Mohon tunggu...
Narapati Buana
Narapati Buana Mohon Tunggu... -

Dendangkanlah tembang nasibmu semerdu yang kau mau. Jangan biarkan tuhan mendendangkannya untukmu. Hidup adalah memilih, bukan dipilih. Melangkahlah kemanapun hatimu ingin melangkah. Bangkitkan semangat dan taklukan dunia. Getarkan setiap jengkal belahan bumi ini. Dan jangan biarkan tanahnya kering tak terbasuh peluh.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berburu Tahta Via Agama

31 Juli 2015   14:52 Diperbarui: 21 November 2015   22:56 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dendangkanlah tembang nasibmu semerdu yang kau mau. Jangan biarkan tuhan mendendangkannya untukmu. Hidup adalah memilih, bukan dipilih. Melangkahlah kemanapun hatimu ingin melangkah. Bangkitkan semangat dan taklukan dunia. Getarkan setiap jengkal belahan bumi ini dan jangan biarkan tanahnya kering tak terbasuh peluh.  

Untuk mereka yang bertanya-tanya....dalam hidup apa yang dicari....apa yang dituju...? (kata iklan rokok). Gue dan juga anda pasti sepakat bahwa segala dinamika yang terjadi di muka bumi ini, pada akhirnya akan bermuara pada dua hal sederhana: mencari sesuap nasi dan pemuas berahi (demi urusan perut dan bawah perut). Dua kebutuhan mendasar yang mampu membuat seisi dunia terus bergetar.  

Setelah kenyang dengan urusan perut dan bawah perut, kekuasaan merupakan kepentingan lain yang manusia kejar. Meskipun idealisme tersebut hadir dalam setiap angan manusia, tapi tidak semua orang mampu menggapainya. Bagi manusia kelas akar rumput, terpenuhinya kepentingan perut dan bawah perut saja sudah lebih dari cukup. Buat mereka, hidup itu simpel saja. Hidup itu tidak harus dibuat ribet atau neko-neko. Asal bisa tidur tenang, tanpa utang, hati riang, bebas terbang, beres dah! Tapi bagi manusia kelas 'limited edition', hidup tanpa tahta itu adalah nista. Kekuasaan bagi mereka adalah segalanya karena disitulah tempat dimana prestise tertambat.  

Sampai saat ini politik masih merupakan sarana efektif yang dapat mengantarkan para penjilat untuk meraih kekuasaan. Dan saat ini juga orang hanya tahu bahwa agama adalah kendaraan tuhan yang dapat mengantarkan para pengikutnya menuju surga. Sepintas lalu memang agama itu tak lebih dari sekedar sarana untuk melakukan rutinitas ritual pengkultusan kepada tuhan. Tapi bila merunut sejarah panjang perjalanannya, agama sama efektipnya dengan politik, yaitu sebagai sarana tepat-guna bagi siapapun yang ingin berburu kekuasaan. Yang membedakan satu sama lain hanya pada performanya, dimana politik tampil lebih vulgar dibanding agama yang biasa bersembunyi di balik ketiak pengabdian kepada tuhan.  

Standar ganda agama yang pandai berkamuflase dengan topeng pemujaan kepada tuhan, sampai saat ini masih diadopsi oleh para pengecut yang gila tahta. Tengoklah ke belahan lain dunia ini, dengan dalih menegakan ajaran tuhan, mereka perlahan menganeksasi wilayah bangsa lain untuk kemudian membangun kedaulatan tempat dimana ia bebas menancapkan kekuasaannya. Dan untuk melegitimasi kekuasaannya, mereka balut segala bentuk invasi biadabnya itu dengan label jihad. Memang, tidak ada kekuasaan yang mudah diraih tanpa pengkhianatan dan kemunafikan. Dan berburu tahta via agama mungkin merupakan cara yang paling keji sepanjang masa (selagi agama diimani sebagai ajaran dari tuhan). Tapi kalau faktanya ternyata agama itu hanya sebuah produk kreatif seorang 'politikus' bermuka dua zaman baheula, sebiadab apapun cara anda mencari kekuasaan, menurut gue mah sih okeh-okeh wae lah.  

Satu hal yang pasti bahwa ada dua tipe penumpang dalam satu kabin agama. Yang pertama adalah tipe penumpang naif yang telah tertipu mentah-mentah. Mereka pikir kendaraan agama yang mereka tumpangi sedang bergerak menuju surga. Dan yang kedua adalah tipe penumpang munafik (orang parpol bilang 'penumpang gelap') yang berakal bulus. Tipe penumpang ini mirip geng pembajak yang berusaha mengarahkan kendaraan agama menuju gerbang istana kekuasaan. Mereka berusaha memanfaatkan keluguan penumpang tipe pertama untuk menjadi partisan pendukung ideologi partainya. Setelah segalanya tercapai, para penumpang baik hati pun akhirnya akan dicampakkan begitu saja sebagai jelata yang tak berguna. Mesa'ke rek!  

Maaf mas, terminal habis, silahkan turun!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun