Cukup lama terdiam mengamati berbagai macam obrolan - obrolan tentang keberhasilan. Bahwa pembangunan di periode pemerintahan ini sudah menyapu bersih sekian persen wilayah Indonesia timur.
Terbelalak saya mendengar kabar yang tidak sama skali objektif (sebatas subjektifitas saja) komentar ini terlempar di berbagai media. Coba buka mata dan melihat siswa - siswi Sekolah Dasar yang semenjak zaman Orde Baru (Zaman saya SD) sampai saat ini tidak kebagian Speda buat ke sekolah, tracking berkilo - kilo diatas Almarhum Jalan Aspal.
Jalan warisan Soeharto yang di vermak sedikit oleh tangan Pak Gus Dur dan Pak Beye namun tiga bulan kemudian hancur lagi.Â
Beberapa hari lalu salahsatu sanak famili di Kabupaten Dobo Maluku meminta kepada saya untuk menerangkan bahwa "Indonesia timur itu tidak sebatas Papua. Berhenti bicara banyak bumbu. Rezim ini Cacat".
Ketika mendengar pernyataan ini jujur saya cukup kaget. Kok bisa mereka berkata demikian? Bukankah wilayah Indonesia timur sudah sangat diperhatikan?
Ternyata, setelah saya gali informsainya tenyata begini kenyataannya.
Di Dobo, tempat tinggal famili saya,"Beras 50Kg harganya tembus 700.00 Rupiah, 25Kg Tembus 380.000 Rupiah".
What? Berasa saja sudah semahal itu, lalu bagaimana dengan lainnya. Ternyata semua harga kebutuhan pokok sangat sulit di jangkau oleh masyarakar yang profesinya hanya sebatas nelayan dan petani itu.
Disamping itu, di kawasan timur lain seperti NTT. Mutu pendidikan masih saja tidak terlalu digubris. Guru Honorer masih ada yang gajian sebulan 100.000 (Seratus Ribu Rupiah). Bayar Toilet umum ajah mungkin gak cukup buat sebulan "Bos"
Lah, Sing Cidhe' urung beres kok wis nang Papua to Cak, inilah kedunguan yang nyata. Pembangunan negara dibuat seperti Ular tangga. Dikritis sedikit katanya ujaran kebencian. Maunya apa sih pemangku kebijakan negara ini?
Indonesia bukan hanya milik penduduk Pulau Jawa saja juga bukan milik masyarakat PAPUA saja Bosku.