Pendidikan Pancasila sering dianggap sebagai mata kuliah wajib yang "hanya formalitas" di banyak perguruan tinggi. Padahal, jika dipahami lebih dalam, Pancasila bukan sekadar bahan ujian, melainkan fondasi karakter mahasiswa Indonesia.
Kehidupan kampus adalah miniatur masyarakat. Di sana ada perbedaan suku, agama, pandangan politik, bahkan gaya hidup. Jika tidak diikat oleh nilai kebangsaan, potensi gesekan sangat besar.
Pancasila hadir sebagai pedoman agar perbedaan bisa dirangkai menjadi kekuatan, bukan pemecah. Misalnya, sila ke-3 (Persatuan Indonesia) mendorong mahasiswa tetap kompak meski berbeda latar belakang.
Tantangan Pendidikan Pancasila di Kampus
1. Anggapan Membosankan
Banyak mahasiswa menilai mata kuliah ini hanya berisi hafalan. Padahal, esensinya justru pada penerapan dalam kehidupan nyata.
2. Kurangnya Relevansi dengan Kehidupan Mahasiswa
Jika materi hanya disampaikan dalam bentuk teori, mahasiswa sulit menghubungkannya dengan persoalan sehari-hari, misalnya intoleransi di media sosial atau budaya akademik yang tidak jujur.
3. Minimnya Praktik Nilai
Kampus kadang gagal menjadi contoh. Korupsi kecil-kecilan, budaya menyontek, atau diskriminasi justru bertentangan dengan nilai Pancasila.