Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Hanyalah Debu di Alas Kaki Tuhan (Refleksi Perayaan Rabu Abu bagi Umat Katholik di Masa Pandemi)

16 Februari 2021   17:41 Diperbarui: 17 Februari 2021   06:27 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar, Jenninotestoday.blogspot.com

Bagi umat yang mengikuti perayaan ekaristi di Gereja, pada saat penerimaan abu, Imam mengucapkan doa pemberkatan abu. Ia mereciki abu dengan air suci tanpa mengatakan apa-apa. Lalu ia menyapa semua yang hadir dan hanya satu kali mengucapkan rumusan sebagaimana terdapat dalam Buku Misa Romawi, menerapkannya secara umum: "Bertobatlah dan percayalah pada Injil" atau "Ingatlah bahwa kamu adalah abu dan akan kembali menjadi abu."

Imam membersihkan tangannya, mengenakan masker wajah dan membagikan abu kepada mereka yang datang kepadanya, atau jika perlu, ia pergi kepada mereka yang berdiri di tempatnya. Imam mengambil abu dan menaburkannya di atas kepala masing-masing umat tanpa mengatakan apa-apa. (Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen, 12 Januari 2021.)

Sementara bagi umat yang mengikuti misa online/ live stremeang, karena alasan kesehatan, atau bagi anak-anak dan para lansia, bisa melakukannya sendiri, dengan saling menaburkan abu di atas kepala sebagai tanda pertobatan. Ya seperti itulah situasi kita saat ini.  

Perayaan Rabu abu adalah perayaan pertobatan. Umat Khatolik mulai memasuki masa tobat. Bagi saya, perayaan pertobatan dirayakan hari ini perlu dimaknai dalam konteks pandemi covid-19. Kita perlu bertobat dari pola hidup yang lama; suka mabuk-mabuk, pesta pora, hura-hura, jalan-jalan, tidak disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan, saling menjatuhkan dan menyalahkan.

Masa tobat dilihat dalam konteks new normal, menerapkan pola 3M, menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Kita sadari bahwa dunia, termasuk engara kita dalam keadaan sulit. Ekonomi negara dan dunia berada pada ambang kehancuran, perlulah kita berpikir kreatif, untuk mengatasi kemelut yang melanda dunia. Corona menjadi ancaman bagi kita, tetapi kita tidak boleh pasrah pada situasi dan kindisi sekarang. Mestinya kita mengubah tantangan menjadi peluang bagi kita untuk berlangkah maju.

Bila kita menyimak Surat Gembala Uskup Atambua Mgr. dr. Dominikus Saku, Pr tentang, "Membangun dan Memajukan Ekonomi Berbela-Rasa" maka ada tiga hal penting yang harus diupayakan selama masa prapaskah yakni:


Pertama, Berjuang jadi Steril dari hal-hal buruk dan tampil sebagai pelaku hal-hal baik. Bapa Suci Paus Fransiskus mengajak kita untuk berpuasa dengan melepaskan diri dari perkataan-perkatan, sikap dan tindakan yang buruk dan menyakitkan, dan lebih tampil mempraktekkan hal-hal baik yang menyenangkan. 

Kita juga perlu puasa dari kesedihan, pesimisme dan kegetiran yang memilukan dan mencengkeram jiwa dengan perasaan gembira, penuh sukacita, harapan dan puji-syukur. Kita perlu puasa dari kemarahan agar lebih mudah mempraktekkan kesabaran, kelembutan hati dan kelegaan jiwa. Kita perlu puasa dari kekuatiran dan lebih percaya kepada Tuhan.

Kita perlu berpuasa dari keluh-kesah dan cenderung mempersalahkan, dan lebih mengenakan kesederhanaan. Kita perlu berpuasa dari perasaan tertekan, terbelenggu dan stress dan lebih menghayati doa penuh iman kepada Tuhan. Kita perlu berpuasa dari sikap dan semangat egoisme agar lebih memperhatikan sesama dan yang lain di sekitar kita. Kita perlu puasa dari rasa dendam, iri hati, benci dan dengki, dan menggantinya dengan damai dan keheningan doa penuh penyerahan.

Kedua, Kita perlu berpuasa dengan mempraktekkan Ekonomi berbela-rasa lewat tindakan nyata: ada sajian doa dan renungan Kitab Suci yang dirancang dalam 4 x Pertemuan, Ada envelop APP di lingkup Keluarga (sisihkan Rp 500 dari sisa uang belanja setiap minggu selama masa Prapaskah), ada kerja nyata APP berupa sebuah proyek Keluarga, KUB, Lingkungan, Stasi, Paroki, Sekolah, Asrama, dll untuk merayakan secara praktis dokumen LaudatoS selama 7 tahun ke depan. Bisa juga dititipkan bantuan uang, makanan atau bibit tanaman produktif yang bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan secara lebih luas.

Ketiga, Prapaskah di kalangan para Imam: Imam adalah manusia pendoa menurut teladan Yesus Kristus, Imam Agung, Sang Pendoa Abadi di hadapan Bapa. Kita usahakan mendoakan Brevir secara penuh (5x doa), dilengkapi Devosi Pribadi yang berpuncak pada Perayaan Ekaristi yang kita rayakan secara lebih sadar, lebih aktif dan lebih penuh. Para Imam juga diminta untuk memperhatikan Gagasan Liturgis dan Ekaristis dari Bahan APP dan berusaha menyajikannya kepada umat secara baik sehingga umat dibekali secara lebih baik, justru di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun