Mohon tunggu...
Dai SadamAlvito
Dai SadamAlvito Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Yang sedang mencoba membuat senang seorang dosen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Bonus Merusak Etika Bisnis

11 November 2023   04:02 Diperbarui: 11 November 2023   04:02 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kompensasi bonus telah menjadi elemen integral dalam strategi motivasi dan insentif di berbagai organisasi bisnis. Bonus yang ditawarkan kepada karyawan, khususnya para pemimpin dan eksekutif, diharapkan dapat mendorong kinerja yang lebih baik, inovasi, dan pencapaian target bisnis.

Kata bonus dalam artikel ini merajuk pada salah satu penghargaan yang diberikan oleh perusahaan atas kinerja manajer atau biasa disebut Kompensasi Bonus. Perusahaan akan memberikan kompensasi atau bonus yang sejalan dengan perjanjian yang telah disepakati antara manajer dan perusahaan (Ramanda et al., 2022). 

Perjanjian tersebut dapat mencakup sejumlah faktor yang beragam, seperti target kinerja, pencapaian tujuan bisnis, evaluasi kinerja, serta faktor-faktor lain yang telah ditetapkan bersama.

Namun, ketika tidak diatur dengan baik, kompensasi bonus juga dapat menjadi pedang bermata dua yang merusak etika bisnis dan memicu terjadinya praktik-praktik yang tidak etis, seperti manajemen laba. Manajer mungkin merasa tekanan atau motivasi yang tinggi untuk "membuat angka-angka terlihat baik" dalam laporan keuangan agar dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus (Ramanda et al., 2022). Hal ini dapat melibatkan manipulasi pendapatan, pengeluaran, atau aset perusahaan secara tidak sah, yang pada gilirannya dapat merusak integritas laporan keuangan dan menciptakan ketidakjujuran dalam pelaporan kinerja perusahaan. Ketika manajer merasa bahwa bonus mereka tergantung pada pencapaian target tertentu, ada risiko bahwa mereka akan mengabaikan praktik bisnis yang etis demi memenuhi target tersebut.

Praktik ini dikuatkan dengan adanya teori akuntansi positif khususnya dalam Hipotesis Rencana Bonus (Bonus plan hypothesis). Hipotesis ini mengemukakan bahwa insentif keuangan dalam bentuk bonus atau sistem kompensasi serupa dapat memengaruhi perilaku individu di lingkungan kerja (Lestiani & Widarjo, 2021). Dalam konteks ini, manajer akan cenderung mengambil kebijakan operasional perusahaan yang dapat menghasilkan laba yang tinggi dalam laporan keuangan, misalnya melalui peningkatan penjualan dan pengurangan biaya diskresioner.

Manajer dapat memilih kebijakan operasional yang bersifat lebih "Agresif" dalam menciptakan laba yang tinggi dalam laporan keuangan, seperti meningkatkan penjualan dengan cara yang tidak berkelanjutan atau mengurangi biaya diskresioner, seperti biaya penelitian dan pengembangan yang mungkin diperlukan untuk pertumbuhan jangka panjang. 

Hal ini dapat memicu praktik manajemen laba yang menguntungkan individu atau kelompok tertentu dalam organisasi, namun bisa merugikan perusahaan secara keseluruhan dan menciptakan ketidakseimbangan antara pencapaian target finansial dan etika bisnis yang kuat (Lestiani & Widarjo, 2021).

Manajemen laba dibagi menjadi dua cara pemahaman yaitu
(1) Dilihat sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan politik costs.
(2) Diihat dari perspektif efficient contracting, dimana manajemen laba memberi manajemen suatu fleksibilitas untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak yang terlibat dalam kontrak.
Dalam usaha menciptakan laba tinggi pada laporan keuangan yang dapat memunculkan praktik manajemen laba, manajer mungkin akan cenderung terlibat dalam tindakan yang dikenal sebagai perilaku oportunis. Perilaku ini melibatkan pemanfaatan peluang untuk mengelola laba sesuai dengan keinginan pribadi manajer.
Menurut Scott (2000) dalam Amanta Sari et al (2022), pola manajemen laba terbagi menjadi empat, yaitu:
Taking a Bath
Pola ini umumnya terjadi saat pergantian CEO dalam periode berjalan, di mana manajer bertanggung jawab untuk melaporkan laporan keuangan dengan akurasi.

Income Minimization
Tindakan manajemen laba ini dilakukan dengan sengaja menurunkan laba pada laporan keuangan periode berjalan menjadi lebih rendah dari laba sebenarnya. Biasanya dilakukan ketika profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika di masa depan diharapkan adanya penurunan laba yang signifikan, dapat diatasi dengan menggunakan laba dari periode sebelumnya.
Income Maximization

Pola manajemen laba ini melibatkan usaha untuk membuat laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Tujuannya adalah melaporkan net income yang tinggi untuk mendapatkan bonus yang besar. Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang melanggar perjanjian hutang.
Income Smoothing

Tindakan ini melibatkan penciptaan laba akuntansi yang relatif konsisten dari periode ke periode. Manajemen sengaja menyesuaikan laba untuk mengurangi fluktuasi dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil dan memiliki risiko yang rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun