Mohon tunggu...
Damae Wardani
Damae Wardani Mohon Tunggu... broadcaster, MC -

"Write to look for the meaning of life." Tinggal di http://jalandamai.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ngeblog dan Ngetwit Jangan Pake Hati

5 Maret 2016   05:43 Diperbarui: 5 Maret 2016   08:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warning: Tulisan ini murni opini pribadi, tidak ada campur tangan dari pihak mana pun dan tidak diikutsertakan dalam lomba apa pun. Postingan ini ditujukan untuk mereka yang pernah membully saya, dari komen di blog, FB, hingga Twitter. Bukan untuk para (calon) pemenang #wegreenindustry competition.

Jauh sebelum menulis ini, saya berpikir ulang sampai 3 kali. Tulis, tidak. Tulis, tidak. Tulis, tidak.

Bukan semata karena saya ragu, tapi juga bagian dari kehati-hatian. Sama sekali tak bermaksud meluapkan kekesalan ke publik. Alih-alih bersikap frontal dan garang, saya hanya ingin membalikkan logika atas bullyan yang pernah saya terima beberapa waktu lalu. Yes, betul, soal kasus Semen Rembang dan WEGI. Hingga hati saya berseru yakin: “Kalau mereka fine-fine saja membully saya, kenapa saya tidak berhak menggugat bullyan mereka?”

So, it’s totally my sound of heart. If you feel okay, please keep your reading. --

Kilas Balik Perjalanan WEGI

Kurun waktu 2015, masih terasa betul, WEGI babak belur saat mencoba fair terkait kasus Semen Rembang. Ingat sekali saya, blog saya dikepoin akun-akun baru yang berujung penjegalan di sosmed. Tak lain gegara kami "gelut" dengan invisible hand yang berwujud perang media, korporasi, komunitas, LSM dan netizen untuk menghentikan pembangunan pabrik milik Semen Indonesia Grup itu.

Bahkan 4 kali program Wisata Edukasi Green Industry berlangsung, masih santer terdengar gejolak kontra. Antusias peserta WEGI memang luar biasa. Tapi saat sharing hasil kunjungan di personal blog atau pun sosmed, sangat kentara kalau mereka.. setengah hati. Lebih tepatnya, takut? Tertekan?

Buktinya, saat track timeline dilacak, mereka berhenti pasang badan setelah pemenang lomba blogpost WEGI pasca agenda itu diumumkan dan hadiah sudah dikantongi (iya, selalu ada lomba blogpost pasca kunjungan WEGI untuk mengapresiasi sharing hasil kunjungan peserta yang diupload ke sosmed dan blog). Yang mencabut published blogpost juga ada. Katanya: situasi riskan dan rawan, toh lomba sudah selesai, jadi mending di-unpublish.

Nah, lho!

Mengutip kata teori komunikasi "Spiral of Silence": kaum minoritas cenderung diam saat berhadapan dengan mayoritas. Endingnya? meski si minoritas tahu kebenarannya dan itu bertentangan dengan mayoritas, kabar kebenaran itu hanya akan tersimpan di memori minoritas. Tak pernah tersua.

Oke. Jangan dilanjut melownya. --

WEGI Goes To Padang vs Rembang

Pertanyaan yang mengganggu benak saya adalah, kenapa keadaan itu berbalik 180 derajat saat WEGI membuka peluang untuk berwisata ke Padang? Kompetisi yang berhadiah total 25 juta itu.. Wuaww! Pesertanya jebolll! Mulai netizen, blogger, traveler, aktivis lingkungan, sampai mereka yang belum pernah mengenal WEGI pun, unjuk gigi di kompetisi itu.

Saya? Wah. Jangan ditanya. Pastilah kepingin banget ikut. Tapi ciut duluan saat lihat live tweet bejibun tiap hari di timeline @komunitaswegi (terlebih waktu dan pikiran saya yg harus beradu dengan dosen skripsi).

Hal yang membuat saya penasaran dan sangat ingin ditanyakan kepada para peserta itu, meski entah ada yang bakal jawab atau tidak, mengapa mereka tertarik ikut kompetisi #wegreenindustry? Kok bisa postingan tentang Semen Padang isinya good news semua, sanjungan, pujian, dll. Padahal Semen Padang pernah berkasus juga, lho. Pemberitaan proses penyelesaian kasus itu juga terhitung lama, tapi tidak seheboh Semen Rembang.

Ini yang paling mendesak otak untuk melontarkan gugatan: benarkah peserta ikut kompetisi itu karena murni cinta lingkungan? Benar-benar ingin membuktikan se-green apa sih Semen Padang? Atau.. Ada alasan lain?

Ingat, Guys! Tulisan untuk lomba itu bisa dibeli. Ribuan Tweet bisa pakai buzzer. Bahan postingan gampang searching di mana-mana. Tapi “menulis dengan hati” itu tidak bisa membohongi dan sulit sekali dideteksi ketika dihadapkan dengan parameter penilaian kontes. (Ehem, juri kontes jangan sampai terjebak kefanaan dunia, #eh)

Kalau memang niat peserta murni semurni cintanya WEGI, kemanakah Anda saat Semen Indonesia Grup digempur massa gegara kasus Semen Rembang? Padahal saat itu pabrik baru mau dibangun. Belum beroperasi sama sekali. Belum ada bukti kalau Semen Rembang menghancurkan lingkungan dan alam di sekitar pabrik. Belum ada wujud profit apa pun dari perusahaan “tertuduh” itu.

Tapi gugatan pihak kontra.. luarrr biasa kencangnya! Seakan-akan dunia kiamat gegara pabrik semen dibangun di sana. Padahal jelas-jelas penambangan liar merebak puluhan tahun di kota itu. Liar lho, ya. Itu fakta. Ironis kan? --

Track Partisipasi Peserta

Berdasar data peserta lomba #wegreenindustry WEGI Goes To Padang, memang tidak semuanya new-be. Beberapa diantaranya ada “wajah lama”. Diakui, mereka getol dan berani berada di garda depan sejak agenda WEGI 1. Sayangnya, dari program WEGI 1-4 yang berturut-turut diikuti oleh 160, 70, 140, dan 60 peserta itu, (penerawangan saya) tidak lebih dari 5 orang yang kali ini ikut kompetisi #wegreenindustry. Kemana 425 peserta lainnya? Mereka sengaja bungkam atau terbungkam oleh keacuhan?

It’s fine. Asal mereka tidak merasa hanya sebagai “tim hore” belaka di acara yang super duper penuh kucuran keringat "darah" itu. Jika itu terjadi, celakalah semua kerja keras panitia dan semua pihak yang membantu terselenggaranya acara. Karena harapan terbesar WEGI setelah mengajak publik mengorek “jeroan” industri itu hanya satu. Ialah agar setelah mereka membuktikan sendiri fakta yang ada di lapangan, mereka bisa menyebarkan kebenaran itu kepada orang lain. Melalui apa pun.

Sayangnya, harapan tinggal harapan.

Maka jangan heran jika nanti nama pemenang #wegreenindustry competition yang muncul justru banyak yg belum pernah ikut WEGI. Bahkan tidak menutup kemungkinan ia bukan aktivis lingkungan. Lha gimana member WEGI mau menang kalau nggak ikut lomba? Cuma lewat jalur lomba saja pintu terbuka untuk ikut WEGI Goes To Padang. :p (CMIIW) --

Cinta yang Tergadaikan

Ssst.. Ada fenomena baru yang saya pelajari dari kenjomplangan* ini. Terlepas dari minimnya nyali kaum minoritas tadi, entah kenapa saya merasa sebagian blogger, netizen, dan (yang mengaku) cinta lingkungan hari ini sudah terinfeksi virus lebay, manja, dan money oriented. Bahkan tak sedikit yang “tikung menikung” demi rebutan aliran job. Tak sedikit yang terkotak-kotak dan melahirkan dualisme kubu. Banyak juga diantara mereka yang akhirnya menyecap “manisnya hasil perjuangan pihak lain” untuk kepentingan pribadi. Hingga menggadaikan harga diri atas nama… (sila diisi sendiri).

Perlu bukti? Saya bocorkan sedikit ke-ngeri-an penjaringan peserta “Diskusi Publik di DPR RI” yang mengangkat tema Harmonisasi Industri dan Lingkungan, Siang tadi (3/3). Sempat WEGI pesimis kalau acara bakal sepi peserta, terlebih waktu mepet dan dana minim. Tapi begitu keluar kabar kalau peserta dari luar Jabodetabek akan disediakan transportasi pulang-pergi, plus free lunch & dinner, peserta membludak!

Serius. Sebagai salah satu koordinator peserta, saya tahu persis berapa jumlah pendaftar, waiting list pun antrinya puanjaaang. Mirip beli makanan cepat saji di M*D dan K*C.

Tahu kenapa bisa begitu? Saat saya survei ke beberapa peserta, jawabanya rata-rata begini: asal free pp dan makan, semua beres. Ada juga yang lebih mengejutkan: manakali bisa nambah kans untuk dapetik tiket ke Padang. Yang paling ngenes, ada blogger yang cancel gegara panitia hanya mampu membelikan tiket pp dengan kereta ekonomi!

Duh..

So, di mana sebenarnya rasa cinta terhadap lingkungan yang Anda koar-koarkan untuk melawan Semen Rembang kala itu? Siapa yang sejatinya Anda bela? Dan Demi apa Anda berbuat demikian?***

Jakarta, 3 Maret 2016

Note: Judul awalnya "Korban Bully Menggugat!". Namun urung, nanti bisa dibully kanan kiri lagi. Karena bully itu menyakitkan. Bully terjadi bukan hanya karena ada niat dan kesempatan pelaku. Tapi juga ketidakmampuan korban bully untuk melawan. Maka, bersuaralah! Tunjukkan kalau Anda tidak suka dan tidak layak dibully!". Dan, saya hanya ingin bersuara agar tidak dicap sebagai korban bully seumur hidup.

sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun