Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Just Mercy: Film Klasik Ruang Sidang Pengadilan

10 Mei 2025   10:13 Diperbarui: 10 Mei 2025   10:13 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://akuaktor.com/acting-review-just-mercy-peran-besar-dan-kecil-yang-sama-bagusnya/)

Film Just Mercy dirilis pada akhir 2019, saya tidak mengetahuinya, atau barangkali film ini tidak beredar di bioskop-bioskop Makassar. Sampai saya menemukan dan menontonnya di kabin perjalanan penerbangan (GA-980) Jakarta ke Jeddah pada 12 April 2025 silam.

Just Mercy disutradarai Destin Daniel Cretton diadaptasi dari buku laris tahun 2014 karya Bryan Stephenson, pengacara muda dan aktivis hak-hak sipil, salah satu pendiri "Equal Justice Initiative" (EJI) di Montgomery, Alabama. Didedikasikan untuk membela orang miskin, mereka yang dipenjara, dan mereka yang dihukum secara tidak manusiawi.

Seperti memoarnya, film ini berfokus pada Bryan Stephenson, yang diperankan oleh Michael B. Jordan, berjuang untuk membantu orang yang butuh bantuan hukum. Awalnya niat mulia Bryan tidak direstui ibunya yang sudah membiayai mahal kuliah Bryan di Harvard dan membayangkan keselamatan Bryan.

Cerita dibuka pada 1987 di pedalaman Alabama, pengusaha kayu Afrika-Amerika bernama Walter McMillian alias Johny D, yang diperankan Jamie Foxx, dihadang dan ditangkap polisi di mobilnya. Ia dituduh melakukan kejahatan brutal membunuh remaja perempuan kulit putih berusia 18, Ronda Morrison. Jelas-jelas tidak pernah dia lakukan, penonton sudah meyakini sejak awal.

Bryan menyadari betapa cacat dan lemahnya bukti, serta saksi kunci yang sudah diatur, untuk memvonis Johny D. Dihukum penjara kemudian diperberat menjadi hukuman mati. Bryan pun secara bersemangat perlahan membuktikan konspirasi pengadilan yang sangat tidak adil buat Johny D, keluarganya, dan masyarakat "kelas dua".

Bersama koleganya, Eva Ansley, psikolog, mereka membela hak-hak terpidana mati, khususnya Johny D. Perjuangan mereka menantang badai. Eva, misalnya, seorang ibu tunggal berkulit putih dicaci maki, diancam, dan ditinggalkan teman-temannya karena pilihan Eva bergabung dengan Bryan di EJI.

Ketika Bryan menemui Johny D untuk membantunya bebas, Johny D tidak mempercayai lagi ada pengacara bisa mendobrak sistem peradilan yang memperlakukan orang kaya dan bersalah lebih baik daripada orang miskin dan tidak bersalah.

Johny D menuduh Bryan tidak berbeda dengan pengacara sebelumnya, meminta uang lalu kabur. Johny D baru merasa yakin ketika mengetahui Bryan pergi jauh menemui keluarga dan kerabatnya di pedalaman Alabama yang miskin, itu sangat berarti, bagi Johny D dan keluarga yang diabaikan oleh sistem sosial ekonomi.

Di sana Bryan menemukan saksi baru yang bisa menjadi kunci Bryan mendapatkan pengadilan ulang, namun menjadi saksi tidak mudah dalam suatu peristiwa di mana terdakwa berkulit hitam dan korban adalah orang kulit putih.

Film durasi lebih dua jam ini disampaikan sangat padat dan solid. Semua karakter yang terlibat dalam kasus: pelaku, saksi, lawyer, penuntut, dan hakim, bahkan media, menjelaskan kasus ini dengan argumentasi-argumentasi hukum yang baik. Ada argumen praktis yang ditentang dengan idealisme yang menggugah. Mengingatkan saya belajar mata kuliah Filsafat Hukum dan Hukum Acara Pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun