Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Andalan Mangga Tiga dari Tanjung Merdeka

18 Agustus 2016   12:22 Diperbarui: 19 Agustus 2016   01:49 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Ratna (ketiga dari kanan) dan anggota kelompoknya

Laksana sepeda, untuk terus berjalan dan sampai di tujuan pendiriannya, kelompok usaha berbasis warga pun harus terus dikayuh. Kelompok disebut eksis ketika ada kegiatan, ketika jelas siapa melakukan apa, jelas pula ruang dan waktunya. Itu yang dirasakan ketua kelompok pembuat abon Mangga Tiga ketiga menjawab tantangan Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan Makassar ketika kelompok ini terpilih sebagai salah satu penerima bantuan pemberdayaan masyarakat.

***

Sekretariat sekaligus pusat kegiatan Mangga Tiga, Kampung Gontang, Tanjung Merdeka, Makassar, 13/07/2018.  Kue-kue Lebaran masih tersedia, minuman berkarbonasi menjadi sajian ketika saya didamping Dr. Tamsil dan Dr. Rustam, berkunjung ke sana.  Di dalam ruangan telah ada lima orang perempuan anggota kelompok.

Obrolan bermula. Sembari meraba benda yang saya anggap asing, sebuah tanya sederhana sampai ke ketua kelompok Mangga Tiga. “Ini apa?”.  Perempuan di depan saya menjawab sigap, seperti tak memberi jeda.

“Ini alat cincang ikan, bantuan CCDP. Ini mesin pres, lemari etalase produk, kalau yang ini dibeli di toko di Jalan Veteran Makassar, semuanya bantuan untuk kelompok Mangga Tiga. Kelompok kami fokus pada pembuatan abon lele dan ikan gabus. Produknya sudah dijual di toko ole-ole di Makassar,” beber Ratna Sari Dewi, sang ketua. Sesekali dia menjawab dalam bahasa Makassar, bahasa leluhur kami. Di etalasenya nampak ada kue kaktus, abon lele  dan abon ikan gabus.  Abon lelenya serupa dengan abon yang dijajakan di Toko Ole-OleCahaya, Makassar.

Perempuan bernama Ratna ini adalah motivator sekaligus agen perubahan yang layak disanjung. Betapa tidak, sejak menjadi bagian dari keluarga besar program pemberdayaan masyarakat pesisir atau kerap disebut CCDP bukti dan manfaatnya telah dirasakan oleh beberapa warga Gontang terutama kaum perempuan, anggota kelompoknya.


Mangga Tiga adalah kelompok dampingan CCDP sejak 2013 namun merupakan kelompok lama yang sebelumnya seperti seperti sepeda tanpa kayuh, hidup segan mati tak mau. Disebut demikian sebab awalnya kelompok ini merupakan kelompok pembudidaya sayur-sayur di sempadan Sungai Jeneberang. 

“Kelompok  tidak aktif sejak ada pelebaran sungai dan dikelola oleh satu perusahaan pengembang. Lahan yang dulunya dijadikan lokasi perkebunan warga termasuk Mangga Tiga akhirnya tidak ada lagi,” ungkap Ratna.

Perkenalan Ratna dengan pihak Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan Kota Makassar dalam tahun 2000an intens melalui ibu Salmiah, penyuluh perikanan. Pembawaannya yang supel dan pandai membangun pertemanan (maklum dulunya adalah sales promotion girl) membuatnya cepat akrab dengan orang Pemerintah.

“Singkat kata saya berkenalan dengan orang Dinas namanya Amru Tjonneng, dialah yang mengajak terhubung dengan kantor dinas perikanan. Amru ini anak mantan Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan,” katanya.

***

Abon Mangga Tiga di Toko Ole-ole Makassar
Abon Mangga Tiga di Toko Ole-ole Makassar
Manfaat Mangga Tiga

Di Mangga Tiga tersebutlah nama Emmi sebagai sekretaris, Megawati sebagai bendahara. Siang itu ada pula Rabiah sebagai anggota kelompok. “Kita bisa bikin abon karena diajar ibu Ratna, tidak ingat kapan pertama kali belajar abon tapi setidaknya kami sudah tahu bagaimana memotong ikan, memasak dan menjadikannya abon,” kata Rabiah, anggota kelompok yang saya wawancarai. Perempuan beranak tiga ini mengaku kelahiran tahun 1978 dan merasa beruntung bisa menjadi anggota kelompok.

“Sejak tahu bikin abon, saya selalu dapat uang tambahan, paling sedikit 50ribu. Kadang 100ribu, kadang 150ribu. Adami pendapatan untuk kebutuhan dapur,” katanya. Dia mendapat untung lebih karena dia juga menjual langsung ke warga lainnya. Jika dari kelompok harganya 20ribu, dia bisa menjualnya 25ribu.

“Selama ini uang pendapatan diberikan ke anak sekolahnya. Seperti kalau pergi olahraga berenang di kolam renang, dia kan harus bayar, paling sedikit itu 50ribu. Belum lagi kalau ada tugas sekolah yang harus dicetak print, uang sekolah. Kalau ditotal jutaanmi,” katanya dalam aksen Makassar.

Emmi, pengurus kelompok lainnya mengatakan bahwa dengan usaha abon Mangga Tiga ini dia bisa memulai usaha lain atau usaha baru. Jadi tidak harus ke Mangga Tiga.  “Selain menambah wawasan, saya sudah bikin usaha sendiri, bikin kue-kue kering, kue kaktus dan dijual di warung-warung,” kata istri Rudianto ini.

Emmi berusia 36 tahun, dia lahir dan besar di Tanjung  Merdeka. Di usia kehamilan yang sudah tua ini dia masih aktif di Mangga Tiga. “Ini anak keempat pak,” katanya terkekeh sembari memegangi perutnya.

Sperempuan lainnya bernama Dahalia Daeng Sugi juga mengaku semakin terlatih mengerjakan abon, bikin bakso, bikin nugget dan dijual di rumahnya. “Sambil jual nasi kuning di lorong, saya jajakan juga nugget,” katanya. Ada senyum menyungging  di bibirnya.

Rabiah mengaku bangga menjadi bagian kelompok Mangga Tiga. Selain produktif, dia bisa membantu anak-anaknya sekolah tanpa kesulitan lagi.

“Sebentar lagi anakku akan masuk SMP. Selain itu ada yang sudah SMK dan sedang kerja praktik, namanya Andriani. Yang SMP namanya Adelia, ketiga Asril. Sebagai ibu rumah tangga saja terus terang selama ini kerjanya gosip saja. Memasak, di dapur, menggossip di bale-bale,” kata perempuan kelahiran Takalar ini tertawa lebar.

Menurut Ratna, ibu-ibu andalan kelompok Mangga Tiga awalnya sangat sulit diajak komunikasi, pemalu dan hanya melihat dari jauh namun setelah diberi penjelasan akhirnya mau merapat dan semakin produktif.

“Awalnya susah, curiganya banyak,” kata alumni SMA ini dan bersuamikan superviisor toko lulusan akademi manajemen koperasi.

Abon Mangga Tiga, Minat?
Abon Mangga Tiga, Minat?
***

Di rentang tiga tahun bersama CCDP-IFAD, Ratna atas nama Mangga Tiga mengaku mendapat tantangan untuk menjadikan abon lele dan abon gabus ini sebagai produk unggulan.

“Sebenarnya banyak orang tahu kalau gabus itu bagus untuk kesehatan, penambah allbumin, bagus untuk orang sakit, jadi mungkin bisa jadi istimewa,” kata perempuan bernama lengkap Ratna Sari Dewi Daeng Calla ini.  Ratna lahir di di Kampung Bontocinde pada 17 Mei 1974 dan punya dua orang anak yaitu Siti Nurhaliza, kelas 3 SMP dan Muhammad Rian Aditia, kelas 5 SD.

 “Suami saya supervisor di toko, sementara saya sales,” kata perempuan bersaudara 6 orang ini membuka kartu. Dia dinikahi Ruslan pada tahun 2008.  Meski telah berhasil mengelola kelompok Mangga Tiga namun Ratna merasa masih menbutuhkan suplai gabus. Gabus yang ada selama ini diperolehnya dari Gowa dan terbatas.

“Saat ini kita punya meja kerja stainless, spinner abon, freezer, kompor satu mata, etalase. milik kelompok ini sayang kalau cuma memproduksi sedikit, makanya butuh ikan gabus yang banyak, sayang di Makassar susah didapat. Paling beli di Pasar Balang-balang dan di sekitar jembatan Sungguminasa.  Tidak seperti lele,” katanya.

Menurut Dr. Tamsil, konsultan CCDP, ikan lele memang sangat bagus untuk penderita luka sebab daya memulihkannya sangat baik. Menurut Tamsil, ke depan perlu dipikirkan untuk membuka jaringan pembelian ikan dari Kabupaten Merauke yang mempunyai produksi gabus sangat besar.

“Namun kita harus pastikan kelayakannya, sebab jarak jauh kita harus berhitung dengan biaya transportasinya,” katanya saat dimintai pendapat mengenai suplai gabus untuk Mangga Tiga. Selain itu, menurut Tamsil, ikan gabus sulit dibudidayakan karena daya kanibalnya sangat kuat.

“Ke depan, kita harus pikirkan  ikan gabus ini, (di Merauke disebut Gabus Toraja) yang berkualitas. Ikan gabus kering di Merauke harganya 25ribu, jadi kalau dibawa ke Makassar mungkin bisa lebih mahal,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun