Dulu, sekolah berasrama itu hanya dipunyai oleh pondok pesantren dan diniyah. Dan kedua lembaga pendidikan itu, pesantren dan diniyah dinilai berhasil membentuk siswa dan santrinya, sehingga jadi contoh dalam penerapan sekolah berbasis asrama.
Dari 1988-1992 saya nyantri di Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pesantren berbasis surau dan semua santrinya tinggal di asrama yang juga sebagai surau tempat ibadah.
Zaman itu, surau dan asramanya tiga unit. Pusatnya Surau Baru. Surau Baru ini dua pula, Surau Ateh dan Surau Bawah.
Surau dan asrama kedua, Surau Tabiang. Terletak di Rambatan. Dan surau yang juga asrama ketiga adalah Surau Tungga.
Saya saat masuk pertama tinggal di Surau Tabiang. Surau ini milik H. Kakan, salah seorang guru pesantren itu. Dia juga santri di tahun 1960 an, dan kemudian beristri di situ.
Lama saya tinggal di situ. Pertama, Mahyuddin, nama guru yang mendampingi tiap hari dan malam di situ. Belakangan, Mahyuddin sibuk, lalu didatangkan dua orang guru dari Surau Baru, yakni Zamzami dan Ismael.
Pelajaran yang paling berharga dalam membentuk jiwa disiplin santri yang saya rasakan, adalah pelaksanaan shalat lima waktu secara berjemaah.
Mengaji dan belajar sesuai jadwal. Ada yang melanggar aturan, sanksi langsung dilekatkan ke santri yang bersangkutan.
Pengalaman saya, pernah suatu ketika saya tak masuk mengaji karena seorang teman mencari belut di sawah.
Saking asyik mencari belut, sampai jauh dan waktu mengaji tak lagi mungkin terkejar.