling terkenal adalah Kickstarter yang menjadi semacam batu penjuru kesuksesan "crowdfunding". Paling tidak sudah lebih dari 13.000 proyek berhasil didanai lewat jalan ini dan angka ini terus bertambah. Peminat baik yang menawarkan proyek hingga yang ingin mendanai tak pernah sepi mengunjungi situs ini. Indie Go Go punya cerita hebat lain. Situs ini mengklaim telah mensukseskan 30.000 kegiatan di 194 negara. Begitu juga situs-situs crowdfunding lain seperti WeFunder, Startup Addict, Quirk, dll. Menguatnya Masyarakat lewat Social Media Geliat baru New Media ini mengindikasikan bahwa kepercayaan sosial (social trust) pun dapat terjadi di social media dan kemampuannya untuk melibatkan para pemimpi dan para pendukung mimpi dalam satu wadah menunjukkan bahwa masyarakat mulai menguat. Menguatnya masyarakat lewat Social Media ini saya pandang sesuatu yang perlu di tengah kemampuan negara untuk mewujudkan ide kreatif dan inisiatif kemanusiaan semakin lemah dan terkesan memarjinalkan. Proyek-proyek yang rentan korupsi dan bermuatan kepentingan partai lebih diperhatikan dibanding proyek sesederhana impian arsitek bernama Yu Sing untuk membangun atap bagi seorang tukang ojek. Terus terang, saya angkat topi pada kemunculan situs-situs "crowdfunding" di Indonesia yang di tahap ini paling tidak sudah mensukseskan beberapa kegiatan. Tentu saja jangan dibandingkan dengan situs "crowdfunding" luar. Siapapun di belakang gagasan ini, dan siapapun yang kemudian terlibat di dalamnya baik sebagai inisiator gagasan atau pendukung dana dalam pendapat saya wajib mendapatkan rasa hormat dari semua kita. Jadi, jangan kubur mimpi dan idealisasi Anda. Kalau ada, tuliskan dan kemudian ajukan segera lewat situs-situs "crowdfunding" yang ada. Semoga dibukakan jalan agar programnya menjadi nyata. [dam] Sumber penulisan: 1. Definisi Crowdfunding dari Wikipedia 2. Sejarah Marillion merintis crowdfunding dari BBC 3. 10 Situs Crowdfunding luar dari Plan To Start

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun