Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tepatkah Memutuskan Jurusan di Kelas X?

2 September 2014   06:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:51 4451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelajar Sekolah Menengah Atas / kompas.com (Wisnu Widiantoro)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Pelajar Sekolah Menengah Atas / kompas.com (Wisnu Widiantoro)"][/caption]

“Kurikulum 2013 mengamanatkan peminatan “jurusan” murid SMA ditentukan sejak kelas X…..”

Saat saya membaca sepenggal berita yang dipublikasikan Kompas, edisi Kamis, 21 Agustus 2014 agak sedikit tersentak. Secepat itukah penjurusan ditentukan? Saat mantan pelajar SMP tersebut bahkan belum mengecap seperti apa mengenyam pendidikan di SMA, mereka harus sudah mantap menentukan keputusan yang sedikit banyak akan mempengaruhi masa depan mereka nantinya.

Apalagi mereka juga hanya diberi waktu hingga minggu ketiga tahun ajaran baru untuk berpindah jurusan. Itupun belum tentu bisa, karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan komposisi siswa setiap kelas. Apalagi siswa yang mengajukan pindah jurusan tersebut juga harus mengantongi rekomendasi dari guru.

Mungkin sebenarnya tujuan pemerintah baik. Pemegang otoritas ingin membuat siswa SMA fokus dari awal mempelajari pelajaran yang mereka pilih melalui jurusan. Biar mereka semakin komprehensif belajar. Semakin tahu akar ilmunya. Hanya saja mungkin pemerintah lupa, anak-anak yang baru lulus SMP tersebut usianya masih sangat dini untuk membuat keputusan, apalagi mereka belum merasakan pelajaran Matematika/Fisika/Kimia/Biologi di SMA itu seperti apa, pelajaran Geografi/Sosiologi/Ekonomi di SMA itu susah atau tidak. Apalagi jurusan Bahasa. Meski saat SMP/SD sudah mendapat pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, tetap saja mungkin berbeda saat di pelajari di SMA.

Mengapa pemerintah tidak menerapkan sistem penjurusan satu tahun kemudian, atau setidaknya satu semester. Agar siswa lebih mantap saat memutuskan jurusan apa yang akan mereka ambil, untuk menunjang cita-cita mereka di masa depan kelak. Meski terkadang jurusan saat SMA, sangat bertolak belakang dengan jurusan yang diambil di perguruan tinggi.

Usia 15 atau 16 tahun biasanya masih sangat labil. Keputusan yang diambil biasanya masih terombang-ambing oleh keputusan teman/orangtua/guru dan lainnya. Bila teman-temannya memilih masuk Jurusan IPA, biasanya mereka juga akan ikut-ikutan masuk IPA, meski mungkin potensinya ada di IPS atau malah Bahasa.

Bila sampai salah jurusan, tak terbayang siswa SMA tersebut harus menguatkan diri selama tiga tahun mempelajari ilmu yang tidak ia sukai. Jangan sampai nanti dikemudian hari, ada siswa SMA kelas X yang drop out karena tidak tahan harus mempelajari rumus-rumus, sementara ia lebih tertarik mempelajari sastra misalkan.

Saya jadi teringat pengalaman saya sendiri yang salah mengambil jurusan saat SMA. Saya yang kuat hapalan, terpaksa masuk kelas IPA karena gengsi, karena teman-teman dekat banyak yang masuk jurusan itu, karena nilai Fisika saya saat kelas II SMA 8, dan karena hasil tes menyatakan saya berhak masuk IPA. Dulu saat saya SMA, jurusan IPA memang masih memberi gengsi tersendiri.

Waktu itu saat saya SMA, penjurusan dilakukan saat naik ke kelas III. Hasil psikotes yang dilakukan saat kelas II menyatakan saya lebih cocok masuk IPS, saya pun sebenarnya sejak SMP sudah mantap akan masuk IPS karena waktu itu entah mengapa sangat suka pelajaran yang berbau sejarah dan ingin menjadi seorang arkeolog. Namun saat detik-detik keputusan penjurusan saya malah berubah pikiran.

Satu tahun mempelajari mata pelajaran yang tidak kita sukai secara intens sangat menyiksa. Tak terbayang makanya bila harus mempelajari mata pelajaran yang tidak kita sukai selama tiga tahun. Apalagi kalau ada PR dan gurunya lumayan galak, mungkin akan semakin mengkeret tiap kali pelajaran dimulai.

Gara-gara salah jurusan itu pula saya dulu sempat menyesali diri. Saya sempat menyalahkan kegagalan saya masuk PTN karena saya mempelajari mata pelajaran yang tidak saya suka. Meski nilai saya tidak buruk, namun hasilnya tidak maksimal. Padahal mungkin kalau saya dulu memilih jurusan IPS saya bisa masuk PTN favorit dengan jurusan yang sudah saya incar (hoho padahal belum tentu juga, yaaa…hehe maklum pikiran orang menyesal).

Menurut saya, harus menentukan jurusan sejak anak duduk di kelas X seperti membiarkan anak mengambil keputusan tanpa bimbingan. Anak tidak mungkin bisa bertanya ke guru SMA secara intens karena baru kenal, bahkan mungkin belum kenal.

Mau mengandalkan guru SMP juga mereka sudah lulus. Sudah menjadi alumni, bukan tanggung jawab guru SMP lagi membimbing mereka. Apalagi guru SMP juga sudah harus menyiapkan kedatangan anak-anak didik baru yang harus mereka bimbing untuk tiga tahun ke depan. Eh, tapi apa ada bimbingan dulu dari para guru SMP untuk membantu siswa memutuskan jurusan apa yang akan diambil di SMA?

Satu-satunya cara adalah peran serta orangtua membimbing anak mereka. Namun bagaimana dengan orangtua yang tidak tahu mengenai perbedaan jurusan IPA/IPS/Bahasa? Apa pentingnya jurusan tersebut buat masa depan anak mereka kelak? Apalagi bila anak yang mereka masukan ke SMA itu merupakan anak pertama sehingga orangtua juga tidak terlalu paham – jangankan untuk kurikulum 2013, kurikulum KTSP saja mungkin mereka tidak tahu. Tidak usah mengambil contoh jauh-jauh, almarhumah mama saya saja dulu tidak tahu apa bedanya bila saya masuk IPA, IPS atau Bahasa.

Mungkin harus ada kebijakan dari pemerintah untuk menghindari para siswa SMA salah jurusan. Apalagi pendidikan merupakan salah satu dasar utama untuk membangun sebuah bangsa. Jangan sampai penerus bangsa tersebut satu-satu berguguran karena tidak kuat dengan terpaan pelajaran yang salah mereka ambil dan putuskan.Ya, jangan sampai! (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun