Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Usaha untuk Tidak Mengikuti Tren

31 Maret 2020   21:24 Diperbarui: 1 April 2020   03:00 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Instagram (businessinsider.com)

Setiap ada tren yang muncul di media sosial, selalu ada pihak yang terbelah, antara mereka yang mengikuti tren dan mereka yang kontra. Yang kontra adalah mereka yang melihat tren sebagai kegiatan yang mengganggu.

Namun ada pula yang menganggap tren sebagai hiburan dengan dibuktikannya lewat meme yang bertebaran di internet. Ini terjadi pada banyak hal. Dari tren filter di Instagram, TikTok sampai tren challenge until tomorrow yang baru-baru ini memenuhi feeds Instagram saya.

Dalam banyak hal, saya tidak mengikuti tren. Saya hanya penikmat meme-meme yang mentertawakan tren yang muncul di media sosial. Tapi bagi saya itu sekadar jokes. Bukan hinaan atau bentuk kebencian karena sebetulnya setiap orang punya kebebasan mau ikut tren atau tidak.

Mereka yang tidak mengikuti tren pasti punya alasan-alasan tersendiri. Seperti halnya saya. Alasan saya tidak terlalu peduli dengan tren yang kekinian itu karena memang saya tidak tertarik dan saya tidak punya alasan yang membuat saya happy untuk mengikuti tren tersebut.

Saya mengerti, sebagian orang mengikuti tren karena mereka happy melakukannya dan saya tidak merasa hal itu salah juga. Hanya saja, saya merasa beberapa tren yang ramai dilakukan semua orang bukan sesuatu yang bagi saya menyenangkan. Jadi saya tidak terdorong untuk mengikutinya.

Seringkali yang saya lihat, orang-orang mengikuti tren karena ingin mendapat validasi bahwa mereka keren, lucu dan populer. Dan sekali lagi saya tidak menganggap itu salah atau buruk.

Namun, saya sendiri tidak punya keinginan untuk mencari validasi bahwa saya keren, lucu atau populer. Jadi tren yang dilakukan banyak orang tidak ada yang saya ikuti. Bukan berarti tidak ada ya, namun saya kira sangat kecil yang ingin saya ikuti.

Misalnya, ketika orang-orang sedang suka-sukanya dengan sebuah film, misalnya film A, saya pun ikut-ikutan menontonnya. Ketika ada makanan yang lagi hits, saya pun ikut mencobanya. Namun ketika tren TikTok bermunculan, saya tidak mengikutinya. Sebab pertama, saya bukan orang yang senang tampil depan kamera. Kedua, saya tidak merasa tren itu bisa buat saya happy.

Ya, kata kuncinya ada di happy. Dalam mengikuti tren, saya selalu berpikir apakah tren ini bisa buat saya happy atau tidak. Dan batasan tentang mana yang buat saya happy atau tidak itu kadang relatif.

Saya tahu, orang-orang mengikuti tren karena mereka senang melakukannya. Dan kesenangan itu bisa didapat dari pujian atau sebatas like di media sosial. Dan wajar-wajar saja jika semua orang suka dengan pujian. Kita semua pasti senang jadi pusat perhatian dengan hal-hal yang kita lakukan di media sosial.

Bisa saja saya happy kalau saya ikut-ikutan main TikTok atau mengikuti games yang sedang tren sekarang. Tapi saya tidak mau melakukannya karena saya merasa saya punya pilihan lain untuk mencari kegiatan yang buat saya happy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun