Konsep rule of law adalah prinsip atau ide dasar yang menekankan adanya norma yang lebih tinggi atau prinsip-prinsip yang lebih tinggi daripada hukum yang dibuat oleh pemerintah. Prinsip ini mencakup: (1) akuntabilitas pemerintahan, di mana pemerintahan harus bertanggung jawab atas setiap tindakannya; (2) penggunaan kekuasaan yang tak sembarangan, yakni kekuasaan harus digunakan secara adil dan terukur (proporsional); (3) check and balances, yakni adanya mekanisme untuk mengontrol dan mengimbangi kekuasaan di berbagai lembaga pemerintahan; (4) kesetaraan dan keadilan, yakni semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum.
Konsep ini tidak tergantung pada bentuk atau institusi tertentu. Artinya, prinsip rule of law tetap berlaku, meskipun bentuk atau struktur pemerintahannya berubah.
Bentuk dari rule of law adalah cara-cara konkret (implementatif) atau sistem yang digunakan untuk mengimplementasikan prinsip tersebut dalam praktik. Beberapa bentuk historis dari rule of law dalam konteks Islam, termasuk:
- 1) Kekhalifahan: Bentuk pemerintahan Islam historis yang diterapkan pada masa lalu.
- 2) Kantor ulam' dan q: Mengacu pada lembaga atau posisi di mana para ulama berfungsi dalam kapasitas hukum dan agamanya. Mereka terlibat dalam penafsiran hukum Islam, memberikan fatwa (pendapat hukum), dan membimbing masyarakat dalam hal-hal yang berkaitan dengan syariah. Berbeda dengan ulam', q adalah lembaga atau posisi di mana q (hakim) dapat menjalankan fungsi hukum mereka. Ini mencakup pengadilan atau pengadilan syariah tempat mereka mengadili perkara dan memberikan keputusan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam.
Namun, dalam konteks bentuk rule of law, sama sekali tidak bergantung pada bentuk-bentuk historis yang sudah sirna ini. Meskipun institusi dan bentuk-bentuk tradisional tersebut mungkin telah dihancurkan, konsep rule of law masih dapat ditegakkan melalui bentuk-bentuk modern seperti:
- 1) Kekuasaan legislatif (parlemen) yang dipilih secara demokratis, yaitu badan legislatif yang dipilih oleh rakyat untuk membuat undang-undang.
- 2) Kekuasaan yudikatif yang independen, di mana terdapat sistem peradilan yang tidak terpengaruh oleh kekuasaan eksekutif ataupun legislatif.
- 3) Kekuasaan eksekutif dengan prinsip check and balances, di mana pemerintahan eksekutif bekerja dalam kerangka kontrol dan perimbangan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Dengan demikian, meskipun bentuk-bentuk historis rule of law mungkin telah hilang, konsep dasarnya masih relevan dan dapat diwujudkan melalui struktur pemerintahan modern yang sesuai dengan prinsip-prinsip rule of law dalam Islam.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa masyarakat Muslim telah mengalami sejarah (konteks historis) yang sedang mengalami degradasi, Muslim harus mencontoh masyarakat Jerman pascakekalahannya di PD II.Â
Jerman, setelah mengalami kehancuran akibat Perang Dunia I dan II, berhasil memulihkan dirinya dengan menerapkan rule of law melalui institusi modernnya. Pemulihan ini tidak terjadi dalam semalam dan Jerman harus menghadapi tantangan dari sejarahnya, termasuk tantangan pada masa pemerintahan Hitler.Â
Pasca-Hitler, Jerman menunjukkan ketahanan dan komitmennya yang kuat terhadap penerapan ide-ide demokrasi dan rule of law. Meskipun mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat dan sekutu Eropa dalam proses pemulihan, Jerman berhasil membangun kembali negara dan masyarakatnya dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law dan demokrasi.Â
Berbeda dengan banyak masyarakat Muslim, Jerman tidak terjebak dalam mentalitas korban. Mereka tidak berfokus pada kesalahan masa lalu, tetapi lebih pada penerapan prinsip-prinsip rule of law untuk memastikan kemajuan dan kestabilan sosial.
Memang benar dikatakan bahwa banyak masyarakat Muslim yang memiliki mentalitas korban. Mereka hanya berfokus pada praktik-praktik kolonisasi dan Westernisasi sebagai penyebab utama kemunduran dalam penerapan rule of law-nya dalam konteks negara Islam.Â