Mohon tunggu...
Dadan Mardani
Dadan Mardani Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Pendidikan adalah kunci menuju masa depan yang cerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Al-Khansa' Sebagai Ibu: Ketegaran di Tengah Luka dan Pengorbangan

29 Mei 2025   06:00 Diperbarui: 29 Mei 2025   09:55 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al-Khansa' (Ilustrasi: DALL.E, 2025)

Al-Khansa' dikenal dunia Arab sebagai sosok perempuan yang menyublimkan kesedihan menjadi puisi. Namun di balik ketenarannya sebagai penyair ratapan, ia juga adalah seorang ibu---meski kisahnya sebagai ibu tidak seterang ketika ia tampil sebagai saudari, istri, atau perempuan muda yang cantik dan tangguh. Justru dalam kabut sejarah yang samar inilah, kita menemukan bentuk keibuan yang paling purba: cinta yang merelakan, dan iman yang menguatkan.

Anak-anak yang Tenggelam dalam Kabut Sejarah

Riwayat tentang anak-anak al-Khansa' tidak begitu jelas. Para sejarawan berbeda pendapat: ada yang mengatakan ia memiliki tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan, yang lain menyebut empat anak laki-laki. Nama-nama mereka pun tidak sampai kepada kita secara meyakinkan. Namun yang pasti, keempat anak laki-lakinya turut serta dalam Perang al-Qadisiyyah---dan gugur sebagai syuhada.

Kisah ini menjadi salah satu jejak paling menyentuh dalam kehidupan al-Khansa'. Dari perempuan yang dulu meratap panjang atas kematian kakaknya Sakhr, kini ia berdiri sebagai ibu dari para syuhada. Tidak ada ratapan panjang kali ini. Tidak ada bait-bait puisi yang mengiringi kepergian anak-anaknya. Ia justru berdiri tegak dan berkata:

"Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka, dan aku berharap agar Allah menyatukanku dengan mereka dalam rahmat-Nya."

Duka yang Tak Bersuara, Pengorbanan yang Agung

Tidak seperti dalam tragedi akhr di masa lalu, kali ini al-Khans' memilih diam yang bermakna. Ia tidak lagi menyuarakan kesedihan secara terbuka, melainkan membungkusnya dalam syukur dan tawakal. Mungkin karena hatinya telah dilatih oleh kehilangan sebelumnya, atau karena kini ia memiliki tujuan yang lebih tinggi: ridha Allah dan kejayaan Islam.

Sikapnya ini menunjukkan bahwa cinta seorang ibu bukan berarti mencegah anak-anaknya dari pengorbanan, tetapi mendukung mereka menuju kemuliaan. Ia tidak hanya kehilangan anak-anaknya dalam perang, tetapi juga melepaskan mereka dengan kesadaran penuh bahwa hidup mereka bukan miliknya seorang. Inilah makna sejati dari kata "ikhlas".

Perempuan, Ibu, dan Pejuang

Dalam sejarah Arab-Islam, al-Khans' menjadi simbol unik: ia bukan hanya penyair perempuan dari masa jahiliah, tapi juga ibu muslimah yang menghadirkan generasi mujahid. Ia tak sekadar menangis karena kehilangan, tetapi juga merayakan perjuangan dengan penuh kesadaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun