Mohon tunggu...
Dadan Rumansyah
Dadan Rumansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Akuntansi/Universitas Negeri Semarang

Sedang menapaki awal perjalanan di dunia ekonomi, akuntansi, dan perpajakan—menulis sebagai ruang belajar, refleksi, dan kontribusi kecil bagi literasi kebijakan dan keuangan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mimpi Pemerataan Ekonomi Apakah Masih Sekedar Wacana?

10 Mei 2025   10:00 Diperbarui: 11 Mei 2025   14:11 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembangunan ekonomi di Indonesia masih menunjukkan ketimpangan yang mencolok antara wilayah barat, terutama Pulau Jawa, dan daerah-daerah perbatasan seperti Sabang, Rote Ndao, dan Merauke. Pulau Jawa dengan segala kemajuan infrastruktur dan layanan publiknya seolah menjadi pusat pertumbuhan, sementara wilayah terluar dan perbatasan kerap tertinggal dalam berbagai aspek pembangunan. Realitas ini menimbulkan pertanyaan, apakah mimpi pemerataan ekonomi di Indonesia hanya sebatas jargon politik tanpa realisasi nyata? Tulisan ini akan menyoroti ketimpangan antarwilayah dan mengambil studi kasus desa-desa perbatasan, serta mengulas harapan dan strategi menuju pemerataan pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan (Hidayat, 2023).

Kesenjangan pembangunan di Indonesia berakar dari sejarah kebijakan yang cenderung Jawa-sentris. Data BPS menunjukkan lebih dari 50% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang menandakan dominasi ekonomi yang belum terpecahkan (Badan Pusat Statistik, 2023). Sejak 2015, pemerintah mulai menyalurkan Dana Desa sebagai upaya pemerataan, namun dampaknya di wilayah perbatasan masih terbatas (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2023). Penyebab utama ketertinggalan desa perbatasan meliputi minimnya infrastruktur dasar, keterbatasan sumber daya manusia dalam perencanaan dan pelaporan, serta kurangnya pendampingan kebijakan seperti Pendamping Lokal Desa (PLD).

Berbagai kebijakan telah digulirkan pemerintah, seperti Dana Desa, program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai bentuk intervensi pemerataan. Studi kasus di Sabang menunjukkan Dana Desa mampu menggerakkan ekonomi lokal, meski rentan terhadap penyimpangan seperti korupsi dan mark-up anggaran. Di Rote Ndao, persoalan utama terletak pada ketiadaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), sehingga banyak program tidak terencana dan gagal dijalankan. Sementara di Merauke, dana desa sering kali tidak terserap secara optimal akibat lemahnya pelaporan dan manajemen keuangan desa. Tantangan utama bukan hanya pada besaran dana, tetapi juga pada kapasitas aparatur desa serta pengawasan tata kelola yang masih lemah.

Pemerataan pembangunan tidak cukup hanya dengan menambah jumlah dana yang dialokasikan. Dana Desa perlu dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah melalui perencanaan yang matang, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang didukung oleh pendampingan dari tenaga profesional Pendamping Lokal Desa (PLD) secara berkelanjutan. Selain itu, digitalisasi dalam pelaporan keuangan dan program desa sangat penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana. Pemerataan akses terhadap infrastruktur dan layanan dasar juga harus menjadi prioritas utama dengan kerja sama yang erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merencanakan serta melaksanakan program pembangunan. Di samping itu, peningkatan pemahaman terhadap kebijakan dan pendidikan bagi aparat desa serta masyarakat menjadi landasan penting agar perubahan dapat berlangsung secara berkelanjutan dan tepat sasaran.

Tanpa perhatian serius pada desa-desa perbatasan dan daerah tertinggal, pemerataan ekonomi hanya akan menjadi mimpi kosong. Pemerintah harus hadir tidak hanya dengan dana saja, tetapi juga dengan pendampingan, pengawasan, serta komitmen politik yang kuat. Mahasiswa dan masyarakat perlu aktif dalam mengawal anggaran pembangunan desa agar benar-benar berpihak pada keadilan dan kedaulatan pembangunan. Pemerataan bukan sekadar soal distribusi uang, melainkan tentang keadilan sosial dan masa depan bangsa yang inklusif.

Referensi:

- Hidayat, A. S. (2023). Upaya pemerataan pembangunan desa di wilayah perbatasan Indonesia. Jurnal SALAM, 10(2).
- Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik PDB nasional dan wilayah.
- Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2023). Laporan Dana Desa 2015–2023.
- Indonesia Corruption Watch. (2018). Laporan pengawasan dana desa.

Dadan Rumansyah, 2307020332, Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Semarang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun