Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Gubernur DKI Bertolak Pinggang di Samping Presiden?

28 Februari 2018   12:18 Diperbarui: 28 Februari 2018   12:29 2530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kementerian Sekretariat Negara

Momen itu diabadikan dalam sebuah foto yang memperlihatkan Presiden Soeharto menandatangani perjanjian, sementara boss besar IMF Michael Camdessus menyaksikannya sambil bersedekap tangan di dada dengan angkuhnya. Sebuah foto yang mengundang kemarahan dari banyak pihak, termasuk dari lawan politik Presiden Soeharto.

Foto merdeka.com
Foto merdeka.com
Bahasa tubuh sejak dahulu kala dipandang penting oleh bangsa-bangsa. Untuk menjalin hubungan dan persahabatan dengan bahasa lain, sudah lazim dilakukan antara lain dengan mempelajari adat istiadat, budaya, dan tentunya bahasa tubuh. Anda tidak perlu heran melihat orang Jepang membungkuk di depan anda misalnya, karena sudah tahu itu bahasa tubuh mereka untuk menghormati orang lain.

Dengan dasar pemikiran semacam itu, saya bisa memahami kecaman warganet terhadap Anies Baswedan yang berkacak pinggang di samping presiden. Seharusnya sebagai orang Indonesia, terlebih pribumi yang pernah memakai blangkon, dia paham benar itu sikap yang tidak patut.

Alasan adanya rivalitas antara dirinya dengan seorang Jokowi atau perasaan sakit hati karena diberhentikan dari jabatan menteri pendidikan, tidak bisa jadi alasan pembenar. Bagaimana pun dia saat ini adalah seorang gubernur. Dalam ketatanegaraan kita, jabatan gubernur itu di bawah jabatan presiden. Sudah seharus seorang gubernur tidak bersikap seperti bos di hadapan presiden.

Karena ini tahun politik, sikap Anies Baswedan itu bisa dinilai sengaja untuk pencitraan bahwa dia dan presiden itu tidak ada relasi atasan dan bawahan. Ini tentu bisa mengundang simpati dan dukungan dari lawan politik Jokowi dan kelompok yang selama ini memusuhi dan bahkan memfitnah macam-macam.

Sah-sah saja dia terus bermanuver dan bersikap menarik simpati massa pendukungnya. Namun persoalan etika pergaulan resmi janganlah diabaikan. Memang politik itu seringkali kotor, dan mengabaikan tatakrama dan kemanusiaan. Misalnya, dulu ada larangan menyolati jenazah pendukung Ahok. Tetapi, itu jelas sangat buruk dan karenanya janganlah menambah keburukan dengan mengabaikan tatakrama bahasa tubuh dalam pergaulan resmi.

Urusan Anies ingin jadi presiden, boleh saja itu hak setiap warga negara. Kalau dia ingin berpasangan dengan  Riziek atau Ahok atau Fadli Zon juga tidak ada yang melarang. Hanya saja, dia juga harus sadar bahwa sekarang ini dia menjabat gubernur DKI Jakarta bukan gubernur Indonesia yang tak ada dalam struktur jabatan di ketatanegaraan kita. Jadi bersikaplah sebagai gubernur yang baik, santun, taat hukum, dan tahu tatakrama.

Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak,  manusia memang tempatnya salah. Tetapi, manusia adalah makhluq yang bisa belajar. Untuk urusan etiket dan bahasa tubuh, Sandiaga Uno tahu tempat yang pas untuk belajar.

Salam salaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun