Bahkan saya bisa pindah dari tempat makan A ke tempat makan B karena kurang nyaman dengan pelayan yang sering mengajak ngobrol kalau saya sedang nikmat-nikmatnya makan.
Tapi ini sangat subjektif ya. Sebab ada sebagian orang yang merasa dihargai dengan sikap ramah mereka. Tapi tidak sedikit juga orang yang malah risih dan terganggu.
Kalau suatu saat saya bekerja di  bidang yang mengharuskan saya melayani konsumen, mungkin saya akan ambil jalan tengah. Kalau konsumen tersebut tidak banyak merespon pembicaraan, bisa jadi artinya mereka tidak nyaman. Jadi saya akan segera menghentikan obrolan.
Namun sebaliknya, kalau konsumen terlihat antusias dengan oborolannya bahkan mungkin interaksinya bisa seimbang, sudah cukup dipastikan kalau mereka nyaman dengan basi-basi tersebut.
Intinya, mereka yang sedang melayani konsumennya harus lebih peka pada situasi. Harus pintar-pintar melihat kondisi konsumennya. Sebab nyaman itu bisa jadi berbeda-beda pada setiap orang.
Ada yang nyaman di perlakukan ramah, diajak ngobrol tentang hal-hal sepele. Tapi ada juga yang nyaman kalau pelayannya tidak banyak bicara dan hanya melayani seperlunya saja.
Mungkin ini tidak hanya berlaku pada hubungan antar pelayan dan konsumen. Mungkin bisa juga diterapkan saat mengajak ngobrol gebetan. Kalau gebetan antusias dengan semua obrolan basa-basi kamu, artinya dia sudah kasih lampu hijau.
Tapi kalau gebetan lebih banyak diam dan hanya ngangguk-ngangguk saja, artinya kamu harus berhenti mengajaknya bicara. Itu pertanda kalau gebetan ingin berkata, "Jangan ajak aku ngobrol lagi. mundur aja mas, kamu jeleq."
Ya, kira-kira begitu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI