Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Selamatkan Kawasan Ekosistem Leuser Aceh

26 Oktober 2014   16:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14142886981522530436

[caption id="attachment_331151" align="alignnone" width="700" caption="Para narasumber yang berbicara soal kondisi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh (foto: Nur Terbit)"][/caption]

PERDA atau Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Aceh (RTRW) menjadi polemik hangat belakangan ini, terutama bagi aktivis lingkungan. Aktivis lingkungan khawatir Perda RTRW Aceh itu mengancam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) karena tidak memasukkan hak kelola mukim sebagai masyarakat adat di sana.

“RTRW itu juga dinilai akan mengakibatkan berkurangnya kawasan hutan serta proses pengesahannya cacat hukum. Itu sebabnya saat ini sejumlah organisasi lingkungan mengajukan keberatan atas materi Perda tersebut,” begitu inti polemik yang mencuat pada diskusi Press Briefing yang digelar Green Radio 89,2 FM, Mongabay dan SETAPAK dengan dukungan The Asia Foundation.

Diskusi yang mengajak media duduk bersama dengan sejumlah narasumber ini,  mengulas tentang polemik RTRW Aceh berlangsung pada Kamis, 22 Oktober 2014 di Restoran SERE MANIS SABANG, Jl. Agus Salim No. 16 Sabang - Jakarta Pusat. Hadir berbicara Muhammad Teguh Surya - Forest Political Campaigner Greenpeace SEA Indonesia, Tavip Rubiyanto – Kasubdit Penataan Ruang Wilayah Ditjen Pembangunan Daerah Kemendagri, Budi Situmorang – Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dengan moderator Malika Greenradio.

“Sudah diberitakan salah satu stasiun televisi swasta, bahwa saat ini telah terjadi banjir bandang di daerah Gayo, Aceh Selatan ditambah 4 wilayah yang kondisinya cukup parah. Akibat banjir bandang ini pula, menyebabkan kawasan ‘sabuk hijau’ di daerah Kawasan Ekosistem Leuser ikut terancam. Kawasan tersebut dilindungi saja sudah begitu, bagaimana kalau sudah tidak terawatt?,” kata Muhammad Teguh Surya dari Greenpeace SEA Indonesia.

Apa yang dikhawatirkan Muhammad Teguh Surya, juga diamini Budi Situmorang dari Kementerian Pekerjaan Umum.  Menurut dia, Perda tersebut yang sudah dievaluasi di Kemendagri itu, ironisnya tidak diakui oleh Pemerintah Daerah Aceh. Belum lagi adanya kejanggalan sebab Perda itu disyahkan namun tidak melibatkan masyarakat Aceh.

Tavip Rubiyanto – Kasubdit Penataan Ruang Wilayah Ditjen Pembangunan Daerah Kemendagri menambahkan, kendalanya sekarang karena Pemda Aceh tidak mau merobah Perda tersebut dari poin-poin yang diusulkan. Padahal pasal-pasal yang dianggap merugikan masyarakat, lingkungan, kawasan ekosistem, seharusnya direvisi.

“Repotnya karena  pejabat daerah yang melaksanakan peraturan tersebut mengambil keputusan yang melampaui kewenangannya. Padahal sudah jelas-jelas terjadi pelanggaran hukum,” kata Muhammad Teguh Surya.

Press Briefing ini akan diteruskan dengan kegiatan media visit ke Banda Aceh yang direncanakan 29 Oktober -- 1 November 2014. Media terpilih akan diajak menemui sejumlah pihak terkait isu tersebut serta melihat kondisi lapangan.

Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 tahun 2006, pasal 150 memberikan kewenangan pengelolaan KEL kepada Pemerintah Aceh untuk melindungi, melestarikan, merehabilitasi kawasan dan memanfaatkannya secara lestari dan berkelanjutan, hutan Leuser dulu merupakan bagian penting dalam strategi pembangunan Aceh dan masuk dalam draft Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, kini, pola ruang KEL diubah fungsiya, pada dasarnya, penataan ruang merupakan acuan dan arahan pembangunan bagi semua sektor yang memanfaatkan ruang tersebut, semua sektor terakomodasi dalam perencanaan untuk 20 tahun ke depan.

Menurut Muhammad Teguh Surya dari Greenpeace SEA Indonesia, biasanya, beda pemerintah, maka beda kebijakannya, ditahun 2013 hutan Aceh rencananya akan diubah fungsinya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Revisi RTRW Aceh, ini akan membuka area hutan untuk konversi menjadi perkebunan monokultur. hal ini merupakan konsekuensi politis dari revisi RTRW ini, setidaknya ada dua, pertama konversi hutan yang tadinya ilegal menjadi dilegalkan, kedua, ekspansi industri kayu dan perkebunan di hutan alam.


Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun