Mohon tunggu...
Rifai
Rifai Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana MPI UIN Raden Mas Said Surakarta

Suka membaca, menulis dan tertarik untuk terus mengembangkan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Etika Bermedia Terkikis, Kalangan Pesantren Menangis

17 Oktober 2025   00:35 Diperbarui: 17 Oktober 2025   00:35 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi etika media yang retak (sumber : ChatGPT Image)

Indonesia, dengan keberagaman budaya dan agamanya, semestinya menjadi cerminan dari adab dan etika yang luhur. Namun, perkembangan media, khususnya televisi dan media sosial, acapkali menunjukkan wajah yang kurang beradab. Baru-baru ini, publik kembali dihebohkan dengan tayangan salah satu stasiun televisi swasta, Trans7, yang diduga mencemarkan dan merendahkan martabat kyai, santri, dan lembaga pondok pesantren. Kejadian ini bukan hanya sekadar kesalahan teknis atau humor yang gagal, tetapi merupakan tamparan keras terhadap etika bermedia dan pentingnya menjaga kehormatan simbol-simbol keagamaan.

Tayangan yang seharusnya menjadi hiburan atau edukasi, justru berubah menjadi sarana untuk melanggengkan narasi negatif dan bahkan cenderung menghina. Mereka seakan lupa bahwa Kyai, santri, dan pesantren adalah pilar penting dalam membentuk moral dan karakter bangsa. Merendahkan mereka sama dengan merusak fondasi pabrik adab generasi bangsa. Lantas, bagaimana kita menyikapi dan mencari solusi konstruktif dari persoalan etika bermedia yang kian memprihatinkan ini?

Kritik Konsekuen: Menuntut Tanggung Jawab dan Koreksi

Tindakan pencemaran dan perendahan martabat melalui media massa adalah bentuk ghibah (menggunjing) dan su'u azh-zhann (prasangka buruk) dalam skala publik. Lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab moral dan hukum yang besar. Dampak dari tayangan yang merendahkan bisa memicu kebencian, perpecahan, dan diskriminasi khususnya pada kelompok jam'iyah terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama.

KH. Yahya Cholil Tsaquf atau kerap disapa Gus Yahya selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan keberatan dan protes keras terhadap tayangan Trans7 pada Program Xpose Uncensored edisi Senin (13/10/2025). ''Isinya secara terang-terangan melecehkan. Bahkan menghina pesantren, menghina tokoh-tokoh pesantren yang juga tokoh yang dimuliakan Nahdlatul Ulama, menghina hal-hal yang berkaitan dengan nilai mulia yang dipegang teguh di dunia pesantren,'' ujarnya di Lantai 3 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (14/10/2025)

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah kritik yang konsekuen dan terstruktur. Pihak stasiun televisi wajib meminta maaf secara terbuka dan melakukan koreksi internal yang mendasar, bukan hanya sekadar formalitas. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga harus tegas dalam menegakkan aturan yang menjamin keberadaban isi siaran.

Dalam Islam, larangan mencela dan merendahkan sangat jelas. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tid1ak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat [49]: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa merendahkan kelompok lain adalah tindakan zalim yang dilarang keras, apalagi terhadap ulama dan penuntut ilmu yang berdedikasi. Seperti kalangan santri di dalam dunia pesantren.

Solusi Konstruktif: Tiga Pilar Etika Bermedia Islami

Untuk mencegah terulangnya insiden serupa, industri media di Indonesia, khususnya Trans7 dalam kasus ini, perlu mengadopsi dan menerapkan etika bermedia yang berakar pada nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Solusi konstruktif dapat disajikan melalui tiga pilar utama:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun