BASSANG : di tempat lain namanya bubur jagung. Tapi di Makassar namanya Bassang. Setiap pagi dari pukul 06.00 hingga 10.00 Wita, biasa dijajakan dan melintas di depan rumah kami.
Penjualnya mengayuh pedal sepeda butut kebanggaannya, tanpa kenal lelah, meski sudah bermandikan keringat yang membasahi tubuhnya berbalut kaos hitam.Â
Dari balik topi yang juga tak kalah bututnya itu, menetes peluh bagai anak sungai. Itulah rutinitas Daeng Usman yang sudah dijalani lebih dari 20 tahun sebagai penjual Bassang. Ada dua macam yang dijualnya, Bassang dan Bubur.
*****
Salah satu "Resep Lebaran Warisan Keluarga" yang menjadi favorit istri Bang Nur, adalah Coto Makassar. Adapun bahan-bahannya adalah daging sapi babat setengah kilo sementara usus limpah paruh dan lidah seperempat kg.
Cara membuatnya, daging sapi dicuci sampai bersih kemudian direbus dengan daun salam dan daun sereh. Selanjutnya daging tadi dipotong-potong bentuk dadu.bJangan lupa dilengkapi dengan sambal tauco.Â
Itu kalau lebaran Idulfitri. Tapi di luar itu jika kebetulan ke Jakarta, Bang Nur dan istri, anak serta mantu biasanya mampir penjual Coto Makassar gaya Pasar Senin Jakarta Pusat. Tepatnya di Jalan Kramat Raya.
Di sini rumah makan Coto ini termasuk lengkap. Ada ketupat dan pengunjungnya dari pagi hingga malam hari dikelola Samsul Daeng Ngawing. Racikan cotonya sudah sampai ke Istana, terutama ketika Wapresnya HM Jusuf Kalla (JK).Â
Ada beberapa jenis Coto dan namanya yang unik-unik. Misalnya Coto "Janda" alias  jantung dan daging.Â
Nah demikianlah pengalaman Istri Bang Nur dalam membuat kue sendiri bermodal "Resep Lebaran Warisan Keluarga" -- sesuai tema Ramadan Bercerita 2024 Kompasiana kali ini di hari ke-28 puasa, dalam program menulis maraton. Sebulan penuh tanpa bolong.Â
Pilihan "Resep Lebaran Warisan Keluarga" ini, tentu tidak jauh dari Kota Makassar (dahulu bernama Kota Ujung Padang), tempat asal dan kampung halaman kelahiran kami berdua. Semoga bermanfaat.Â