Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dampak Kolonialisme Belanda dan "Permohonan Maaf" atas Perbudakan

20 Maret 2025   08:00 Diperbarui: 20 Maret 2025   20:11 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: Wawasan Kebangsaan)

Pada 1 Juli 2021, Wali Kota Amsterdam, Femke Halsema, menjadi pejabat Belanda pertama yang secara resmi memohon maaf atas peran kota tersebut dalam perbudakan pada masa lalu. Permintaan maaf ini diikuti oleh para wali kota dari Rotterdam, Utrecht, dan Den Haag, yang hasil penelitiannya menunjukkan keterlibatan kota-kota tersebut dalam perdagangan budak. 

Puncaknya terjadi pada 12 Desember 2022, ketika Perdana Menteri Mark Rutte mengeluarkan permohonan maaf secara nasional. Kemudian, Raja Willem IV pada 1 Juli 2023 memberikan permohonan maaf yang lebih emosional dengan meminta pengampunan atas tindakan leluhur-leluhurnya.


Namun, meskipun permohonan maaf ini mencerminkan kesadaran sejarah yang lebih besar, masih ada resistensi dari kelompok konservatif dan politisi sayap kanan Belanda, seperti Geert Wilders. 

Geert Wilders, politisi sayap kanan-ekstrem di Belanda (Sumber Gambar: EenVandaag)
Geert Wilders, politisi sayap kanan-ekstrem di Belanda (Sumber Gambar: EenVandaag)

Wilders bahkan menyerukan pencabutan permohonan maaf atas perbudakan, yang menunjukkan bahwa narasi kolonialisme dan perbudakan masih menjadi perdebatan intens di Belanda.

Tantangan dalam Pengakuan Sejarah

Walau Belanda telah mengakui perbudakan trans-Atlantik sebagai bagian dari sejarah nasionalnya, pengakuan terhadap perbudakan di kawasan Samudra Hindia masih terbatas. 

VOC sering kali masih dipandang sebagai simbol kejayaan perdagangan Belanda, sementara perbudakan yang mereka terapkan di Asia jarang mendapat perhatian. Kota Hoorn, misalnya, melakukan penelitian tentang sejarah perbudakan di kota tersebut, tetapi menolak mengeluarkan permohonan maaf, meskipun tokoh seperti Jan Pieterszoon Coen berasal dari sana.

Ketimpangan dalam pengakuan ini mencerminkan betapa sulitnya masyarakat di Belanda untuk menerima keseluruhan dampak kolonialisme mereka. Jika Belanda benar-benar ingin bertanggung jawab atas sejarahnya, pengakuan terhadap perbudakan di Samudra Hindia perlu mendapat tempat yang sama seperti perbudakan yang terjadi di trans-Atlantik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun