Sejak kecil di bangku Sekolah Dasar, kami sudah diajarkan lagu karangan Saridjah Niung, atau yang lazim dikenal dengan nama Ibu Sud.
"Naik kereta api, tut-tut-tut
Siapa hendak turut?
Ke Bandung, Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma."
Ayo kawanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama.."
Saya dan teman-teman tidak pernah lupa lagu Kereta Api, meski saya belum pernah lihat dengan mata kepala. Lihat saja belum apa lagi naik kerata api dan merasakan lajunya.
Saya tinggal di perbatasan RI-Timor Leste. Sebagai penduduk di luar pulau Jawa, pengalaman naik kereta api tidak ada. Kecuali kami merantau ke Jawa.
NTT sebagai salah satu Provinsi dari Negara Kesatuan RI, bukan tidak mungkin mengusahakan transportasi kereta api. Jarak tempuh 8 jam, dari Kabupaten Belu ke ibu kota provinsi, memungkinkan rel kereta api dibangun di NTT.
Transportasi kereta api, di luar pulau Jawa, khusunya di NTT, sangat memungkinkan untuk dibangun karena menghubungkan empat kabupaten sekaligus yakni, kabupaten Belu, Kabupaten TTU dan Kabupatena TTS, serta Kabupaten Kupang.
Dampak positif ketika transportasi dibangun di NTT yakni penghematan waktu. Bila jarak tempuh menggunakan angkutan 6 sampai 7 jam maka, kereta api tentu lebih cepat dan menghemat waktu maupun biaya.
Hingga saat ini, pemerintah pusat belum berpikir soal ini. Entah kenapa. Berpikir saja tidak, apa lagi mau dibangun?
Transportasi kereta api masuk NTT, menjadi sebuah harapan yang sulit direalisasikan. Antara harapan dan kenyataan sungguh beda.
Saya bangga jadi orang NTT. Meski hanya lihat kereta api di TV, tapi kami tidak pernah lupa lagu Naik Kereta Api, gubahan Ibu Sud. Memori Kereta Api, hanya dalam angan.
Atambua, 03.10.2022