Pendahuluan
Dalam sejarah hubungan internasional Indonesia, peran Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, dalam menjalin hubungan dengan Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu topik yang menarik untuk ditelusuri. Sigit Aris Prasetyo, dalam pemikirannya di Go to Hell with Your Aid!, Â menguraikan berbagai aspek sikap Sukarno terhadap Amerika Serikat, yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara kedua negara pada masa itu.
Pembahasan ini akan mengkaji secara komprehensif dan holistik pemikiran Sigit Aris Prasetyo terkait sikap Sukarno terhadap AS, baik dalam konteks penghargaan pribadi, kebijakan politik, hingga dampaknya terhadap rakyat Indonesia.
Penghargaan Sukarno terhadap Tokoh Amerika
Sigit Aris Prasetyo menyoroti bahwa Sukarno, sebagai seorang konseptor, memiliki apresiasi yang tinggi terhadap pemikiran tokoh-tokoh Amerika. Presiden Sukarno menyatakan kekagumannya terhadap Amerika secara umum dan khususnya terhadap para pembuat undang-undang di sana.
Pertemuan Sukarno dengan Senator Rayburn dan Fullbright secara dunia khayali menggambarkan kekagumannya dengan pemikiran Amerika yang menunjukkan bahwa Sukarno tidak sekadar melihat Amerika dari perspektif politik belaka, tetapi juga menghargai individu-individu yang berpengaruh di sana. Penghargaan ini mencerminkan sikap terbuka Sukarno terhadap ide-ide dan praktik politik Barat, yang mungkin menjadi inspirasi dalam merumuskan kebijakan dalam negeri Indonesia.
"Secara pribadi, aku menyukai Amerika dan para pembuat undang-undangnya. Aku bertemu dengan senator Rayburn di kantornya dan aku senang padanya. Begitu pula Fullbright, yang kutahu ia adalah orang yang baik," kata Sukarno.
Sikap Sukarno terhadap Kebijakan Amerika dan Pemberontakan PRRI-Permesta
Meskipun pernah dianggap musuh oleh sejumlah elite pemerintahan Amerika, Sukarno menunjukkan sikap yang tidak menginginkan balas dendam. Hal ini terlihat dari penolakannya untuk membuat propaganda anti-Amerika, meskipun Presiden D. Eisenhower dan Menteri Luar Negeri John Foster Dulles diduga mendukung pemberontakan PRRI dan Permesta.
Sikap ini menunjukkan kebijakan "pragmatis" Sukarno dalam menjaga kestabilan politik Indonesia tanpa terjebak dalam retorika anti-Barat yang dapat memperkeruh hubungan bilateral. Sigit Aris Prasetyo menilai bahwa keputusan Sukarno untuk tidak membalas dendam adalah langkah strategis untuk menjaga kedaulatan dan persatuan bangsa Indonesia di tengah tekanan eksternal.
Upaya Sukarno Menjaga Hubungan Diplomatik dengan Amerika
Sigit Aris Prasetyo menguraikan bahwa Sukarno berupaya melupakan peristiwa-peristiwa getir yang melibatkan Amerika dalam upaya menjalin persahabatan dengan Presiden J. F. Kennedy. Contoh konkret dari sikap ini adalah ketika Sukarno memaafkan Allen Pope, yang terbukti bersalah atas pengeboman rakyat dan pasukan Republik. Langkah ini menunjukkan kematangan politik Sukarno dalam mengedepankan perdamaian dan rekonsiliasi, meskipun menghadapi tekanan untuk mengambil sikap keras terhadap Amerika.
Sikap maaf ini juga mencerminkan upaya Sukarno untuk membangun hubungan yang lebih harmonis dan konstruktif dengan Amerika Serikat, yang dianggap penting untuk perkembangan nasional Indonesia.
Dampak Sikap Sukarno terhadap Rakyat Indonesia
Menurut Sigit Aris Prasetyo, Sukarno menyadari bahwa sikap persahabatan dengan Amerika berdampak langsung terhadap persepsi dan sikap rakyat Indonesia terhadap negara tersebut. Sukarno meyakini bahwa rakyat Indonesia bukan memiliki niat untuk memusuhi Amerika, melainkan ingin menjalin hubungan persahabatan yang erat.