Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Haruskah Tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) Batam Dihapuskan?

7 November 2016   11:02 Diperbarui: 7 November 2016   12:24 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Pri/Salah satu spanduk tolak UWTo yang dipasang di beberapa titik Kota Batam.

Penolakan kenaikan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) terus bergulir. BP Batam selaku regulator UWTO terus didemo. Selama beberapa hari, sekelompok orang menyambangi kantor instansi pemerintah yang berlokasi di Engku Putri tersebut. Selain itu, spanduk dan baliho menentang UWTO sangat marak di berbagai titik, mulai dari perumahan, pertokoan, hingga jalan utama. Surat kabar lokal Batam, Kepulauan Riau, juga tak henti memberitakan mengena UWTO tersebut dengan berbagai versi.

Kelompok tertentu bahkan mengancam akan turun ke jalan. Selain itu, beberapa pengusaha katanya akan 'libur' berjualan dengan menutup toko mereka selama tiga hari. Meski melalui beberapa koran lokal diberitakan bahwa penutupan toko tersebut baru sekedar wacana, karena belum ada instruksi secara tegas dari owner yang bersangkutan.

Bagi sebagian besar penduduk di luar Batam, mungkin sedikit bingung terkait UWTO. Sebagai informasi UWTO merupakan uang yang harus dibayarkan pemilik hak pengelola lahan kepada BP Batam (Otorita Batam) dengan jumlah tertentu, tergantung dari lokasi lahan dan berapa besar lahan tersebut.

Batam memang sedikit berbeda dengan kota lain. Dulu Batam merupakan kawasan yang nyaris tanpa penduduk sebelum akhirnya dibangun oleh pemerintah pusat melalui Otorita Batam. Entah karena lahan di Pulau Batam yang sangat terbatas, atau karena Batam dipersiapkan sebagai kota industri – selain membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pemegang hak lahan juga harus membayar UWTO.

Umumnya lahan di Pulau Batam memang bukan hak milik, tetapi hanya sebatas hak kelola. Pengelolaan lahan di Pulau Batam sepenuhnya di bawah wewenang Otorita Batam (BP Batam). Oleh karena itu, pemegang hak kelola harus membayar “uang sewa lahan” untuk beberapa tahun ke depan, misalkan 10, 15, 20, 30 atau 60 tahun.

Mengapa Saat Ini Ada Penolakan yang Melebar?
Sebagai warga Kota Batam yang hobi mengamati, penolakan tersebut ditengarai akibat naiknya UWTO. Padahal saat kampanye wali kota terpilih sempat digadang-gadang UWTO akan dihapuskan. Setelah terpilih, Wali Kota Batam bahkan semakin gencar berupaya agar UWTO tidak lagi dipungut. Entah siapa yang memasang, di beberapa titik satu-dua muncul spanduk dukungan, salah satunya seperti: 'Kami Warga Sei Panas Mendukung Penghapusan UWTO Pemukiman'. Spanduk tersebut dipasang di sebelah pintu masuk SPBU Sei Panas.

Namun bukannya dihapuskan, UWTO tersebut malah naik sekitar lima kali lipat dari sebelumnya. Alhasil sebagian kelompok yang ingin UWTO dihapuskan (sepertinya) semakin meradang. Saat UWTO sah naik, seluruh Pulau Batam sepertinya dipenuhi oleh baliho elektronik, baliho manual, hingga spanduk di berbagai sudut.

Entah siapa yang memasang dan membiayai. Namun bohong bila tidak ada yang mendanai. Pasti ada yang menggelontorkan sejumlah uang untuk membuat spanduk dan baliho tersebut. Hal tersebut dikarenakan, memasang spanduk dan baliho kan tidak murah. Membuat spanduk dan baliho pasti memerlukan biaya yang lumayan apalagi jumlahnya ratusan (eh, apa ribuan?)

Saya sebagai warga Batam sebenarnya sedikit kecewa dengan wali kota saat gencar menggalang dukungan masyarakat agar UWTO dihapuskan. Bukan saya kebanyakan uang sehingga tenang saja membayar UWTO, tetapi lebih kepada alasan bahwa UWTO adalah kebijakan pemerintah. Sama halnya dengan kebijakan membayar PBB atau pajak motor atau mobil. Bila ada jajak pendapat untuk menghapuskan PBB atau pajak kendaraan, ya pasti sebagai orang normal masyarakat mau dihapuskan. Tidak usah ditanyapun pasti mau. Begitu pula dengan penghapusan UWTO. Buat apa bayar belasan juta buat bayar UWTO, mending uangnya buat beli cash motor, atau DP rumah atau mobil?

Namun kan konteksnya tidak ke sana. UWTO ditetapkan pemerintah dengan tujuan baik, terutama untuk menggenjot pembangunan Batam. Bila memang wali kota memiliki pandangan yang berbeda terkait UWTO, mengapa tidak dibicarakan antar pemerintah dulu, yakni mengkaji baik dan buruknya. Bukannya Pemerintah Kota Batam dan BP Batam merupakan mitra? Bila tidak memungkinkan membicarakan head to head mengapa tidak minta difasilitasi oleh instansi tertentu yang bisa menjadi mediator antara BP Batam dengan Pemkot Batam? Setelah sepakat baru disampaikan ke masyarakat. Jangan hanya wacana sudah gembar-gembor ke mana-mana. Tidak elok rasanya mengerahkan masa untuk menjegal suatu kebijakan.

Selain itu BP Batam selaku pemangku kepentingan UWTO, ada baiknya lebih intens menyosialisasikan kegunaan dari UWTO tersebut. Sebaiknya dibuatlah tulisan di surat kabar, baliho, atau apapun itu yang memungkinkan terkait penggunaan dari dana UWTO. Untuk apa saja UWTO digunakan? Mengapa UWTO harus naik? Mengapa harus ada UWTO? Apa jadinya Batam tanpa UWTO? Mungkin bila masyarakat tahun manfaat dari UWTO akan lebih merasa ikhlas untuk membayar karena tujuannya kan memang untuk kebaikan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun