Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Rencana Ambisius Tiongkok untuk Memimpin Dunia dalam Regulasi dan Inovasi AI

26 April 2023   06:05 Diperbarui: 26 April 2023   06:37 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Regulasi AI dan Inovasi Tiongkok (Dok.Pribadi)

Raksasa teknologi Tiongkok telah menjadi berita utama dalam beberapa minggu terakhir, memamerkan model kecerdasan buatan (AI) terbaru mereka yang mendukung berbagai produk dan aplikasi, termasuk generator gambar, asisten suara, dan mesin pencari. Chatbots, yang mirip dengan percakapan seperti manusia yang populer, ChatGPT, juga telah diperkenalkan, dengan nama-nama seperti Ernie Bot, SenseChat, dan Tongyi Qianwen. Partai Komunis Tiongkok melihat AI sebagai tantangan potensial terhadap otoritasnya. Meskipun AI generatif memiliki harapan besar bagi perusahaan teknologi Tiongkok, pemerintah memandangnya sebagai sarana untuk menyebarkan informasi di luar kendalinya, membuka jalan baru yang luas untuk potensi subversi. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengusulkan aturan baru yang mewajibkan perusahaan untuk menyerahkan penilaian keamanan sebelum menggunakan produk AI generatif untuk memberikan layanan kepada publik. Konten yang dihasilkan oleh alat tersebut tidak boleh melemahkan kekuasaan negara, menghasut pemisahan diri, membahayakan persatuan nasional, atau mengganggu tatanan ekonomi atau sosial. Pembatasan ini mungkin tampak tidak jelas, tetapi aturan serupa yang diterapkan pada internet telah memungkinkan partai untuk menyensor pidato tentang berbagai topik, mulai dari hak-hak Uighur hingga demokrasi, feminisme, dan literatur LGBTQ+. Seiring dengan kemampuan AI China yang terus berkembang, masih harus dilihat bagaimana pemerintah akan menyeimbangkan potensi manfaat AI dengan kebutuhannya akan kontrol.

Ketika negara-negara di seluruh dunia bergulat dengan cara mengatur kecerdasan buatan (AI), China telah mengusulkan pendekatannya sendiri. Sementara beberapa pemerintah, seperti AS, lebih memilih sentuhan yang lebih ringan dan mengandalkan undang-undang yang ada untuk mengawasi teknologi ini, pemerintah lainnya percaya bahwa rezim regulasi baru diperlukan. Uni Eropa, misalnya, telah mengusulkan undang-undang yang mengklasifikasikan penggunaan AI yang berbeda dan menerapkan persyaratan yang semakin ketat tergantung pada tingkat risikonya.
Sebaliknya, pendekatan Tiongkok tampak lebih bersifat ad hoc dan reaksioner. Tahun lalu, misalnya, Partai Komunis menyatakan keprihatinannya terhadap gambar dan video "deepfake" dan meresponsnya dengan peraturan baru yang melarang media yang dibuat oleh AI tanpa label asal yang jelas. Pendekatan ini memiliki kemiripan dengan kontrol Tiongkok terhadap internet, yang sering disebut sebagai "Great firewall". Meskipun upaya pemerintah untuk mencegah konten asing yang "berbahaya" mungkin terlihat monolitik, upaya ini melibatkan banyak lembaga dan perusahaan yang bekerja sama. Menurut Matt Sheehan, seorang peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, Cina sekarang sedang membangun otot birokrasinya dan menambah perangkat peraturannya dengan mempertimbangkan AI generatif. Pemerintah mewajibkan tinjauan keamanan dan mewajibkan perusahaan untuk mendaftarkan algoritme mereka ke negara. Namun, masih harus dilihat bagaimana perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat menciptakan sesuatu yang luas dan mirip manusia seperti ChatGPT sambil tetap mematuhi aturan pemerintah. Cyberspace Administration of China (CAC) menyatakan bahwa informasi yang dihasilkan oleh alat AI harus "benar dan akurat," dan data yang digunakan untuk melatihnya harus "objektif." Namun, bahkan alat AI yang paling canggih yang didasarkan pada model bahasa besar pun terkadang menghasilkan pernyataan yang tidak benar. Untuk produk seperti ChatGPT, yang mengandalkan ratusan gigabyte data dari seluruh internet, tidak praktis untuk memilah-milah input untuk objektivitasnya. Penegakan peraturan yang ketat di Tiongkok akan secara signifikan menghambat pengembangan AI generatif di Tiongkok.

Banyak ahli yang skeptis bahwa peraturan yang diusulkan China tentang AI akan ditegakkan secara ketat. Rancangan peraturan tersebut memungkinkan fleksibilitas dan moderasi, dan ketika konten yang dihasilkan tidak sesuai dengan peraturan, pemerintah menyerukan "penyaringan dan tindakan lain semacam itu" dan "pelatihan pengoptimalan dalam waktu tiga bulan." Pendekatan ini mirip dengan cara perusahaan-perusahaan Barat mengubah model mereka untuk mencegah konten yang tidak pantas. Peraturan AI lokal di Shanghai bahkan lebih lunak, dengan menyatakan bahwa pelanggaran kecil terhadap peraturan mungkin tidak akan dihukum sama sekali.
Peraturan yang diusulkan CAC bersifat sewenang-wenang, memungkinkan pemerintah untuk memperketat atau melonggarkan peraturan tersebut sesuai keinginan. Meskipun fleksibilitas ini mungkin didukung oleh beberapa negara, perusahaan-perusahaan internet Cina tahu betul bahwa pemerintah dapat mengubah aturan dengan sesuka hati. Perusahaan-perusahaan di bidang e-commerce, media sosial, dan video game harus beradaptasi dengan aturan-aturan baru dalam beberapa tahun terakhir, dan jika Presiden Xi Jinping tidak menyukai arah yang diambil oleh AI generatif, ia dapat mengatur ulang industri ini.
Salah satu cara potensial untuk membatasi perusahaan AI Tiongkok adalah dengan membatasi data pribadi yang tersedia untuk melatih model mereka. Tiongkok adalah rumah bagi negara dengan pengawasan massal paling canggih di dunia, dan hingga saat ini, perusahaan teknologi dapat mengumpulkan data pribadi dengan bebas. Namun, era ini tampaknya akan segera berakhir untuk sektor swasta, dan perusahaan sekarang perlu mendapatkan persetujuan pengguna untuk jenis data tertentu. Tahun lalu, Didi Global didenda sebesar $1,2 miliar karena secara ilegal mengumpulkan dan salah menangani data pengguna. Di bawah aturan AI yang diusulkan, perusahaan akan bertanggung jawab untuk melindungi informasi pribadi pengguna.

Rencana induk ambisius Tiongkok untuk kecerdasan buatan (AI) ditetapkan untuk mencapai "terobosan besar" pada tahun 2025 dan mendominasi industri ini pada tahun 2030. Namun, enam tahun kemudian, kemajuan menuju tujuan-tujuan ini masih beragam. Perusahaan-perusahaan Tiongkok di bidang AI tertentu, seperti pengenalan gambar dan pengemudian otonom, berkembang pesat dengan bantuan dana pemerintah, tetapi bidang-bidang lain telah terhalang oleh sanksi Amerika dan pembatasan ekspor semikonduktor canggih. Meskipun demikian, China mungkin masih memiliki keuntungan dalam hal regulasi. Peraturan yang diusulkan tentang AI generatif lebih rinci dan luas daripada yang disarankan di tempat lain, yang dapat membentuk perdebatan global dalam menangani teknologi tersebut. Tujuan Tiongkok untuk menulis kode etik dunia untuk AI pada tahun 2030 memang ambisius, tetapi upayanya untuk membuat peraturan baru dapat bermanfaat bagi negara lain. Namun, ada risiko bahwa peraturan ini bisa jadi terlalu memaksa dan menghambat inovasi, meskipun yang lain berpendapat bahwa hambatan tersebut dapat mengarah pada inovasi yang lebih besar.

Pemerintah Barat harus mewaspadai potensi Tiongkok untuk menjadi panduan utama dalam etika AI. Meskipun mereka mungkin memiliki kekhawatiran yang sama terhadap isu-isu seperti misinformasi dan perlindungan data, motif mereka berbeda. Pengalaman Cina dengan internet menunjukkan penentangannya terhadap konsep web yang bebas dan terbuka. Selama diskusi mengenai regulasi online, Cina secara konsisten berpihak pada negara-negara yang membatasi kebebasan berbicara.

Sejarah ini seharusnya menjadi peringatan bagi para pemimpin Barat yang mungkin percaya bahwa Cina tidak dapat melakukan kontrol yang sama terhadap AI seperti yang dilakukannya terhadap internet.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun