Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buya Hamka Bicara Tantangan Integrasi Islam dalam Negara Modern: Superioritas Islam dan Perjuangannya

10 Maret 2025   12:00 Diperbarui: 4 Maret 2025   15:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Superioritas Islam dalam Perspektif Sejarah Buya Hamka

Buya Hamka, seorang tokoh intelektual dan politisi dari Partai Masyumi, mengemukakan pandangannya bahwa Islam telah menjadi superioritas yang telah terbukti melalui sejarah perjuangan umatnya untuk bangsa Indonesia. Menurut Hamka, perjuangan untuk menegakkan negara berdasar Islam bukanlah hal baru, melainkan telah menjadi cita-cita para pendahulu sejak abad ke-19.

Gerakan-gerakan Islam di Indonesia sejak masa kolonial telah menunjukkan komitmennya untuk mendirikan negara yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Superioritas Islam ini tidak hanya dilihat dari segi spiritualitas dan religius saja, tetapi juga dari segi kemampuan Islam dalam membentuk masyarakat dan negara yang adil dan berkeadilan.

Hamka menekankan bahwa perjuangan Islam di Indonesia untuk kemerdekaan telah berlangsung selama berabad-abad, diwarnai oleh keberanian dan pengorbanan para pahlawan yang rela syahid melawan penjajahan Belanda. Pandangan ini menggambarkan Islam sebagai kekuatan yang mampu mendorong perubahan sosial dan politik yang signifikan dalam masyarakat Indonesia.

(Sumber: Detikcom)
(Sumber: Detikcom)

Pahlawan-pahlawan Islam dalam Perjuangan Melawan Kolonialisme

Dalam perspektif Hamka, sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran para pahlawan yang telah berjuang melawan kolonialisme Belanda. Beberapa nama pahlawan nasional yang besar, seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Pangeran Antasari, dan Sultan Hasanuddin, disebutkan sebagai simbol keberanian dan dedikasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara berdasarkan Islam.

Hamka melihat para pahlawan ini sebagai teladan dalam menegakkan prinsip-prinsip Islam melalui aksi nyata. Mereka tidak hanya berjuang melawan penjajahan, tetapi juga berusaha membangun masyarakat yang berdasarkan pada nilai-nilai keislaman. Perjuangan mereka mencerminkan aspirasi kolektif umat Islam Indonesia untuk mencapai kedaulatan dan keadilan sosial.

Konstituante Sebagai Wadah Realisasi Aspirasi Pahlawan Islam

Hamka berpendapat bahwa upaya para wakil-wakil Islam dalam Konstituante adalah kelanjutan dari perjuangan panjang para pahlawan Islam yang sebelumnya disebut. Menurutnya, Konstituante merupakan wadah untuk merealisasikan keinginan yang telah dipendam lama oleh para pahlawan tersebut, yaitu pembentukan negara yang berlandaskan Islam. 

Dengan demikian, perjuangan di Konstituante bukanlah sekadar aktivitas politik biasa, melainkan manifestasi dari warisan perjuangan para pahlawan Islam. Hamka menyatakan,

"Kamilah [wakil-wakil Islam di dalam Konstituante] yang meneruskan wasiat mereka [para pahlawan Islam dan syuhada kemerdekaan] dan dapat pulalah saudara ketua mengetahui ke mana mestinya ujung logika dari perkataan saya ini. Mungkin dikatakan bahwa yang mengkhianati roh nenek moyang pemimpin yang terdahulu adalah yang menukar perjuangan mereka dengan Pancasila."

Sikap Hamka di atas menunjukkan bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab untuk meneruskan visi dan misi para pendahulu mereka. Namun, Hamka mengkritik penggantian perjuangan tersebut dengan ideologi Pancasila, yang menurutnya telah mengkhianati semangat perjuangan nenek moyang. Hamka melunakkan pembicaraannya,

"Tetapi.... Saya tidak mau menyampaikan konklusi ke sana, sebab kita sekarang adalah tengah mengadu pikiran untuk memadu! Bahkan sebagai muslim saya beri maaf orang-orang yang menuduh kami pengkhianat, karena kami tahu bahwa ilmunya tentang sejarah nenek moyangnya masih sangat perlu ditambah."

Kritik Sutan Takdir Alisjahbana terhadap Wakil-wakil Islam di Konstituante

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun