Dalam dunia rekayasa perangkat lunak modern, kualitas produk bukan lagi sekadar atribut tambahan—melainkan sebuah keharusan fundamental yang menjadi indikator utama keberhasilan proyek perangkat lunak. Namun, bagaimana kualitas perangkat lunak dapat diukur secara objektif, sistematis, dan dapat ditindaklanjuti? Artikel “Evaluation of Software Product Quality Metrics” oleh Molnar, Neamţu, dan Motogna (2020) mencoba menjawab pertanyaan ini melalui analisis mendalam terhadap metrik kualitas perangkat lunak yang digunakan dalam tiga aplikasi open-source besar.
Studi ini memberikan kontribusi signifikan dengan menyajikan analisis longitudinal terhadap sejarah pengembangan perangkat lunak selama 18 tahun. Mereka menggunakan lebih dari 30 metrik kualitas perangkat lunak, mulai dari metrik klasik seperti cyclomatic complexity hingga metrik spesifik seperti ukuran class dan kepadatan komentar. Pendekatan semacam ini mencerminkan kebutuhan mendesak dalam komunitas RPL untuk memiliki kerangka ukur yang dapat merepresentasikan kualitas secara representatif, baik pada level teknis maupun struktural.
Salah satu kekuatan artikel ini adalah fokusnya pada konsistensi metrik lintas versi. Dalam praktik industri, sering kali metrik dipakai secara snapshot—seolah-olah satu nilai tunggal cukup untuk menilai kualitas. Namun, melalui pendekatan longitudinal, penulis menggarisbawahi bahwa nilai metrik harus dianalisis dalam konteks evolusi sistem. Hal ini penting karena perangkat lunak adalah entitas yang hidup dan terus berubah; kualitas tidak bersifat statis.
Temuan utama yang menarik adalah bahwa beberapa metrik menunjukkan kestabilan relatif, sedangkan yang lain sangat fluktuatif tergantung pada versi dan perubahan arsitektural. Misalnya, metrik seperti ukuran fungsi cenderung stabil, sementara metrik coupling sangat sensitif terhadap refaktorisasi besar. Pengetahuan ini sangat berguna bagi pengembang dan manajer kualitas perangkat lunak dalam mengidentifikasi indikator yang paling representatif untuk proyek mereka.
Namun, studi ini juga menyoroti tantangan besar: tidak semua metrik memiliki korelasi langsung dengan persepsi kualitas dari pengguna akhir. Sebuah sistem bisa sangat modular secara struktural tetapi tetap dianggap “berkualitas rendah” karena masalah kegunaan atau keandalan runtime. Oleh karena itu, pengukuran kualitas struktural perlu diimbangi dengan pengukuran berbasis pengalaman pengguna.
Dalam konteks industri perangkat lunak saat ini, artikel ini menegaskan pentingnya adopsi metrik berbasis data dan pengumpulan metrik yang berkelanjutan. Dalam pengembangan berbasis DevOps atau agile, metrik tidak bisa lagi sekadar laporan akhir, tetapi harus menjadi bagian dari umpan balik berkelanjutan. Dashboard kualitas yang terus diperbarui menjadi kebutuhan, bukan sekadar fitur tambahan.
Artikel ini juga secara implisit mengangkat isu penting tentang tooling. Banyak organisasi masih menggunakan metrik secara manual atau semi-otomatis. Untuk menjadikan metrik sebagai alat pengambilan keputusan strategis, perlu investasi dalam integrasi alat analisis kode statis ke dalam pipeline CI/CD. Hanya dengan pendekatan ini, metrik dapat memberikan nilai nyata sebagai indikator kesehatan proyek perangkat lunak.
Lebih jauh, pemanfaatan metrik juga membuka peluang integrasi dengan kecerdasan buatan. Dalam beberapa studi terbaru, metrik digunakan sebagai fitur input bagi model machine learning yang memprediksi kemungkinan defect atau estimasi maintainability. Artinya, metrik bukan lagi hanya untuk evaluasi, tetapi juga prediksi dan otomasi. Dengan menggabungkan data historis metrik dan hasil realisasi proyek, perusahaan dapat mengembangkan model-model cerdas untuk mendeteksi risiko teknis lebih awal.
Dari sisi akademis, artikel ini mendorong arah penelitian baru: bagaimana mengembangkan metrik yang lebih kontekstual dan relevan dengan domain aplikasi. Misalnya, metrik yang cocok untuk sistem embedded belum tentu sesuai untuk sistem berbasis cloud-native. Di sinilah pentingnya adanya adaptasi dan evolusi metrik yang lebih domain-aware.
Hal lain yang layak disorot adalah pentingnya visualisasi data metrik. Sering kali, data sudah tersedia tetapi tidak ditampilkan dengan cara yang membantu pengambilan keputusan. Dashboard visual yang menggabungkan heatmap, tren, dan indikator risiko bisa meningkatkan pemanfaatan metrik secara praktis.