Budaya yang dominan atau budaya hegemonik terbentuk karena masyarakat secara tidak sadar menerima dan menghidupi nilai-nilai yang sebenarnya ditentukan oleh kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan. Konser dunia BLACKPINK dapat dijadikan contoh bagaimana budaya pop menyampaikan nilai-nilai tertentu seperti tipe perempuan yang ideal, pencapaian materi yang tinggi, serta gaya hidup glamor yang bersifat global. Nilai-nilai ini sejalan dengan ideologi kapitalisme dan neoliberalisme yang saat ini sedang menguasai. Namun, tidak semua orang menerimanya begitu saja. Banyak penggemar dan masyarakat mulai menyuarakan kritik, seperti dengan mempertanyakan mengapa BLACKPINK jarang mengeluarkan lagu baru atau menyoroti momen di belakang panggung ketika Jennie terlihat acuh terhadap kru. Dalam konteks ini, para penggemar tidak hanya berperan sebagai penonton biasa mereka bisa menjadi suara kritis yang menantang narasi yang disajikan oleh industri hiburan. Melalui kritik dan perbincangan ini, penggemar berperan dalam meruntuhkan dominasi budaya pop dan membuka peluang untuk perubahan.
  Identitas individu dapat dibentuk kembali melalui cara mereka diwakili atau ditampilkan. BLACKPINK, contohnya, dianggap melambangkan citra perempuan modern: tangguh, berasal dari Asia tetapi memiliki pengaruh global, hidup dalam lingkungan mewah, dan mengusung pesan identitas yang memiliki nilai politik. Semua ini kemudian dipasarkan dan dimanfaatkan melalui dunia mode, iklan, dan media sosial. Namun, di balik citra glamor tersebut, ada kritik dari penggemar terutama mengenai ketidakseimbangan yang terjadi di balik layar. Banyak yang menyoroti bagaimana pekerjaan keras di belakang konser, seperti para kru laki-laki yang berada di backstage, sering kali diabaikan jika dibandingkan dengan para idol perempuan di panggung. Ini mencerminkan adanya ketegangan antara identitas, peran gender, dan kelas sosial. Kritik ini juga menjadi bentuk perjuangan terhadap sistem industri hiburan yang bersifat hierarkis dan tidak adil. Tur dunia "Deadline" BLACKPINK 2025 tidak hanya konser besar-besaran, tetapi juga menggambarkan bagaimana budaya pop internasional semakin mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI