Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ini Momen Terberat Saat Orang Terkasih Berpulang

6 Maret 2020   08:50 Diperbarui: 6 Maret 2020   23:16 2506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari Pexels, oleh Tess Emily Seymour

Dan benar saja, saat saya sampai di depan jalan menuju rumah, suasananya persis seperti yang berkelebat di benak saya saat di motor. Bendera kuning berkibar-kibar. Para tetangga berjalan menuju rumah. Bergerombol, yang perempuan mengenakan jilbab yang disampirkan.

Saat saya masuk ke dalam rumah, mama saya dibaringkan di ruang tamu. Beliau seperti tertidur. Tenang. Saat itu saya langsung menghambur. Meraung-raung. Berkali-kali saya berteriak agar mama saya terbangun. Badannya masih terasa hangat. Tidak seperti orang yang sudah meninggal.

Itu adalah momen yang paling berat yang saya rasa selama hidup. Saya rasanya tak percaya. Saya merasa mama hanya tertidur. Nyenyak. Sangat nyenyak. Saat saya tersadar mama tidak mungkin bangun kembali, tidak mungkin lagi melindungi saya, menenamani saya, rasanya saya merasa kosong. Entahlah sulit dilukiskan dengan apapun.

Hal terberat kedua saat ibu saya meninggal adalah saat mama akan dikebumikan. Saat itu saya sangat terguncang karena menyadari saya akan benar-benar berpisah dengan mama. Saya tidak akan bisa lagi melihat mama. Jasadnya sudah akan dikubur. Hanya bisa melihat melalui foto, video, atau sekadar kenangan yang tertanam dalam benak. 

Manfaatkan Kesempatan yang Ada, Kita Tidak Tahun Kapan Dipanggil yang Kuasa

Saat mama saya meninggal, usia mama belum genap 48 tahun. Untuk ukuran keluarga saya, termasuk masih sangat muda. Keluarga saya termasuk salah satu keluarga yang diberi rezeki usia panjang.

Saya mengira mama saya akan panjang umur seperti nenek saya, yang hingga kini masih sehat wal afiat. Kalaupun tidak sepanjang usia nenek saya, setidaknya beliau meninggal setelah saya menikah dan memiliki anak-cucu. Namun ternyata, usia tidak ada yang tahu. Sebelum saya menikah pun, mama sudah keburu berpulang.

Saya termasuk lumayan dekat dengan mama. Meski begitu, setelah mama meninggal tetap ada sesal yang mengganjal. Saya menyesal, mengapa saya tidak meluangkan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan mama.

Saya (dulu) hobi membaca, hobi menulis, juga hobi berkumpul bersama teman-teman --teman kerja, teman kuliah, teman sekolah. Alhasil, setiap ada waktu luang, terkadang lebih memilih untuk jalan-jalan bersama teman, membaca novel, atau menulis hal yang ingin saya tulis.

Dulu sehabis pulang kerja, saya lebih sering langsung masuk kamar, membaca novel --karena sudah telanjur penasaran dengan lanjutan ceritanya. Terkadang mengobrol dengan mama hanya hitungan menit. Mengobrol sedikit lama, bila mama menjemput ke kantor karena saya pulang kemalaman. Biasanya di jalan kami mengobrol.

Sekarang hanya bisa berandai-andai. Padahal dulu tinggal saya buka pintu kamar, sudah terhubung dengan kamar mama yang letaknya persis di depan kamar saya. Atau jalan sedikit, bisa ngerumpi dengan mama di ruang tamu sambil menonton televisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun